KEANEKARAGAMAN FLORA CAGAR ALAM DONOLOYO,
YANG DIBALUT TRADISI NYADRAN
Yuyun Badriyah Wahyumi 1
Institut Agama
Islam Negeri Ponorogo
ABSTRAK
Cagar Alam Donoloyo, sebuah kawasan lindung yang kaya
akan keanekaragaman flora, menjadi latar belakang dari tradisi Nyadran yang
unik. Tradisi Nyadran di Cagar Alam Donoloyo merupakan perpaduan unik antara
nilai-nilai budaya dan ekologis. Tradisi ini tidak hanya menjadi momen untuk
menghormati leluhur, tetapi juga menjadi refleksi dari hubungan harmonis antara
manusia dan alam. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keanekaragaman
flora di kawasan tersebut, serta menganalisis bagaimana tradisi Nyadran
berkontribusi dalam pelestariannya. Metode yang digunakan meliputi observasi
dan wawancara dengan masyarakat setempat. Hasil penelitian meenunjukkan bahwa
Cagar Alam Donoloyo memiliki kekayaan flora yang tinggi, dengan berbagai jenis
tumbuhan endemik dan langka. Tradisi Nyadran, yang melibatkan berbagai ritual
dan kegiatan yang berhubungan dengan alam, telah membentuk pandangan masyarakat
tentang pentingnya menjaga kelestarian lingkungan. Nilai-nilai kearifan lokal
yang terkandung dalam tradisi ini telah menjadi warisan turun-temurun yang
berperan dalam menjaga keseimbangan ekosistem di Cagar Alam Donoloyo.
Kata Kunci : Alam, Cagar, Donoloyo, Nyadran, Tradisi.
ABSTRACK
Donoloyo Nature Reserve, a
protected area rich in flora diversity, is the backdrop for a unique Nyadran
tradition. The Nyadran tradition in Donoloyo Nature Reserve is a unique blend
of cultural and ecological values. This tradition is not only a moment to honor
ancestors, but also a reflection of the harmonious relationship between humans
and nature. This research aims to describe the flora diversity in the area, and
analyze how the Nyadran tradition contributes to its conservation. The methods
used include observation and interviews with local communities. The results
showed that Donoloyo Nature Reserve has high flora richness, with various
endemic and rare plant species. The Nyadran tradition, which involves various
rituals and activities related to nature, has shaped people's views on the
importance of preserving the environment. The values of local wisdom contained
in this tradition have become a hereditary legacy that plays a role in
maintaining the balance of the ecosystem in Donoloyo Nature Reserve.
Keyword:
Nature, Reserve, Donoloyo, Nyadran, Tradition.
A. PENDAHULUAN
Salah satu
kawasan hutan yang masih terjaga kelestariannya adalah cagar alam Donoloyo.
Cagar alam Donoloyo masih asri dan sejuk dengan pohon-pohon yang berusia
ratusan tahun dan masih tinggi. Cagar alam Donoloyo memiliki luas 8,3 Ha dan
terletak di Desa Watusomo, Kecamatan Slogohimo, Kabupaten Wonogiri. Cagar alam
Donoloyo berada di bawah pengelolaan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA)
Jawa Tengah. Kawasan cagar alam ini dikelilingi hutan produksi yang dikelola
oleh Perhutani. Cagar alam Donoloyo menarik untuk dikaji karena mampu bertahan
ditengah-tengah isu kerusakan hutan.
Cagar alam Donoloyo
yang tidak mengalami perubahan ekologi masuk dalam konsep continuity and change, keberlanjutan dan perubahan,[1] Faktor
keberlanjutan menyebabkan cagar alam dipandang unik oleh masyarakat. Keunikan
ini akan mempengaruhi nilai-nilai yang terbangun di dalamnya baik secara
vertikal maupun horizontal. Keunikan ruang tidak lepas dari hubungan antara
tiga unsur yaitu ruang, aktifitas, dan sistem nilai.[2] Sistem
nilai ruang terbentuk dari perwujudan nilai-nilai ruang yang dipahami oleh
masyarakat.[3]
nilai ruang terbentukdari interaksi antara tempat, pelaku, dan aktivitas yang
ada di dalamnya.[4]
kearifan lokal mempunyai hubungan timbal balik dengan budaya.[5]
Cagar alam
Donoloyo memiliki nilai spiritual tinggi dan dianggap keramat oleh masyarakat
setempat. Terkait dengan kekeramatan hutan, masyarakat sekitar tidak ada yang
berani melakukan hal yang buruk di dalam hutan termasuk mengambil kayu dari
hutan. Masyarakat mempercayai bahwa pohon jati di Cagar Alam Donoloyo bertuah
dan memiliki keistimewaan, sehingga apabila digunakan untuk hal buruk, maka hal
tersebut akan kembali kepada mereka. Sedangkan apabila melakukan suatu doa
permohonan untuk kebaikan, maka doa tersebut akan terkabul. Punden Donoloyo
yang merupakan tunggak pohon Jati Cempurung merupakan bangunan nyata yang
merupakan pusat kegiatan spiritual. Punden Donoloyo memiliki keistimewaan
tersendiri karena atas permintaan para walisongo, kayunya digunakan sebagai
tiang utama masjid Demak sedangkan pangkal pohon digunakan sebagai
petilasan/punden. Kegiatan yang dilakukan adalah kegiatan permohonan maupun
perwujudan rasa syukur melalui ritual nyadran. Ritual nyadran merupakan bentuk
hubungan manusia dengan Tuhannya. Keberadaan ini telah diakui oleh masyarakat
lokal. Setiap orang memahami dan menghormati kawasan ini dengan pemahaman yang
religius. Perasaan sensual yang dirasakan masyarakat adalah keteduhan,
kesejukan, dan ketenangan batin.
Donoloyo terdiri
dari kata Dana dan Laya. Dalam bahasa sansekerta, Dana berarti weweh (memberi)
sedangkan Laya berarti pati (kematian), secara harfiah berarti berpasrah hidup
mati kepada Gusti Allah. Punden Donoloyo adalah tempat berpasrah kepada Sang
Pencipta. Punden Donoloyo digunakan masyarakat sebagai tempat memohon dan
berserah diri atas segala hajat yang ingin dicapainya. Sarana memohon melalui
tirakat yang dilakukan di punden di hari-hari tertentu, khususnya hari Jumat
Pon (kalender jawa).[6]
Ekologi
lingkungan dalam kawasan cagar alam Donoloyo ditunjukkan melalui keseimbangan
fisik dan non fisik. Keseimbangan fisik dibuktikan melalui terjaganya
kelestarian alam cagar alam Donoloyo. Pohon-pohon jati yang berumur ratusan
tahun masih terjaga kelestariannya sampai saat ini. Kelestarian alam ini
memberi dampak terhadap lingkungan sekitar yaitu menghindarkan dari bencana
banjir maupun kekeringan. Masyarakat memanfaatkan cagar alam Donoloyo sebagai
pengatur iklim mikro yang memberikan kesejukan bagi daerah di sekitarnya. Cagar
alam Donoloyo juga berperan sebagai tempat bernaung beberapa satwa berupa
beberapa jenis burung dan reptil.
Kegiatan yang
mencerminkan nilai sosial budaya terlihat dari ritual nyadran. Ritual nyadran
merupakan bentuk rasa syukur atas tercapainya hajat yang diinginkan. Ritual
nyadran merupakan sarana bersosialisasi antar masyarakat yang dibalut kegiatan
budaya. Proses persiapan ritual nyadran sampai selesai menuntut kerja sama
antar masyarakat. dalam ritual nyadran, selain kegiatan berdoa, juga dilakukan
kegiatan berkumpul dan makan bersama berupa kegiatan kenduri.
Masyarakat desa
menyiapkan makanan dengan menyembelih hewan kurban dan memasaknya. Kemudian
saat acara kenduri, masyarakat membagi-bagikan makanan kepada pengunjung yang
datang ke kawasan cagar alam.
B. METODE
1. Lokasi
Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk menunjang kegiatan
Spesialisasi yang berlokasi di Dusun Watusomo, Desa Watusomo, Kec.
Slogohimo, Kab. Wonogiri – Cagar Alam Donoloyo.
2. Waktu dan Alat
Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 6 September
hingga 8 September 2024. Alat yang digunakan dalam penelitian yaitu tali rapia,
kompas, meteran pita, roll meter, meteran tukang, pasak, sesek bamboo dan alat
tulis.
3. Metode
Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam artikel ini
yaitu dengan cara observasi dan wawancara. Penelitian dilakukan dengan cara
pengambilan data flora di kawasan cagar alam donoloyo. Data juga didapatkan
melalui wawancara dengan juru kunci serta masyarakat setempat.
C. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
1.
Kajian Teori
a. Analisa Vegetasi
Vegetasi merupakan sekumpulan tumbuh-tumbuhan yang
terdiri dari berbagai spesies yang hidup bersama pada suatu tempat dan saling
berinteraksi dengan sesama spesies lain.
Analisa Vegetasi merupakan cara mempelajari susunan
(komposisi) dari jarak dan bentuk (struktur) vegetasi. Analisa Vegetasi akan
menduga kerapatan tumbuhan dalam hutan. Luas kawasan yang ditumbuhi pohon serta
mengetahui seberapa penting peran tumbuhan jenis tertentu dalam ekosistem.
1) Parameter
Analisa Vegetasi
a) Kerapatan
Banyaknya (abudance)
merupakan jumlah individu dari suatu jenis pohon dan tumbuhan lain yang
besarnya dapat dihitung. Dapat dikatakan satu jenis tumbuhan yang bisa
dihitung.
b) Dominasi
Dominasi dapat diartikan sebagai penguasaan suatu
jenis terhadap jenis lain, sehingga dominasi dapat dinyatakan dalam besaran:
(1) Banyak individu
dan kerapatan,
Banyak individu merujuk pada jumlah total organisme (tumbuhan) dari suatu spesies tertentu yang ditemukan dalam suatu area pengamatan atau plot.
(2) Persen penentuan
dan luas bidang daerah (LBD)/ basal area (BA)
Luas bidang datar (LBD) digunakan untuk mengukur
dominasi suatu jenis tumbuhan dalam suatu plot atau petak penelitian.
(3) Volume,
Volume mengacu pada ukuran ruang yang ditempati oleh
suatu makhluk hidup.
(4) Biomasa;
Biomassa adalah bahan organic terbarukan yang berasal
dari tumbuhan dan hewan.
(5) Indek nilai
penting.
Indek Nilai Penting merupakan gambaran lengkap
mengenai karakter sosiologi dalam komunitas.
Kebanyakan
praktek penentuan dominasi menggunakan LBD (luas bidang dasar) dengan melakukan
pengukuran diameter atau keliling ada ketinggian setinggi dada atau kurang
lebih 1,3 meter.
c) Frekuensi
Frekuensi merupakan pengukuran uniformitas terdapatnya
suatu Jenis Frekuensi memberikan gambaran bagaimana pola penyebaran suatu
jenis, apakah menyebar keseluruh kawasan atau mengelompok.
d) Indek Nilai
Penting (Importance Value Index/IVI)
Indek Nilai Penting merupakan gambaran lengkap
mengenai karakter sosiologi dalam komunitas. Nilainya dapat diperoleh dari
menjumlahkan nilai kerapatan relatif dominasi dan frekuensi sehingga jumlah
maksimalnya 300%.
2) Tujuan Analisa
Vegetasi
Untuk mengetahui kerapatan tumbuhan, luas kawasan, dan
mengetahui jenis tumbuhan yang ada dilokasi sekitar.
3) Kriteria Analisa
Vegetasi
a) Mencari lokasi
tempat yang cukup dasar untuk memudahkan peneliti dalam pembuatan plot.
b) Lokasi/ tempat
penelitian masih terdapat tumbuhan yang tumbuh disekiar area.
b. Pengukuran
Analisa Vegetasi
1) Metode petak
Ganda
Pada cara ini prinsipnya
adalah untuk mengatasi kelemahan metode petak tunggal. Petak tunggal ini
dipecah menjadi satuan lebih kecil yang diletakkan pada perwakilan lokasi dari
daerah pengamatan. Peletakkan bisa dilakukan acak penuh berdasarkan karvak peta
penelitian, atau berdasarkan stratifikasi lapangan, misal: beberapa diletakkan
di bagian bawah, tengah dan tinggi jika daerah telitian berupa hutan
pegunungan.
Metode ini dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
Langkah pembuatan plot:
a)
Buat garis kompas
b)
Buat petak
ukuran berikut untuk masing kriteria tegakan :
(1)
Seedling (A) : 2 x 2 m2
(2)
Sapling (B) :
5 x 5 m2
(3)
Poles (C) :
10 x 10 m2
(4)
Dominan/pohon (D)
: 20 x 20 m2
c)
Catat semua nama pohon (meski jenisnya
sama) yang terdapat pada setiap petak sesuai dengan kriteria.
d) Untuk pohon
dan poles catat diameter/kelilingnya, untuk seedling dan saling catat diameter
tajuk/kanopi.
2) Metode kuadran (Point
Quarter Method)
Metode kuadran adalah salah satu metode yang tidak
menggunakan petak contoh (plotless) metode ini sangat baik untuk menduga
komunitas yang berbentuk pohon, contohnya vegetasi hutan. Apabila diameter
diameter tersebut lebih besar atau sama dengan 20 cm maka disebut pohon.
Metode kuadran ini merupakan metode plot less method,
yang berarti Metode ini merupakan salah satu metode yang tidak memerlukan luas
tempat pengambilan contoh atau suatu luas kuadrat tertentu. Oleh karena itu,
bila dalam suatu kuadran dalam jarak yang dekat tidak terlihat adanya suatu
vegetasi pohon, maka pencarian bisa diteruskan sejauh mungkin sampai ditemukan
jenis pohon yang dimaksud, tetapi pohon tersebut masih berada di dalam daerah
kuadran tersebut. Cara ini terdiri dari suatu seri titik-titik yang telah
ditentukan di lapang, dengan letak bisa tersebar secara random atau merupakan
garis lurus (berupa deretan titik-titik).
Umumnya dilakukan dengan susunan titik-titik
berdasarkan garis lurus yang searah dengan mata angin (arah kompas). Titik
pusat kuadran adalah titik yang membatasi garis transek setiap jarak 50 m. Dari
keduaplot tersebut dapat diketahui ada spesies dominan seperti kayu seru karena
jenis spesies tersebut terdapat hampir di setiap plot.
Cara kerja :
a)
Tentukan titik pengamatan (plot).
b)
Buat garis silang tegak lurus sehingga terbagi dalam 4
kuadran.
c)
Pilih satu pohon yang terdekat dari titik pengamatan
(plot) untuk masing-masing kuadran sesuai kriteria tegakan (pohon atau poles).
d)
Catat nama pohon, jarak dengan titik plot, dan
diameter.
3) Herbarium
Herbarium adalah suatu
koleksi spesimen tumbuhan yang diawetkan dan data terkait yang digunakan untuk
penelitian ilmiah. Istilah ini dapat juga merujuk pada bangunan atau ruangan di
mana spesimen-spesimen tersebut disimpan, atau pada lembaga ilmiah yang tidak
hanya menyimpan namun menggunakannya untuk penelitian.
Spesimen-spesimen
tersebut bisa berupa tumbuhan utuh atau bagian tumbuhan biasanya tumbuhan ini
dalam bentuk kering yang dilekatkan pada selembar kertas, namun tergantung pada
bahannya, dapat juga disimpan dalam kotak atau disimpan dalam alkohol atau
bahan pengawet lainnya. Spesimen-spesimen dalam sebuah herbarium sering digunakan sebagai bahan
referensi dalam menjelaskan takson tumbuhan, beberapa spesimen mungkin
merupakan tipe.
2.
Hasil Penelitian
Kegiatan penelitian dilakukan untuk mengetahui
vegetasi yang terdapat di wilayah Cagar Alam Donoloyo sekaligus mengeksplorasi
flora yang terdapat didalamnya. Dalam Cagar Alam Donoloyo memiliki banyak
sekali keanekaragaman flora yang belum banyak diketahui oleh orang umum. Hasil penelitian
ini didapatkan berdasarkan penelitian yang dilakukan melalui pengambilan data
dengan metode analisa vegetasi petak ganda, analisa vegetasi kuadran dan
herbarium.
a) Temuan Data
Flora Cagar Alam Donoloyo
Dlospyros celebia Fungsi sebagai obat tradisional diabetes, sakit gigi. |
Dalbergia latifolia Fungsi sebagai bahan baku mebel dan furniture. |
Piper
Samentosum Fungsi sebagai antioksidan dan antibakteri. |
Artocarpus
heterophyllus Fungsi sebagai antioksidan dan diabetes. |
Pereskia Bleo Fungsi sebagai menunda penuaan, antiinflamasi. |
Chromolaena Odorata Fungsi sebagai pegendali hama, bahan baku industri. |
Buddleja
davidii franch Fungsi sebagai tanaman hias. |
Terminalia
Microcarpa Fungsi sebagai obat penyakit pencernaan, peradangan, kulit. |
Murraya
Panicarata Fungsi sebagai anti bakteri dan antijamur. |
Pereskia Bleo Fungsi sebagai menunda penuaan, antiinflamasi. |
Tacca Palmata Fungsi sebagai obat pembengkakan,luka,dan jerawat. |
Diplopterys
Cabrerana Fungsi sebagai obat depresi, dan kecanduan. |
Schleichera
Oleosa Fungsi sebagai anti mikroba dan pereda nyeri. |
Tetrameles
nudiflora Fungsi sebagai pelindung tanah, dan penyerap karbon. |
Selain temuan data diatas terdapat juga tanaman langka
yang tersebunyi dibalik eksotisnya Cagar Alam Donoloyo diantaranya yaitu bunga
anggrek Cempaka putih, Kuning, dan Merah. Bunga anggrek cempaka putih memiliki
banyak fungsi diantaranya yaitu sebagai
minyak esensial yang diekstrak dari bunga-bunga ini banyak digunakan dalam
aromaterapi. Selain digunakan dalam minyak esensial, Cempaka putih dapat
berfungsi sebagai penyegar udara alami. Menanamnya di sekitar ruang tinggal
atau kerja dapat menghasilkan lingkungan yang wangi secara alami. Bagi
orang-orang yang ingin mengganti penyegar udara berbahan kimia dengan opsi yang
lebih organik, Cempaka putih menawarkan alternatif yang berkelanjutan dan ramah
kesehatan.
Cagar Alam Donoloyo juga menyimpan satu tanaman unik
bernama pohon rengas keunikan pohon rengas terletak pada getahnya yang
mengakibatkan kulit terasa seperti sedang terbakar, sementara itu efeknya dapat
hilang dalam waktu seminggu. Cagar Alam Donoloyo memiliki pohon yang menjadi
ciri khas wilayah tersebut yaitu pohon jati buto yang memiliki umur hingga
ratusan tahun dengan keliling rata-rata pohon 200 cm bahkan lebih.
b) Tradisi Nyadran
Cagar
alam Donoloyo tidak lepas dari Legenda Donoloyo. Legenda Donoloyo merupakan
cerita rakyat yang berisi tentang asal usul petilasan/punden Donoloyo. Legenda
Donoloyo menceritakan kisah tentang keturunan Raja Majapahit yang meninggalkan
wilayahnya saat keruntuhan Kerajaan Majapahit. Mereka adalah Ki Donosari, Nyi
Donowati, dan kerabatnya Pangeran Meleng. Nyi Donowati dan Pangeran Meleng yang
selanjutnya dipanggil Ki Ageng Meleng menikah dan tinggal di Desa Sukoboyo,
sedangkan Ki Donosari melanjutkan perjalanan dan tinggal di Desa Watusomo. Ki
Donosari menginginkan hutan jati dan memohon bantuan Ki Ageng Meleng. Akan
tetapi Ki Ageng Meleng menolak permintaan Ki Donosari, sehingga Nyi Donowati
menyuruh Ki Donosari membawa tongkat bambu wulung.
Tongkat
tersebut secara diam-diam telah diisi tiga biji pohon jati oleh Nyi Donowati.
Akhirya Ki Donosari pulang kembali ke desa Watusomo, dan diperjalanan dua biji
pohon jati telah jatuh sehingga hanya satu biji tersisa dan ditanam di lahannya.
Biji pohon jati tumbuh menjadi pohon jati yang besar dan dinamakan jati
Cempurung. Jati Cempurung merupakan cikal bakal hutan jati. Pada masa itu,
kerajaan Demak sedang membangun masjid agung dan Raden Patah memerintahkan
Walisongo untuk mencari bahan tiang utama masjid. Walisongo mengetahui tentang
hutan jati di desa Watusomo dan mengunjunginya. Sunan Giri, salah satu
walisongo, akhirnya bertemu dengan Ki Donosari dan mengungkapkan maksudnya
untuk mengambil pohon jati Cempurung. Ki Donosari menyanggupi keinginan Sunan
Giri dengan tiga prasyarat yaitu agar dijauhkan dari wabah penyakit, dijauhkan
dari ajang perang dan dicukupkan sandang pangan bagi warga sekitar hutan. Sunan
Giri menyetujui permintaan Ki Donosari dan bersabda bahwa nama Ki Donosari diubah
menjadi Ki Ageng Donoloyo dan hutan jati disesuaikan dengan nama Ki Ageng
menjadi hutan Donoloyo. Sementara itu, tunggak jati Cempurung digunakan sebagai
petilasan. Sampai saat ini, legenda Donoloyo masih dipercayai oleh masyarakat
sekitar hutan. Masyarakat mempercayainya karena terdapat bukti fisik yang
memperkuat cerita tersebut. Masyarakat juga menghormati keberadaan Punden
Donoloyo meskipun telah berganti era modern.
Punden
Donoloyo yang merupakan tunggak pohon Jati Cempurung merupakan bangunan nyata
yang merupakan pusat kegiatan spiritual. Punden Donoloyo memiliki keistimewaan
tersendiri karena atas permintaan para walisongo, kayunya digunakan sebagai
tiang utama masjid Demak sedangkan pangkal pohon digunakan sebagai
petilasan/punden. Kegiatan yang dilakukan adalah kegiatan permohonan maupun
perwujudan rasa syukur melalui ritual nyadran. Ritual nyadran merupakan bentuk
hubungan manusia dengan Tuhannya. Keberadaan ini telah diakui oleh masyarakat
lokal. Setiap orang memahami dan menghormati kawasan ini dengan pemahaman yang
religius. Perasaan sensual yang dirasakan masyarakat adalah keteduhan,
kesejukan, dan ketenangan batin.
Nilai
ruang spiritual juga terlihat dari penamaan kawasan. Donoloyo terdiri dari kata
Dana dan Laya. Dalam bahasa sansekerta, Dana berarti weweh (memberi) sedangkan
Laya berarti pati (kematian), secara harfiah berarti berpasrah hidup mati
kepada Gusti Allah. Punden Donoloyo adalah tempat berpasrah kepada Sang
Pencipta. Punden Donoloyo digunakan masyarakat sebagai tempat memohon dan
berserah diri atas segala hajat yang ingin dicapainya. Sarana memohon melalui
tirakat yang dilakukan di punden di hari-hari tertentu, khususnya hari Jumat
Pon (kalender jawa). Hari Jumat dianggap sebagai hari baik sehingga permohonan
akan dikabulkan oleh Yang Maha Kuasa. Setelah permohonannya terwujud, maka
sebagai bentuk rasa syukur masyarakat menggelar acara nyadran.
Kegiatan
yang mencerminkan nilai sosial budaya terlihat dari ritual nyadran. Ritual
nyadran merupakan bentuk rasa syukur atas tercapainya hajat yang diinginkan.
Ritual nyadran merupakan sarana bersosialisasi antar masyarakat yang dibalut
kegiatan budaya. Proses persiapan ritual nyadran sampai selesai menuntut kerja
sama antar masyarakat. dalam ritual nyadran, selain kegiatan berdoa, juga dilakukan
kegiatan berkumpul dan makan bersama berupa kegiatan kenduri. Masyarakat desa
menyiapkan makanan dengan menyembelih hewan kurban dan memasaknya. Kegiatan ini
membutuhkan kerja sama beberapa masyarakat agar bisa cepat terlaksana. Kemudian
saat acara kenduri, masyarakat membagi-bagikan makanan kepada pengunjung yang
datang ke kawasan cagar alam.
D. KESIMPULAN
Cagar alam
Donoloyo memiliki luas 8,3 Ha dan terletak di Desa Watusomo, Kecamatan
Slogohimo, Kabupaten Wonogiri. Ekologi lingkungan dalam kawasan cagar alam
Donoloyo ditunjukkan melalui keseimbangan fisik dan non fisik. Keseimbangan
fisik dibuktikan melalui terjaganya kelestarian alam cagar alam Donoloyo. Cagar
Alam Donoloyo menyimpan satu tanaman unik bernama pohon rengas keunikan pohon
rengas terletak pada getahnya yang mengakibatkan kulit terasa seperti sedang
terbakar, sementara itu efeknya dapat hilang dalam waktu seminggu.
Ritual nyadran merupakan bentuk rasa syukur atas tercapainya hajat yang
diinginkan. Ritual nyadran merupakan sarana bersosialisasi antar masyarakat
yang dibalut kegiatan budaya.
DAFTAR
PUSTAKA
Rossi,
Aldo. (1982). The Architecture of the City.
Setianingrum,
Lutfi, Sudaryono, & Roychansyah, M. Sani. (2018). Nilai Ruang Sebagai
Pembentuk Lapisan-Lapisan Ruang Di Kawasan Pathok Negara Dongkelan. Planoearth,
3(2), 83–90.
Sudaryono.
(2006). Paradigma Lokalisme Dalam Perencanaan Spasial. Journal of Regional and
City Planning, 17(1), 28–38.
Sugiyono.
(2013). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sulistyarini,
H., & Sudaryono, S. (2021). KERAGAMAN NILAI RUANG CAGAR ALAM DONOLOYO
KABUPATEN WONOGIRI. Inisiasi, 37-44.
[1] Rossi, Aldo. (1982). The
Architecture of the City.
[2] Sudaryono. (2006). Paradigma
Lokalisme Dalam Perencanaan Spasial. Journal of Regional and City Planning,
17(1), 28–38.
[3] Setianingrum, Lutfi, Sudaryono,
& Roychansyah, M. Sani. (2018). Nilai Ruang Sebagai Pembentuk
Lapisan-Lapisan Ruang Di Kawasan Pathok Negara Dongkelan. Planoearth, 3(2),
83–90.
[4] Sugiyono. (2013). Metode
Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
[5] Theresia, Aprilia, Andini,
Krisnha S., Nugraha, Prima GP, & Mardikanto, Totok. (2014). Pembangunan
Berbasis Masyarakat. Bandung: Alfabeta.
[6] Sulistyarini, H., & Sudaryono,
S. (2021). KERAGAMAN NILAI RUANG CAGAR ALAM DONOLOYO KABUPATEN WONOGIRI.
Inisiasi, 37-44.
No comments:
Post a Comment