GAGAHNYA ELANG DI GUNUNG TANGGUNGAN SRAGEN JAWA TENGAH
Laili Azka Ajrin. N,
Feryza Kumala N., Risma Nur Fitasari, Hayyin Maghfiroh, Karennia Wahdah
Liliazka15@gmail.com, kumalasariratna29@gmail.com, nurfitasari774@gmail.com, hayyinma46@gmail.com, karenniaa16@gmail.com
Abstract: Mount Tanggungan in Sragen Regency, Central
Java, is one of the hilly areas that has quite high biodiversity, including the
presence of eagles as top predators in the food chain. This research or
observation aims to reveal the charm and ecological role of eagles that inhabit
the Mount Tanggungan area. With the approach of field observation, visual
documentation, and interviews with local residents and bird watchers, this
study shows that eagles are not only a symbol of the majesty of lying nature,
but also an indicator of the health of the local ecosystem. The presence of
eagles in this area is a special attraction both in terms of conservation and
sustainable nature tourism potential. The results of this study are expected to
encourage habitat conservation efforts and increase public awareness of the
importance of preserving wildlife in the Mount Tanggungan area.
Keywords: Animal Observation, Eagles, Mount
Tanggungan.
Abstrak : Gunung
Tanggungan di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, merupakan salah satu kawasan
perbukitan yang memiliki keanekaragaman hayati yang cukup tinggi, termasuk
keberadaan elang sebagai predator puncak dalam rantai makanan. Penelitian atau
pengamatan ini bertujuan untuk mengungkap pesona serta ekologis perans elang
yang menghuni wilayah Gunung Tanggungan. Dengan pendekatan observasi lapangan,
dokumentasi visual, serta wawancara dengan warga sekitar dan pengamat burung,
penelitian ini menunjukkan bahwa elang tidak hanya menjadi simbol kegagahan
alam pembohong, tetapi juga indikator kesehatan ekosistem setempat. Keberadaan
elang di kawasan ini menjadi daya tarik tersendiri baik dari sisi konservasi
maupun potensi wisata alam yang berkelanjutan. Hasil kajian ini diharapkan
dapat mendorong upaya pelestarian habitat serta meningkatkan kesadaran
masyarakat terhadap pentingnya menjaga kelestarian satwa liar di kawasan Gunung
Tanggungan.
Kata kunci : Pengamatan Satwa, Burung Elang, Gunung Tanggungan.
Pendahuluan
Gunung Tanggungan yang terletak di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah,
merupakan bagian dari bentang alam perbukitan yang menyimpan kekayaan hayati
yang belum banyak terekspos. Salah satu satwa yang menjadi ikon kebanggaan
sekaligus perhatian di kawasan ini adalah elang. Burung pemangsa ini tidak
hanya dikenal karena kegagahannya saat terbang tinggi membelah langit, tetapi
juga karena permintaannya sebagai indikator ekosistem yang sehat.
Elang sebagai predator puncak, memiliki peranan penting dalam
menjaga keseimbangan rantai makanan di habitat alaminya. Keberadaannya di
Gunung Tanggungan menandakan bahwa kawasan ini masih menyediakan kondisi
lingkungan yang cukup mendukung bagi kehidupan satwa liar. Namun, tekanan dari
aktivitas manusia seperti pembukaan lahan, perburuan liar, serta minimnya
kesadaran akan pentingnya konservasi satwa membuat populasi elang dan
keanekaragaman hayati lainnya berada dalam ancaman serius.
Pendokumentasian elang di Gunung Tanggungan menjadi penting, tidak
hanya untuk kepentingan ilmiah dan edukatif, tetapi juga untuk meningkatkan
kesadaran masyarakat akan pentingnya pelestarian satwa liar. Melalui tulisan
ini, penulis berupaya menghadirkan gambaran tentang gagahnya elang sebagai
simbol kekuatan alam sekaligus sebagai alarm ekologis yang harus dijaga
kelestariannya di Gunung Tanggungan.
Cagar Alam adalah tempat paling tertutup bagi alam, sebab cagar
alam berfungsi sebagai habitat untuk perlindungan keanekaragaman hayati serta
merupakan sistem penyangga kehidupan. Cagar Alam adalah sebuah kawasan di mana
makhluk hidup baik itu tumbuhan dan hewan hidup secara lestari. Keberadaannya
di kawasan hutan ini pun dilindungi oleh undangundang dari risiko bahaya
kepunahan. Kawasan suaka alam ini memiliki kekhasan sesuai dengan ekosistemnya.
Biasanya tumbuhan dan satwa dalam kawasan cagar merupakan asli daerah tersebut,
tidak didatangkan dari luar. Perkembangannya pun dibiarkan alami apa adanya.
Pengelola hanya memastikan hutan tersebut tidak diganggu oleh aktivitas manusia
yang menyebabkan kerusakan.6 Di Indonesia, cagar alam adalah bagian dari dari
kawasan konservasi (Kawasan Suaka Alam), maka kegiatan wisata atau kegiatan
lain yang bersifat komersial, tidak boleh dilakukan di dalam area cagar alam.[1]
Metode
1. Lokasi penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk
menunjang kegiatan spesialisasi yang berlokasi di Suaka Margasatwa Tunggangan,
Ds. Gamping, Jambeyan, Kec. Sambirejo, Kab. Sragen, Jawa Tengah.
2. Waktu dan alat penelitian
Kegiatan penelitian ini
dilaksanakan pada tanggal 13-16 Maret 2025. Alat yang digunakan dalam
penelitian terbagi menjadi tiga yaitu peralatan tim, peralatan pribadi, dan
peralatan materi. Peralatan tim terdiri dari kebutuhan masak dan tidur, untuk
peralatan pribadi terdiri dari pakaian ganti, alat tidur, jas hujan. Dan
teakhir alat materi terdiri dari buku tulis, Mc kinon, kompas, GPS, alat tulis.
3. Metode penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam artikel ini yaitu dengan cara metode deskriptif dan adanya observasi langsung ke lokasi kegiatan penelitian. Penelitian deskriptif biasa juga disebut sebagai penelitian praeksperimen, karena dalam penelitian ini, peneliti melakukan eksplorasi, menggambarkan, dengan tujuan untuk dapat menerangkan dan memprediksi terhadap suatu gejala yang berlaku atas dasar data yang diperoleh di lapangan.[2]
[1] Mumammad Aldino, “Tinjauan Yuridis Alih Fungsi Status Cagar Alam
Menjadi Taman Wisata Alam (Studi Kasus Danau Dusun Besar Provinsi Bengkulu”,
Universitas Muhammadiyah Bengkulu, hal 3-4.
[2] Abdul Rahmat, “Metodologi Penelitian Pendekatan Multidisipliner”,
Idealis Publishing, Gorontalo, Februari 2020, hal 5.
Analisis dan Pembahasan
Kajian Teori
Pengamatan satwa atau
wildlife observation adalah praktik mencatat keberadaan atau
kelimpahan spesies hewan di lokasi dan waktu tertentu. Pengamatan ini
dapat bertujuan untuk penelitian, rekreasi, atau pemantauan satwa
liar. Satwa liar adalah binatang/hewan bertulang belakang yang hidup
didalam ekosistem alam yang masih memiliki sifat-sifat yang sama dengan
tetuanya.[3]
Peralatan yang digunakan dalam pengamatan satwa yaitu:
a.
Alat tulis
b.
Teropong bonokular
c.
Sketsa satwa
d.
Buku panduan lapangan untuk identifikasi
e.
GPS
f.
Kamera digital
g.
Penggaris
h.
Kompas
i.
Meteran
j.
Jam tangan
Meskipun tidak
terdapat aturan baku yang secara tegas menetapkan kapan waktu terbaik untuk
melakukan pengamatan burung, namun berdasarkan pengalaman lapangan dan
kesepakatan tidak tertulis di kalangan pengamat burung, pagi dan sore hari
secara umum dianggap sebagai waktu yang paling ideal untuk melakukan aktivitas
ini. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah kondisi
cuaca yang cenderung lebih sejuk dan nyaman dibandingkan siang hari, sehingga
lebih mendukung baik bagi pengamat maupun bagi burung itu sendiri. Selain itu,
pada waktu-waktu tersebut burung diketahui berada dalam kondisi paling aktif;
di pagi hari, burung biasanya memulai aktivitas harian mereka dengan mencari
makan setelah beristirahat semalaman, sedangkan di sore hari, burung kembali
aktif menjelang malam, biasanya untuk mencari tempat bertengger atau kembali ke
sarang guna beristirahat. Pola aktivitas harian ini menjadikan pagi dan sore
hari sebagai momen yang tepat untuk mengamati berbagai perilaku alami burung,
mulai dari terbang, mencari makan, berinteraksi sosial, hingga kembali ke
tempat peristirahatan, sehingga informasi yang didapatkan dari pengamatan pun
menjadi lebih kaya dan representatif.
a.
Teknik dan Tujuan
Teknik pengamatan satwa yang digunakan yaitu teknik pengataman satwa
langgsung dan pengamatan satwa tidak langsung. Pengamatan satwa langsung adalah
pengamatan di lapangan dengan perjumpaan kontak secara langsung terhadap satwa.
Contohnya dengan melihat sendiri satwa yang dijadikan objek penelitian. Dan
pengamtan satwa tidak langsung adalah pengamatan satwa yang tidak bertemu satwa
secara langsung. Contohnya perjumpaan
melalui jelak kaki, cakaran, sarang, kotoran, dan suara. Tujuan Pengamatan
burung yaitu:
1)
Mengetahui dugaan populasi burung di kawasan
hutan.
2)
Mengetahui karakteristik habitat yang dapat
mempengaruhi kelangsungan dan keterancaman burung di alam.
3)
Sebagai dasar dalam pendugaan kualitas
lingkungan/habitat.
4)
Untuk mengetahui nilai kepadatan suatu jenis
individu yang berada dalam kawasan hutan.
b.
Metode
pengamatan burung
1)
Transec Line
Metode ini biasanya digunakan untuk sensus burung dan juga satwa liar. Garis transec merupakan suatu petak contoh di mana seorang pencatat berjalan sepanjang garis transek dan mencatat setiap jenis burung yang dilihat baik jumlah maupun jaraknya dengan pencatat Metode transec ini dapat sekaligus untuk mencatat data dan beberapa jenis burung.
25m
Pengamatan satwa di lokasi penelitian dilakukan dengan menggunakan metode
Line Transect, yang memungkinkan peneliti untuk mendokumentasikan
keberadaan berbagai jenis burung yang tampak sepanjang jalur pengamatan. Dari
sejumlah temuan tersebut, dilakukan proses identifikasi jenis burung dengan
mengamati secara cermat ciri-ciri morfologinya, seperti warna dan pola bulu,
bentuk serta ukuran paruh, hingga perilaku khas atau kebiasaan burung di
habitat alaminya. Proses identifikasi ini dibantu dengan merujuk pada buku
panduan lapangan tentang keanekaragaman burung, sehingga setiap spesies yang
diamati dapat dikenali dengan tingkat akurasi yang tinggi, sekaligus memberikan
gambaran yang lebih mendalam mengenai komposisi dan distribusi burung di area
penelitian tersebut.
2)
Konsentrasi
Dalam metode ini pengamat menentukan titik yang biasa dijumpai satwa,
kemudian pengamat harus mencatat berbagai hal terkait karakteristik dari satwa
yang diamati. Pengamatan dengan metode konsentrasi cocok dilakukan pada kawasan
konservasi dimana pengamatan ini hanya terfokus pada satu spesies hewan.
Dalam penelitian ini, objek yang diamati adalah seekor burung elang yang
berasal dari kawasan Gunung Tanggungan, Sragen. Berdasarkan hasil pengamatan,
burung elang tersebut mulai terbang pada pukul 08.12 WIB dan terus melayang di
udara hingga pukul 08.18 WIB, kemudian menghinggap di sebuah pohon untuk
beristirahat. Sekitar pukul 08.37 WIB, elang tersebut kembali terbang dan
berpindah ke pohon lain. Pola perilaku ini berlangsung secara berulang, di mana
burung elang tampak berganti-ganti tempat hinggap beberapa kali selama
pengamatan berlangsung. Menariknya, selama periode terbang tersebut, yang
berlangsung hingga pukul 11.47 WIB, burung elang tidak menunjukkan perilaku
mencari makan maupun aktivitas lainnya yang lazim dilakukan saat berburu. Hal
ini mengindikasikan bahwa penerbangan yang dilakukan lebih bersifat eksploratif
atau mungkin merupakan bagian dari pola terbang harian tanpa tujuan berburu
yang jelas.
Hasil penelitian
Target metode transec line, target ini berjalan dengan baik sesuai
dengan harapan, namun ketika pengaplikasian saya tidak menukan kijang dimana
target awal saya ingin menemui kijang, tapi saya berhasil merekam suara kijang
dimana kijang tersebut berjenis kelamin jantan. kami melakukan pengaplikasian
ini memliki target plot sejauh lebih dari 250 meter, dan kami di tempat pertama
sudah sesuai dengan target 300 meter, di tempat kedua kami diarahkan tempat
yang berbeda dan berjalan dengan baik tanpa ada kendala, ditempat kedua ini kami
berjalan sejauh 200 meter dan genap sudah target saya 500 meter di
pengaplikasian transec line.
Target metode konsentrasi, untuk metode ini saya mengambil tim 1
pendamping dan didampingi 2 orang dari BKSDA disini saya mengamati sarang dari
burung Elang Bido, dari hasil mengamati pada pukul 07.22 - 11.57 WIB Elang
aktivitasnya terbang dan nangkring di pohon. Semakin siang aktivitas elang
semakin menurun, ketika pagi elang kami banyak menemukan berterbangan. Kendala
di target ini adalah cuaca, yang seharusnya saya mengamati elang dri pagi
sampai sore tapi dikarenakan hujan maka hanya sampai pukul 14.00 WIB, selain
cuaca menjadi kendala kekurangan alat yang memadai atau kurang canggih di
binocular monocular dan kamera canggih itu juga menjadi kendala, karena satwa
yang kami temukan rata - rata jauh dri jangkauan mata kami terutama burung.
Kesimpulan
Pengamatan burung
elang di Gunung Tanggungan menunjukkan bahwa kawasan ini masih mendukung
keberadaan satwa liar, khususnya elang sebagai predator puncak. Aktivitas elang
yang terpantau aktif terbang dan berpindah tempat tanpa perilaku berburu
menunjukkan pola perilaku alami yang perlu dikaji lebih lanjut. Keberadaan
elang menandakan pentingnya kawasan ini untuk tetap dijaga dari ancaman
aktivitas manusia. Penelitian ini juga menjadi langkah awal dalam upaya
konservasi dan edukasi mengenai pentingnya menjaga kelestarian satwa dan
habitat alaminya.
Daftar Pustaka
Aldino Mumammad, “Tinjauan Yuridis Alih Fungsi
Status Cagar Alam Menjadi Taman Wisata Alam (Studi Kasus Danau Dusun Besar
Provinsi Bengkulu”, Universitas Muhammadiyah Bengkulu.
Rahmat Abdul, “Metodologi Penelitian Pendekatan
Multidisipliner”, Idealis Publishing, Gorontalo, Februari 2020.
Sari Ika Lasmita, Churina Shobcha Syadha, Dewi Zulaikah, “PLPM (Perlindunga Lingkungan dan Pengabdian Masyarakat)”, Cv. Nata Karya, Ponorogo, 2022.
Lampiran
A. Dokumentasi Kegiatan
Upacara Pemberangkatan |
Foto Bersama Pemberangkatan |
Pengambilan data |
Pengambilan data |
Pengambilan Data |
Pengambilan Data |
Perjalanan ke Lokasi Pengataman |
Foto Bersama |
B. Hasil Penemuan Data
Burung Elang |
Burung Tengkek Urang |
Burung Kutilang Emas |
Burung Kutilang biasa |
Burung Tengkek Buto |
Kumbang |
Laba-laba |
Burung Elang Sikep Madu Asia |
Kluwing |
|
C. Hasil Pengolahan Data
[1] Mumammad Aldino, “Tinjauan Yuridis Alih Fungsi Status Cagar Alam
Menjadi Taman Wisata Alam (Studi Kasus Danau Dusun Besar Provinsi Bengkulu”,
Universitas Muhammadiyah Bengkulu, hal 3-4.
[2] Abdul Rahmat, “Metodologi Penelitian Pendekatan Multidisipliner”,
Idealis Publishing, Gorontalo, Februari 2020, hal 5.
[3] Ika Lasmita Sari, Churina Shobcha
Syadha, Dewi Zulaikah, “PLPM (Perlindunga Lingkungan dan Pengabdian
Masyarakat)”, Cv. Nata Karya, Ponorogo, 2022, hal 69.
No comments:
Post a Comment