Thursday, October 31, 2024

KEANEKARAGAMAN FLORA CAGAR ALAM DONOLOYO, YANG DIBALUT TRADISI NYADRAN

 

KEANEKARAGAMAN FLORA CAGAR ALAM DONOLOYO,

YANG DIBALUT TRADISI NYADRAN

Yuyun Badriyah Wahyumi 1

Institut Agama Islam Negeri Ponorogo

1yuyunbadriyah81@gmail.com

ABSTRAK

Cagar Alam Donoloyo, sebuah kawasan lindung yang kaya akan keanekaragaman flora, menjadi latar belakang dari tradisi Nyadran yang unik. Tradisi Nyadran di Cagar Alam Donoloyo merupakan perpaduan unik antara nilai-nilai budaya dan ekologis. Tradisi ini tidak hanya menjadi momen untuk menghormati leluhur, tetapi juga menjadi refleksi dari hubungan harmonis antara manusia dan alam. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keanekaragaman flora di kawasan tersebut, serta menganalisis bagaimana tradisi Nyadran berkontribusi dalam pelestariannya. Metode yang digunakan meliputi observasi dan wawancara dengan masyarakat setempat. Hasil penelitian meenunjukkan bahwa Cagar Alam Donoloyo memiliki kekayaan flora yang tinggi, dengan berbagai jenis tumbuhan endemik dan langka. Tradisi Nyadran, yang melibatkan berbagai ritual dan kegiatan yang berhubungan dengan alam, telah membentuk pandangan masyarakat tentang pentingnya menjaga kelestarian lingkungan. Nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung dalam tradisi ini telah menjadi warisan turun-temurun yang berperan dalam menjaga keseimbangan ekosistem di Cagar Alam Donoloyo.

Kata Kunci : Alam, Cagar, Donoloyo, Nyadran, Tradisi.

ABSTRACK

Donoloyo Nature Reserve, a protected area rich in flora diversity, is the backdrop for a unique Nyadran tradition. The Nyadran tradition in Donoloyo Nature Reserve is a unique blend of cultural and ecological values. This tradition is not only a moment to honor ancestors, but also a reflection of the harmonious relationship between humans and nature. This research aims to describe the flora diversity in the area, and analyze how the Nyadran tradition contributes to its conservation. The methods used include observation and interviews with local communities. The results showed that Donoloyo Nature Reserve has high flora richness, with various endemic and rare plant species. The Nyadran tradition, which involves various rituals and activities related to nature, has shaped people's views on the importance of preserving the environment. The values of local wisdom contained in this tradition have become a hereditary legacy that plays a role in maintaining the balance of the ecosystem in Donoloyo Nature Reserve.

Keyword: Nature, Reserve, Donoloyo, Nyadran, Tradition.

A.    PENDAHULUAN

Salah satu kawasan hutan yang masih terjaga kelestariannya adalah cagar alam Donoloyo. Cagar alam Donoloyo masih asri dan sejuk dengan pohon-pohon yang berusia ratusan tahun dan masih tinggi. Cagar alam Donoloyo memiliki luas 8,3 Ha dan terletak di Desa Watusomo, Kecamatan Slogohimo, Kabupaten Wonogiri. Cagar alam Donoloyo berada di bawah pengelolaan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Tengah. Kawasan cagar alam ini dikelilingi hutan produksi yang dikelola oleh Perhutani. Cagar alam Donoloyo menarik untuk dikaji karena mampu bertahan ditengah-tengah isu kerusakan hutan.

Cagar alam Donoloyo yang tidak mengalami perubahan ekologi masuk dalam konsep continuity and change, keberlanjutan dan perubahan,[1] Faktor keberlanjutan menyebabkan cagar alam dipandang unik oleh masyarakat. Keunikan ini akan mempengaruhi nilai-nilai yang terbangun di dalamnya baik secara vertikal maupun horizontal. Keunikan ruang tidak lepas dari hubungan antara tiga unsur yaitu ruang, aktifitas, dan sistem nilai.[2] Sistem nilai ruang terbentuk dari perwujudan nilai-nilai ruang yang dipahami oleh masyarakat.[3] nilai ruang terbentukdari interaksi antara tempat, pelaku, dan aktivitas yang ada di dalamnya.[4] kearifan lokal mempunyai hubungan timbal balik dengan budaya.[5]

Cagar alam Donoloyo memiliki nilai spiritual tinggi dan dianggap keramat oleh masyarakat setempat. Terkait dengan kekeramatan hutan, masyarakat sekitar tidak ada yang berani melakukan hal yang buruk di dalam hutan termasuk mengambil kayu dari hutan. Masyarakat mempercayai bahwa pohon jati di Cagar Alam Donoloyo bertuah dan memiliki keistimewaan, sehingga apabila digunakan untuk hal buruk, maka hal tersebut akan kembali kepada mereka. Sedangkan apabila melakukan suatu doa permohonan untuk kebaikan, maka doa tersebut akan terkabul. Punden Donoloyo yang merupakan tunggak pohon Jati Cempurung merupakan bangunan nyata yang merupakan pusat kegiatan spiritual. Punden Donoloyo memiliki keistimewaan tersendiri karena atas permintaan para walisongo, kayunya digunakan sebagai tiang utama masjid Demak sedangkan pangkal pohon digunakan sebagai petilasan/punden. Kegiatan yang dilakukan adalah kegiatan permohonan maupun perwujudan rasa syukur melalui ritual nyadran. Ritual nyadran merupakan bentuk hubungan manusia dengan Tuhannya. Keberadaan ini telah diakui oleh masyarakat lokal. Setiap orang memahami dan menghormati kawasan ini dengan pemahaman yang religius. Perasaan sensual yang dirasakan masyarakat adalah keteduhan, kesejukan, dan ketenangan batin.

Donoloyo terdiri dari kata Dana dan Laya. Dalam bahasa sansekerta, Dana berarti weweh (memberi) sedangkan Laya berarti pati (kematian), secara harfiah berarti berpasrah hidup mati kepada Gusti Allah. Punden Donoloyo adalah tempat berpasrah kepada Sang Pencipta. Punden Donoloyo digunakan masyarakat sebagai tempat memohon dan berserah diri atas segala hajat yang ingin dicapainya. Sarana memohon melalui tirakat yang dilakukan di punden di hari-hari tertentu, khususnya hari Jumat Pon (kalender jawa).[6]

Ekologi lingkungan dalam kawasan cagar alam Donoloyo ditunjukkan melalui keseimbangan fisik dan non fisik. Keseimbangan fisik dibuktikan melalui terjaganya kelestarian alam cagar alam Donoloyo. Pohon-pohon jati yang berumur ratusan tahun masih terjaga kelestariannya sampai saat ini. Kelestarian alam ini memberi dampak terhadap lingkungan sekitar yaitu menghindarkan dari bencana banjir maupun kekeringan. Masyarakat memanfaatkan cagar alam Donoloyo sebagai pengatur iklim mikro yang memberikan kesejukan bagi daerah di sekitarnya. Cagar alam Donoloyo juga berperan sebagai tempat bernaung beberapa satwa berupa beberapa jenis burung dan reptil.

Kegiatan yang mencerminkan nilai sosial budaya terlihat dari ritual nyadran. Ritual nyadran merupakan bentuk rasa syukur atas tercapainya hajat yang diinginkan. Ritual nyadran merupakan sarana bersosialisasi antar masyarakat yang dibalut kegiatan budaya. Proses persiapan ritual nyadran sampai selesai menuntut kerja sama antar masyarakat. dalam ritual nyadran, selain kegiatan berdoa, juga dilakukan kegiatan berkumpul dan makan bersama berupa kegiatan kenduri.

Masyarakat desa menyiapkan makanan dengan menyembelih hewan kurban dan memasaknya. Kemudian saat acara kenduri, masyarakat membagi-bagikan makanan kepada pengunjung yang datang ke kawasan cagar alam.

B.     METODE

1.      Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk menunjang kegiatan Spesialisasi yang berlokasi di Dusun Watusomo, Desa Watusomo, Kec. Slogohimo, Kab. Wonogiri Cagar Alam Donoloyo.

2.      Waktu dan Alat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 6 September hingga 8 September 2024. Alat yang digunakan dalam penelitian yaitu tali rapia, kompas, meteran pita, roll meter, meteran tukang, pasak, sesek bamboo dan alat tulis.

3.      Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam artikel ini yaitu dengan cara observasi dan wawancara. Penelitian dilakukan dengan cara pengambilan data flora di kawasan cagar alam donoloyo. Data juga didapatkan melalui wawancara dengan juru kunci serta masyarakat setempat.

C.    ANALISIS DAN PEMBAHASAN

1.      Kajian Teori

a.       Analisa Vegetasi

Vegetasi merupakan sekumpulan tumbuh-tumbuhan yang terdiri dari berbagai spesies yang hidup bersama pada suatu tempat dan saling berinteraksi dengan sesama spesies lain.

Analisa Vegetasi merupakan cara mempelajari susunan (komposisi) dari jarak dan bentuk (struktur) vegetasi. Analisa Vegetasi akan menduga kerapatan tumbuhan dalam hutan. Luas kawasan yang ditumbuhi pohon serta mengetahui seberapa penting peran tumbuhan jenis tertentu dalam ekosistem.

1)      Parameter Analisa Vegetasi

a)      Kerapatan

Banyaknya (abudance) merupakan jumlah individu dari suatu jenis pohon dan tumbuhan lain yang besarnya dapat dihitung. Dapat dikatakan satu jenis tumbuhan yang bisa dihitung.

b)      Dominasi

Dominasi dapat diartikan sebagai penguasaan suatu jenis terhadap jenis lain, sehingga dominasi dapat dinyatakan dalam besaran:

(1)   Banyak individu dan kerapatan,

Banyak individu merujuk pada jumlah total organisme (tumbuhan) dari suatu spesies tertentu yang ditemukan dalam suatu area pengamatan atau plot.

(2)   Persen penentuan dan luas bidang daerah (LBD)/ basal area (BA)

Luas bidang datar (LBD) digunakan untuk mengukur dominasi suatu jenis tumbuhan dalam suatu plot atau petak penelitian.

(3)   Volume,

Volume mengacu pada ukuran ruang yang ditempati oleh suatu makhluk hidup.

(4)   Biomasa;

Biomassa adalah bahan organic terbarukan yang berasal dari tumbuhan dan hewan.

(5)   Indek nilai penting.

Indek Nilai Penting merupakan gambaran lengkap mengenai karakter sosiologi dalam komunitas.

Kebanyakan praktek penentuan dominasi menggunakan LBD (luas bidang dasar) dengan melakukan pengukuran diameter atau keliling ada ketinggian setinggi dada atau kurang lebih 1,3 meter.

c)      Frekuensi

Frekuensi merupakan pengukuran uniformitas terdapatnya suatu Jenis Frekuensi memberikan gambaran bagaimana pola penyebaran suatu jenis, apakah menyebar keseluruh kawasan atau mengelompok.

d)     Indek Nilai Penting (Importance Value Index/IVI)

Indek Nilai Penting merupakan gambaran lengkap mengenai karakter sosiologi dalam komunitas. Nilainya dapat diperoleh dari menjumlahkan nilai kerapatan relatif dominasi dan frekuensi sehingga jumlah maksimalnya 300%.

2)      Tujuan Analisa Vegetasi

Untuk mengetahui kerapatan tumbuhan, luas kawasan, dan mengetahui jenis tumbuhan yang ada dilokasi sekitar.

3)      Kriteria Analisa Vegetasi

a)      Mencari lokasi tempat yang cukup dasar untuk memudahkan peneliti dalam pembuatan plot.

b)      Lokasi/ tempat penelitian masih terdapat tumbuhan yang tumbuh disekiar area.

b.      Pengukuran Analisa Vegetasi

1)      Metode petak Ganda

Pada cara ini prinsipnya adalah untuk mengatasi kelemahan metode petak tunggal. Petak tunggal ini dipecah menjadi satuan lebih kecil yang diletakkan pada perwakilan lokasi dari daerah pengamatan. Peletakkan bisa dilakukan acak penuh berdasarkan karvak peta penelitian, atau berdasarkan stratifikasi lapangan, misal: beberapa diletakkan di bagian bawah, tengah dan tinggi jika daerah telitian berupa hutan pegunungan.

Metode ini dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

Langkah pembuatan plot:

a)        Buat garis kompas

b)        Buat petak ukuran berikut untuk masing kriteria tegakan :

(1)      Seedling (A)                             : 2 x 2 m2

(2)      Sapling (B)                               : 5 x 5 m2

(3)      Poles (C)                                   : 10 x 10 m2

(4)      Dominan/pohon (D)                 : 20 x 20 m2

c)        Catat semua nama pohon (meski jenisnya sama) yang terdapat pada setiap petak sesuai dengan kriteria.

d)       Untuk pohon dan poles catat diameter/kelilingnya, untuk seedling dan saling catat diameter tajuk/kanopi.

Gambar 1. Plot metode petak ganda

2)      Metode kuadran (Point Quarter Method)

Metode kuadran adalah salah satu metode yang tidak menggunakan petak contoh (plotless) metode ini sangat baik untuk menduga komunitas yang berbentuk pohon, contohnya vegetasi hutan. Apabila diameter diameter tersebut lebih besar atau sama dengan 20 cm maka disebut pohon.

Metode kuadran ini merupakan metode plot less method, yang berarti Metode ini merupakan salah satu metode yang tidak memerlukan luas tempat pengambilan contoh atau suatu luas kuadrat tertentu. Oleh karena itu, bila dalam suatu kuadran dalam jarak yang dekat tidak terlihat adanya suatu vegetasi pohon, maka pencarian bisa diteruskan sejauh mungkin sampai ditemukan jenis pohon yang dimaksud, tetapi pohon tersebut masih berada di dalam daerah kuadran tersebut. Cara ini terdiri dari suatu seri titik-titik yang telah ditentukan di lapang, dengan letak bisa tersebar secara random atau merupakan garis lurus (berupa deretan titik-titik).

Umumnya dilakukan dengan susunan titik-titik berdasarkan garis lurus yang searah dengan mata angin (arah kompas). Titik pusat kuadran adalah titik yang membatasi garis transek setiap jarak 50 m. Dari keduaplot tersebut dapat diketahui ada spesies dominan seperti kayu seru karena jenis spesies tersebut terdapat hampir di setiap plot.

Gambar 2. Plot metode kuadran


Cara kerja :

a)      Tentukan titik pengamatan (plot).

b)      Buat garis silang tegak lurus sehingga terbagi dalam 4 kuadran.

c)      Pilih satu pohon yang terdekat dari titik pengamatan (plot) untuk masing-masing kuadran sesuai kriteria tegakan (pohon atau poles).

d)     Catat nama pohon, jarak dengan titik plot,  dan diameter.

3)      Herbarium

Herbarium adalah suatu koleksi spesimen tumbuhan yang diawetkan dan data terkait yang digunakan untuk penelitian ilmiah. Istilah ini dapat juga merujuk pada bangunan atau ruangan di mana spesimen-spesimen tersebut disimpan, atau pada lembaga ilmiah yang tidak hanya menyimpan namun menggunakannya untuk penelitian.

Spesimen-spesimen tersebut bisa berupa tumbuhan utuh atau bagian tumbuhan biasanya tumbuhan ini dalam bentuk kering yang dilekatkan pada selembar kertas, namun tergantung pada bahannya, dapat juga disimpan dalam kotak atau disimpan dalam alkohol atau bahan pengawet lainnya. Spesimen-spesimen dalam sebuah herbarium sering digunakan sebagai bahan referensi dalam menjelaskan takson tumbuhan, beberapa spesimen mungkin merupakan tipe.

2.      Hasil Penelitian

Kegiatan penelitian dilakukan untuk mengetahui vegetasi yang terdapat di wilayah Cagar Alam Donoloyo sekaligus mengeksplorasi flora yang terdapat didalamnya. Dalam Cagar Alam Donoloyo memiliki banyak sekali keanekaragaman flora yang belum banyak diketahui oleh orang umum. Hasil penelitian ini didapatkan berdasarkan penelitian yang dilakukan melalui pengambilan data dengan metode analisa vegetasi petak ganda, analisa vegetasi kuadran dan herbarium.

a)      Temuan Data Flora Cagar Alam Donoloyo

Dlospyros celebia

Fungsi sebagai obat tradisional

diabetes, sakit gigi.

Dalbergia latifolia

Fungsi sebagai bahan baku mebel dan furniture.

Piper Samentosum

Fungsi sebagai antioksidan dan antibakteri.

Artocarpus heterophyllus

Fungsi sebagai antioksidan dan

diabetes.

Pereskia Bleo

Fungsi sebagai menunda penuaan, antiinflamasi.

Chromolaena Odorata

Fungsi sebagai pegendali hama, bahan baku industri.

Buddleja davidii franch

Fungsi sebagai tanaman hias.

Terminalia Microcarpa

Fungsi sebagai obat penyakit

pencernaan, peradangan, kulit.

Murraya Panicarata

Fungsi sebagai anti bakteri dan antijamur.

Pereskia Bleo

Fungsi sebagai menunda penuaan, antiinflamasi.

Tacca Palmata

Fungsi sebagai obat pembengkakan,luka,dan jerawat.

Diplopterys Cabrerana

Fungsi sebagai obat depresi, dan

kecanduan.

Schleichera Oleosa

Fungsi sebagai anti mikroba dan pereda nyeri.

Tetrameles nudiflora

Fungsi sebagai pelindung tanah, dan penyerap karbon.

 

Selain temuan data diatas terdapat juga tanaman langka yang tersebunyi dibalik eksotisnya Cagar Alam Donoloyo diantaranya yaitu bunga anggrek Cempaka putih, Kuning, dan Merah. Bunga anggrek cempaka putih memiliki banyak fungsi diantaranya yaitu  sebagai minyak esensial yang diekstrak dari bunga-bunga ini banyak digunakan dalam aromaterapi. Selain digunakan dalam minyak esensial, Cempaka putih dapat berfungsi sebagai penyegar udara alami. Menanamnya di sekitar ruang tinggal atau kerja dapat menghasilkan lingkungan yang wangi secara alami. Bagi orang-orang yang ingin mengganti penyegar udara berbahan kimia dengan opsi yang lebih organik, Cempaka putih menawarkan alternatif yang berkelanjutan dan ramah kesehatan.

Cagar Alam Donoloyo juga menyimpan satu tanaman unik bernama pohon rengas keunikan pohon rengas terletak pada getahnya yang mengakibatkan kulit terasa seperti sedang terbakar, sementara itu efeknya dapat hilang dalam waktu seminggu. Cagar Alam Donoloyo memiliki pohon yang menjadi ciri khas wilayah tersebut yaitu pohon jati buto yang memiliki umur hingga ratusan tahun dengan keliling rata-rata pohon 200 cm bahkan lebih.

b)      Tradisi Nyadran

Cagar alam Donoloyo tidak lepas dari Legenda Donoloyo. Legenda Donoloyo merupakan cerita rakyat yang berisi tentang asal usul petilasan/punden Donoloyo. Legenda Donoloyo menceritakan kisah tentang keturunan Raja Majapahit yang meninggalkan wilayahnya saat keruntuhan Kerajaan Majapahit. Mereka adalah Ki Donosari, Nyi Donowati, dan kerabatnya Pangeran Meleng. Nyi Donowati dan Pangeran Meleng yang selanjutnya dipanggil Ki Ageng Meleng menikah dan tinggal di Desa Sukoboyo, sedangkan Ki Donosari melanjutkan perjalanan dan tinggal di Desa Watusomo. Ki Donosari menginginkan hutan jati dan memohon bantuan Ki Ageng Meleng. Akan tetapi Ki Ageng Meleng menolak permintaan Ki Donosari, sehingga Nyi Donowati menyuruh Ki Donosari membawa tongkat bambu wulung.

Tongkat tersebut secara diam-diam telah diisi tiga biji pohon jati oleh Nyi Donowati. Akhirya Ki Donosari pulang kembali ke desa Watusomo, dan diperjalanan dua biji pohon jati telah jatuh sehingga hanya satu biji tersisa dan ditanam di lahannya. Biji pohon jati tumbuh menjadi pohon jati yang besar dan dinamakan jati Cempurung. Jati Cempurung merupakan cikal bakal hutan jati. Pada masa itu, kerajaan Demak sedang membangun masjid agung dan Raden Patah memerintahkan Walisongo untuk mencari bahan tiang utama masjid. Walisongo mengetahui tentang hutan jati di desa Watusomo dan mengunjunginya. Sunan Giri, salah satu walisongo, akhirnya bertemu dengan Ki Donosari dan mengungkapkan maksudnya untuk mengambil pohon jati Cempurung. Ki Donosari menyanggupi keinginan Sunan Giri dengan tiga prasyarat yaitu agar dijauhkan dari wabah penyakit, dijauhkan dari ajang perang dan dicukupkan sandang pangan bagi warga sekitar hutan. Sunan Giri menyetujui permintaan Ki Donosari dan bersabda bahwa nama Ki Donosari diubah menjadi Ki Ageng Donoloyo dan hutan jati disesuaikan dengan nama Ki Ageng menjadi hutan Donoloyo. Sementara itu, tunggak jati Cempurung digunakan sebagai petilasan. Sampai saat ini, legenda Donoloyo masih dipercayai oleh masyarakat sekitar hutan. Masyarakat mempercayainya karena terdapat bukti fisik yang memperkuat cerita tersebut. Masyarakat juga menghormati keberadaan Punden Donoloyo meskipun telah berganti era modern.

Punden Donoloyo yang merupakan tunggak pohon Jati Cempurung merupakan bangunan nyata yang merupakan pusat kegiatan spiritual. Punden Donoloyo memiliki keistimewaan tersendiri karena atas permintaan para walisongo, kayunya digunakan sebagai tiang utama masjid Demak sedangkan pangkal pohon digunakan sebagai petilasan/punden. Kegiatan yang dilakukan adalah kegiatan permohonan maupun perwujudan rasa syukur melalui ritual nyadran. Ritual nyadran merupakan bentuk hubungan manusia dengan Tuhannya. Keberadaan ini telah diakui oleh masyarakat lokal. Setiap orang memahami dan menghormati kawasan ini dengan pemahaman yang religius. Perasaan sensual yang dirasakan masyarakat adalah keteduhan, kesejukan, dan ketenangan batin.

Nilai ruang spiritual juga terlihat dari penamaan kawasan. Donoloyo terdiri dari kata Dana dan Laya. Dalam bahasa sansekerta, Dana berarti weweh (memberi) sedangkan Laya berarti pati (kematian), secara harfiah berarti berpasrah hidup mati kepada Gusti Allah. Punden Donoloyo adalah tempat berpasrah kepada Sang Pencipta. Punden Donoloyo digunakan masyarakat sebagai tempat memohon dan berserah diri atas segala hajat yang ingin dicapainya. Sarana memohon melalui tirakat yang dilakukan di punden di hari-hari tertentu, khususnya hari Jumat Pon (kalender jawa). Hari Jumat dianggap sebagai hari baik sehingga permohonan akan dikabulkan oleh Yang Maha Kuasa. Setelah permohonannya terwujud, maka sebagai bentuk rasa syukur masyarakat menggelar acara nyadran.

Kegiatan yang mencerminkan nilai sosial budaya terlihat dari ritual nyadran. Ritual nyadran merupakan bentuk rasa syukur atas tercapainya hajat yang diinginkan. Ritual nyadran merupakan sarana bersosialisasi antar masyarakat yang dibalut kegiatan budaya. Proses persiapan ritual nyadran sampai selesai menuntut kerja sama antar masyarakat. dalam ritual nyadran, selain kegiatan berdoa, juga dilakukan kegiatan berkumpul dan makan bersama berupa kegiatan kenduri. Masyarakat desa menyiapkan makanan dengan menyembelih hewan kurban dan memasaknya. Kegiatan ini membutuhkan kerja sama beberapa masyarakat agar bisa cepat terlaksana. Kemudian saat acara kenduri, masyarakat membagi-bagikan makanan kepada pengunjung yang datang ke kawasan cagar alam.

D.    KESIMPULAN

Cagar alam Donoloyo memiliki luas 8,3 Ha dan terletak di Desa Watusomo, Kecamatan Slogohimo, Kabupaten Wonogiri. Ekologi lingkungan dalam kawasan cagar alam Donoloyo ditunjukkan melalui keseimbangan fisik dan non fisik. Keseimbangan fisik dibuktikan melalui terjaganya kelestarian alam cagar alam Donoloyo. Cagar Alam Donoloyo menyimpan satu tanaman unik bernama pohon rengas keunikan pohon rengas terletak pada getahnya yang mengakibatkan kulit terasa seperti sedang terbakar, sementara itu efeknya dapat hilang dalam waktu seminggu. Ritual nyadran merupakan bentuk rasa syukur atas tercapainya hajat yang diinginkan. Ritual nyadran merupakan sarana bersosialisasi antar masyarakat yang dibalut kegiatan budaya.


DAFTAR PUSTAKA

Rossi, Aldo. (1982). The Architecture of the City.

Setianingrum, Lutfi, Sudaryono, & Roychansyah, M. Sani. (2018). Nilai Ruang Sebagai Pembentuk Lapisan-Lapisan Ruang Di Kawasan Pathok Negara Dongkelan. Planoearth, 3(2), 83–90.

Sudaryono. (2006). Paradigma Lokalisme Dalam Perencanaan Spasial. Journal of Regional and City Planning, 17(1), 28–38.

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sulistyarini, H., & Sudaryono, S. (2021). KERAGAMAN NILAI RUANG CAGAR ALAM DONOLOYO KABUPATEN WONOGIRI. Inisiasi, 37-44.

Theresia, Aprilia, Andini, Krisnha S., Nugraha, Prima GP, & Mardikanto, Totok. (2014). Pembangunan Berbasis Masyarakat. Bandung: Alfabeta


[1] Rossi, Aldo. (1982). The Architecture of the City.

[2] Sudaryono. (2006). Paradigma Lokalisme Dalam Perencanaan Spasial. Journal of Regional and City Planning, 17(1), 28–38.

[3] Setianingrum, Lutfi, Sudaryono, & Roychansyah, M. Sani. (2018). Nilai Ruang Sebagai Pembentuk Lapisan-Lapisan Ruang Di Kawasan Pathok Negara Dongkelan. Planoearth, 3(2), 83–90.

[4] Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

[5] Theresia, Aprilia, Andini, Krisnha S., Nugraha, Prima GP, & Mardikanto, Totok. (2014). Pembangunan Berbasis Masyarakat. Bandung: Alfabeta.

[6] Sulistyarini, H., & Sudaryono, S. (2021). KERAGAMAN NILAI RUANG CAGAR ALAM DONOLOYO KABUPATEN WONOGIRI. Inisiasi, 37-44.

No comments:

Post a Comment