Tuesday, July 22, 2025

GAGAHNYA ELANG DI GUNUNG TANGGUNGAN SRAGEN JAWA TENGAH

 

GAGAHNYA ELANG DI GUNUNG TANGGUNGAN SRAGEN JAWA TENGAH

Laili Azka Ajrin. N, Feryza Kumala N., Risma Nur Fitasari, Hayyin Maghfiroh, Karennia Wahdah

Liliazka15@gmail.com, kumalasariratna29@gmail.com, nurfitasari774@gmail.com, hayyinma46@gmail.com, karenniaa16@gmail.com

 

Abstract: Mount Tanggungan in Sragen Regency, Central Java, is one of the hilly areas that has quite high biodiversity, including the presence of eagles as top predators in the food chain. This research or observation aims to reveal the charm and ecological role of eagles that inhabit the Mount Tanggungan area. With the approach of field observation, visual documentation, and interviews with local residents and bird watchers, this study shows that eagles are not only a symbol of the majesty of lying nature, but also an indicator of the health of the local ecosystem. The presence of eagles in this area is a special attraction both in terms of conservation and sustainable nature tourism potential. The results of this study are expected to encourage habitat conservation efforts and increase public awareness of the importance of preserving wildlife in the Mount Tanggungan area.

Keywords: Animal Observation, Eagles, Mount Tanggungan.

Abstrak : Gunung Tanggungan di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, merupakan salah satu kawasan perbukitan yang memiliki keanekaragaman hayati yang cukup tinggi, termasuk keberadaan elang sebagai predator puncak dalam rantai makanan. Penelitian atau pengamatan ini bertujuan untuk mengungkap pesona serta ekologis perans elang yang menghuni wilayah Gunung Tanggungan. Dengan pendekatan observasi lapangan, dokumentasi visual, serta wawancara dengan warga sekitar dan pengamat burung, penelitian ini menunjukkan bahwa elang tidak hanya menjadi simbol kegagahan alam pembohong, tetapi juga indikator kesehatan ekosistem setempat. Keberadaan elang di kawasan ini menjadi daya tarik tersendiri baik dari sisi konservasi maupun potensi wisata alam yang berkelanjutan. Hasil kajian ini diharapkan dapat mendorong upaya pelestarian habitat serta meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya menjaga kelestarian satwa liar di kawasan Gunung Tanggungan.

Kata kunci : Pengamatan Satwa, Burung Elang, Gunung Tanggungan.

Pendahuluan

Gunung Tanggungan yang terletak di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, merupakan bagian dari bentang alam perbukitan yang menyimpan kekayaan hayati yang belum banyak terekspos. Salah satu satwa yang menjadi ikon kebanggaan sekaligus perhatian di kawasan ini adalah elang. Burung pemangsa ini tidak hanya dikenal karena kegagahannya saat terbang tinggi membelah langit, tetapi juga karena permintaannya sebagai indikator ekosistem yang sehat.

Elang sebagai predator puncak, memiliki peranan penting dalam menjaga keseimbangan rantai makanan di habitat alaminya. Keberadaannya di Gunung Tanggungan menandakan bahwa kawasan ini masih menyediakan kondisi lingkungan yang cukup mendukung bagi kehidupan satwa liar. Namun, tekanan dari aktivitas manusia seperti pembukaan lahan, perburuan liar, serta minimnya kesadaran akan pentingnya konservasi satwa membuat populasi elang dan keanekaragaman hayati lainnya berada dalam ancaman serius.

Pendokumentasian elang di Gunung Tanggungan menjadi penting, tidak hanya untuk kepentingan ilmiah dan edukatif, tetapi juga untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pelestarian satwa liar. Melalui tulisan ini, penulis berupaya menghadirkan gambaran tentang gagahnya elang sebagai simbol kekuatan alam sekaligus sebagai alarm ekologis yang harus dijaga kelestariannya di Gunung Tanggungan.

Cagar Alam adalah tempat paling tertutup bagi alam, sebab cagar alam berfungsi sebagai habitat untuk perlindungan keanekaragaman hayati serta merupakan sistem penyangga kehidupan. Cagar Alam adalah sebuah kawasan di mana makhluk hidup baik itu tumbuhan dan hewan hidup secara lestari. Keberadaannya di kawasan hutan ini pun dilindungi oleh undangundang dari risiko bahaya kepunahan. Kawasan suaka alam ini memiliki kekhasan sesuai dengan ekosistemnya. Biasanya tumbuhan dan satwa dalam kawasan cagar merupakan asli daerah tersebut, tidak didatangkan dari luar. Perkembangannya pun dibiarkan alami apa adanya. Pengelola hanya memastikan hutan tersebut tidak diganggu oleh aktivitas manusia yang menyebabkan kerusakan.6 Di Indonesia, cagar alam adalah bagian dari dari kawasan konservasi (Kawasan Suaka Alam), maka kegiatan wisata atau kegiatan lain yang bersifat komersial, tidak boleh dilakukan di dalam area cagar alam.[1]

Metode

1.     Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk menunjang kegiatan spesialisasi yang berlokasi di Suaka Margasatwa Tunggangan, Ds. Gamping, Jambeyan, Kec. Sambirejo, Kab. Sragen, Jawa Tengah.

2.     Waktu dan alat penelitian

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 13-16 Maret 2025. Alat yang digunakan dalam penelitian terbagi menjadi tiga yaitu peralatan tim, peralatan pribadi, dan peralatan materi. Peralatan tim terdiri dari kebutuhan masak dan tidur, untuk peralatan pribadi terdiri dari pakaian ganti, alat tidur, jas hujan. Dan teakhir alat materi terdiri dari buku tulis, Mc kinon, kompas, GPS, alat tulis.

3.     Metode penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam artikel ini yaitu dengan cara metode deskriptif dan adanya observasi langsung ke lokasi kegiatan penelitian. Penelitian deskriptif biasa juga disebut sebagai penelitian praeksperimen, karena dalam penelitian ini, peneliti melakukan eksplorasi, menggambarkan, dengan tujuan untuk dapat menerangkan dan memprediksi terhadap suatu gejala yang berlaku atas dasar data yang diperoleh di lapangan.[2]


[1] Mumammad Aldino, “Tinjauan Yuridis Alih Fungsi Status Cagar Alam Menjadi Taman Wisata Alam (Studi Kasus Danau Dusun Besar Provinsi Bengkulu”, Universitas Muhammadiyah Bengkulu, hal 3-4.

[2] Abdul Rahmat, “Metodologi Penelitian Pendekatan Multidisipliner”, Idealis Publishing, Gorontalo, Februari 2020, hal 5.

Analisis dan Pembahasan

Kajian Teori

Pengamatan satwa atau wildlife observation adalah praktik mencatat keberadaan atau kelimpahan spesies hewan di lokasi dan waktu tertentu. Pengamatan ini dapat bertujuan untuk penelitian, rekreasi, atau pemantauan satwa liar. Satwa liar adalah binatang/hewan bertulang belakang yang hidup didalam ekosistem alam yang masih memiliki sifat-sifat yang sama dengan tetuanya.[3] Peralatan yang digunakan dalam pengamatan satwa yaitu:

a.     Alat tulis

b.     Teropong bonokular

c.     Sketsa satwa

d.     Buku panduan lapangan untuk identifikasi

e.     GPS

f.      Kamera digital

g.     Penggaris

h.     Kompas

i.      Meteran

j.      Jam tangan

Meskipun tidak terdapat aturan baku yang secara tegas menetapkan kapan waktu terbaik untuk melakukan pengamatan burung, namun berdasarkan pengalaman lapangan dan kesepakatan tidak tertulis di kalangan pengamat burung, pagi dan sore hari secara umum dianggap sebagai waktu yang paling ideal untuk melakukan aktivitas ini. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah kondisi cuaca yang cenderung lebih sejuk dan nyaman dibandingkan siang hari, sehingga lebih mendukung baik bagi pengamat maupun bagi burung itu sendiri. Selain itu, pada waktu-waktu tersebut burung diketahui berada dalam kondisi paling aktif; di pagi hari, burung biasanya memulai aktivitas harian mereka dengan mencari makan setelah beristirahat semalaman, sedangkan di sore hari, burung kembali aktif menjelang malam, biasanya untuk mencari tempat bertengger atau kembali ke sarang guna beristirahat. Pola aktivitas harian ini menjadikan pagi dan sore hari sebagai momen yang tepat untuk mengamati berbagai perilaku alami burung, mulai dari terbang, mencari makan, berinteraksi sosial, hingga kembali ke tempat peristirahatan, sehingga informasi yang didapatkan dari pengamatan pun menjadi lebih kaya dan representatif.

a.     Teknik dan Tujuan

Teknik pengamatan satwa yang digunakan yaitu teknik pengataman satwa langgsung dan pengamatan satwa tidak langsung. Pengamatan satwa langsung adalah pengamatan di lapangan dengan perjumpaan kontak secara langsung terhadap satwa. Contohnya dengan melihat sendiri satwa yang dijadikan objek penelitian. Dan pengamtan satwa tidak langsung adalah pengamatan satwa yang tidak bertemu satwa secara langsung.  Contohnya perjumpaan melalui jelak kaki, cakaran, sarang, kotoran, dan suara. Tujuan Pengamatan burung yaitu:

1)    Mengetahui dugaan populasi burung di kawasan hutan.

2)    Mengetahui karakteristik habitat yang dapat mempengaruhi kelangsungan dan keterancaman burung di alam.

3)    Sebagai dasar dalam pendugaan kualitas lingkungan/habitat.

4)    Untuk mengetahui nilai kepadatan suatu jenis individu yang berada dalam kawasan hutan.

b.     Metode pengamatan burung

1)    Transec Line

Metode ini biasanya digunakan untuk sensus burung dan juga satwa liar. Garis transec merupakan suatu petak contoh di mana seorang pencatat berjalan sepanjang garis transek dan mencatat setiap jenis burung yang dilihat baik jumlah maupun jaraknya dengan pencatat Metode transec ini dapat sekaligus untuk mencatat data dan beberapa jenis burung.

25m

Pengamatan satwa di lokasi penelitian dilakukan dengan menggunakan metode Line Transect, yang memungkinkan peneliti untuk mendokumentasikan keberadaan berbagai jenis burung yang tampak sepanjang jalur pengamatan. Dari sejumlah temuan tersebut, dilakukan proses identifikasi jenis burung dengan mengamati secara cermat ciri-ciri morfologinya, seperti warna dan pola bulu, bentuk serta ukuran paruh, hingga perilaku khas atau kebiasaan burung di habitat alaminya. Proses identifikasi ini dibantu dengan merujuk pada buku panduan lapangan tentang keanekaragaman burung, sehingga setiap spesies yang diamati dapat dikenali dengan tingkat akurasi yang tinggi, sekaligus memberikan gambaran yang lebih mendalam mengenai komposisi dan distribusi burung di area penelitian tersebut.

2)    Konsentrasi

Dalam metode ini pengamat menentukan titik yang biasa dijumpai satwa, kemudian pengamat harus mencatat berbagai hal terkait karakteristik dari satwa yang diamati. Pengamatan dengan metode konsentrasi cocok dilakukan pada kawasan konservasi dimana pengamatan ini hanya terfokus pada satu spesies hewan.

Dalam penelitian ini, objek yang diamati adalah seekor burung elang yang berasal dari kawasan Gunung Tanggungan, Sragen. Berdasarkan hasil pengamatan, burung elang tersebut mulai terbang pada pukul 08.12 WIB dan terus melayang di udara hingga pukul 08.18 WIB, kemudian menghinggap di sebuah pohon untuk beristirahat. Sekitar pukul 08.37 WIB, elang tersebut kembali terbang dan berpindah ke pohon lain. Pola perilaku ini berlangsung secara berulang, di mana burung elang tampak berganti-ganti tempat hinggap beberapa kali selama pengamatan berlangsung. Menariknya, selama periode terbang tersebut, yang berlangsung hingga pukul 11.47 WIB, burung elang tidak menunjukkan perilaku mencari makan maupun aktivitas lainnya yang lazim dilakukan saat berburu. Hal ini mengindikasikan bahwa penerbangan yang dilakukan lebih bersifat eksploratif atau mungkin merupakan bagian dari pola terbang harian tanpa tujuan berburu yang jelas.

Hasil penelitian

Target metode transec line, target ini berjalan dengan baik sesuai dengan harapan, namun ketika pengaplikasian saya tidak menukan kijang dimana target awal saya ingin menemui kijang, tapi saya berhasil merekam suara kijang dimana kijang tersebut berjenis kelamin jantan. kami melakukan pengaplikasian ini memliki target plot sejauh lebih dari 250 meter, dan kami di tempat pertama sudah sesuai dengan target 300 meter, di tempat kedua kami diarahkan tempat yang berbeda dan berjalan dengan baik tanpa ada kendala, ditempat kedua ini kami berjalan sejauh 200 meter dan genap sudah target saya 500 meter di pengaplikasian transec line.

Target metode konsentrasi, untuk metode ini saya mengambil tim 1 pendamping dan didampingi 2 orang dari BKSDA disini saya mengamati sarang dari burung Elang Bido, dari hasil mengamati pada pukul 07.22 - 11.57 WIB Elang aktivitasnya terbang dan nangkring di pohon. Semakin siang aktivitas elang semakin menurun, ketika pagi elang kami banyak menemukan berterbangan. Kendala di target ini adalah cuaca, yang seharusnya saya mengamati elang dri pagi sampai sore tapi dikarenakan hujan maka hanya sampai pukul 14.00 WIB, selain cuaca menjadi kendala kekurangan alat yang memadai atau kurang canggih di binocular monocular dan kamera canggih itu juga menjadi kendala, karena satwa yang kami temukan rata - rata jauh dri jangkauan mata kami terutama burung.

Kesimpulan

Pengamatan burung elang di Gunung Tanggungan menunjukkan bahwa kawasan ini masih mendukung keberadaan satwa liar, khususnya elang sebagai predator puncak. Aktivitas elang yang terpantau aktif terbang dan berpindah tempat tanpa perilaku berburu menunjukkan pola perilaku alami yang perlu dikaji lebih lanjut. Keberadaan elang menandakan pentingnya kawasan ini untuk tetap dijaga dari ancaman aktivitas manusia. Penelitian ini juga menjadi langkah awal dalam upaya konservasi dan edukasi mengenai pentingnya menjaga kelestarian satwa dan habitat alaminya.

Daftar Pustaka

Aldino Mumammad, “Tinjauan Yuridis Alih Fungsi Status Cagar Alam Menjadi Taman Wisata Alam (Studi Kasus Danau Dusun Besar Provinsi Bengkulu”, Universitas Muhammadiyah Bengkulu.

Rahmat Abdul, “Metodologi Penelitian Pendekatan Multidisipliner”, Idealis Publishing, Gorontalo, Februari 2020.

Sari Ika Lasmita, Churina Shobcha Syadha, Dewi Zulaikah, “PLPM (Perlindunga Lingkungan dan Pengabdian Masyarakat)”, Cv. Nata Karya, Ponorogo, 2022.


Lampiran

A.    Dokumentasi Kegiatan

20250313_115039

Upacara Pemberangkatan

20250313_120049


Foto Bersama Pemberangkatan

IMG20250314174054

Pengambilan data

IMG20250314173854

Pengambilan data

IMG-20250314-WA0023

Pengambilan Data

IMG-20250314-WA0039

Pengambilan Data

IMG20250314173006

Perjalanan ke Lokasi Pengataman

IMG20250316080910

Foto Bersama


B.    Hasil Penemuan Data

Burung Elang

IMG-20250314-WA0028

Burung Tengkek Urang


Burung Kutilang Emas

IMG-20250314-WA0018

Burung Kutilang biasa

Burung Tengkek Buto

20250315_065336

Kumbang

IMG_20250315_100430

Laba-laba

IMG20250314170101

Burung Elang Sikep Madu Asia

IMG20250314173204

Kluwing

 


C.    Hasil Pengolahan Data

 



[1] Mumammad Aldino, “Tinjauan Yuridis Alih Fungsi Status Cagar Alam Menjadi Taman Wisata Alam (Studi Kasus Danau Dusun Besar Provinsi Bengkulu”, Universitas Muhammadiyah Bengkulu, hal 3-4.

[2] Abdul Rahmat, “Metodologi Penelitian Pendekatan Multidisipliner”, Idealis Publishing, Gorontalo, Februari 2020, hal 5.

[3] Ika Lasmita Sari, Churina Shobcha Syadha, Dewi Zulaikah, “PLPM (Perlindunga Lingkungan dan Pengabdian Masyarakat)”, Cv. Nata Karya, Ponorogo, 2022, hal 69.

No comments:

Post a Comment