SPESIALISASI ROCK CLIMBING SEBAGAI SARANA OLAHRAGA DAN
PEMANTAPAN MATERI
Muklis
Aprianto, Ahmad Sulkeni, Isna Rohmatul Umma, Feriza Kumala Ningsih
Institut
Agama Islam Negeri Ponorogo
takyagenji055@gmail.com, ahmadsulkeni2@gmail.com, isnarohmatul45@gmail.com,
Abstrak
Artikel ini membahas tentang spesialisasi panjat tebing (rock
climbing) sebagai sarana olahraga dan pemantapan materi pelatihan fisik dan
mental. Panjat tebing merupakan olahraga yang menggabungkan kekuatan,
ketahanan, kelincahan, dan fokus, sehingga efektif dalam meningkatkan performa
fisik serta mental. Selain sebagai sarana olahraga yang menantang, panjat
tebing juga berperan penting dalam memperkuat keterampilan motorik,
keseimbangan, dan strategi pemecahan masalah. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu metode kualitatif dengan menggunakan strategi studi kasus. Selain itu Artikel ini juga menekankan manfaat panjat
tebing dalam konteks pendidikan dan pelatihan, di mana peserta dapat
memanfaatkan aktivitas ini untuk memantapkan pemahaman dan keterampilan yang relevan,
baik dalam olahraga maupun pengembangan diri secara keseluruhan.
Kata kunci: Panjat tebing, olahraga, pemantapan materi
Abstract
This article
discusses the specialization of rock climbing as a means of exercise and
strengthening physical and mental training material. Rock climbing is a sport
that combines strength, endurance, agility and focus, making it effective in
improving physical and mental performance. Apart from being a challenging
sport, rock climbing also plays an important role in strengthening motor
skills, balance and problem-solving strategies. The method used in this
research is a qualitative method using a case study strategy. Apart from that,
this article also emphasizes the benefits of rock climbing in the context of
education and training, where participants can take advantage of this activity
to strengthen relevant understanding and skills, both in sport and overall
personal development.
Key words: rock climbing, sport, material strengthening
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
UKM
MAPALA PASCA merupakan organisasi intra kampus yang berada dibawah naungan
Republik Mahasiswa (RM) IAIN Ponorogo. UKM MAPALA PASCA berdiri sejak tanggal
13 Mei 1995 sampai saat ini dengan mengangkat nama MAPALA PASCA sebagai
singkatan dari Mahasiswa Pecinta Alam (MAPALA) dan Persaudaraan Mahasiswa
Solidaritas Pecinta Alam (PASCA). Sebagai organisasi yang bergerak pecinta
alam, kegiatan MAPALA PASCA bertujuan untuk pelestarian alam adapun lain dari
itu MAPALA PASCA juga sebagai wadah pengembangan minat dan bakat anggota
dibidang olahraga.
Untuk
menambah wawasan anggota MAPALA PASCA mengadakan serangkaian pendidikan yang
merupakan kegiatan wajib yang harus diikuti setiap anggota. Mulai dari
Pendidikan dan Latihan Dasar (DIKLATSAR) dan Pendidikan Lanjutan (DIKJUT). Pendidikan
Lanjutan (DIKJUT) dilakukan dengan menyelesaikan lima divisi antara lain Divisi
Gunung Hutan (GH), Divisi Pelestarian Lingkungan dan Pengabdian Masyarakat
(PLPM), Divisi Rock Climbing (RC),
Divisi Susur Gua (Caving), Divisi
Olahraga Arus Deras (ORAD. Semua kegiataan tersebut adalah kegiatan yang wajib
diikuti oleh anggota untuk mempelajari tentang manajemen organisasi sampai
dengan safety procedure saat
berkegiatan di alam bebas.
Selain
untuk meningkatkan keilmuan, pendidikan tersebut juga sebagai salah satu syarat
kenaikan jenjang bagi anggota. Dimana nantinya Anggota Muda (AM) yang telah
menyelesaikan seluruh DIKJUT wajib melaksanakan Spesialisasi yaitu dengan
memilih salah satu divisi yang ada di MAPALA PASCA sebagai fokus utama
keilmuanyang ingin dipelajari lebih dalam. Laporan
Pertanggungjawaban (LPJ) ini diajukan sebagai syarat untuk kenaikan jenjang
selanjutnya yaitu AB (Anggota Biasa). Dengan adanya LPJ spesalisasi maka akan
ada penerus anggota untuk menjalankan organisasi. Selain itu, diharapkan mampu
memahami lebih dalam mengenai ilmu dialam bebas maupun arti tingkatan scraf
tersebut. Karena Anggota Biasa yang ruang lingkup dapat dikatakan besar dan
penggerak organisasi maka dapat dicontohkan sebagai pembelajaran untuk generasi
selanjutnya.
B.
Tinjauan Pustaka
Kegiatan
rock climbing dalam konteks Mahasiswa
Pecinta Alam (MAPALA) merupakan salah satu aktivitas yang tidak hanya menantang
fisik, tetapi juga mental. Menurut Purnomo dan Sari (2021), rock climbing dapat meningkatkan
keterampilan problem-solving,
ketahanan fisik, serta kepercayaan diri mahasiswa. Aktivitas ini juga
mengedukasi anggota mengenai pentingnya keselamatan dan teknik yang benar dalam
pendakian, seperti yang dijelaskan oleh Rahmawati (2019), yang menekankan bahwa
pelatihan yang baik dalam rock climbing
dapat mencegah cedera dan meningkatkan pengalaman pendaki. Selain itu,
penelitian oleh Nugroho (2020) menunjukkan bahwa kegiatan ini memperkuat rasa
kebersamaan dan kerja sama di antara anggota Mapala, yang berkontribusi pada
pengembangan soft skills. Dengan
demikian, rock climbing tidak hanya
berfungsi sebagai olahraga ekstrem, tetapi juga sebagai sarana pengembangan
karakter dan kolaborasi. Spesialisasi ini bertujuan untuk menggali lebih dalam
dampak kegiatan rock climbing terhadap
pembentukan karakter dan keterampilan sosial anggota MAPALA.
C.
Tujuan
Spesialisasi
Spesialisasi
ini bertujuan untuk mengeksplorasi dampak kegiatan rock climbing dalam organisasi Mahasiswa Pecinta Alam (MAPALA)
terhadap pengembangan keterampilan dan karakter anggota. Secara spesifik,
spesialisasi ini ingin mengidentifikasi bagaimana aktivitas rock climbing dapat meningkatkan
ketahanan fisik, kepercayaan diri, serta kemampuan kerja sama antar anggota.
Selain itu, spesialisasi ini juga bertujuan untuk menganalisis peran rock climbing dalam membentuk kesadaran
keselamatan dan teknik yang tepat, serta dampaknya terhadap hubungan sosial di
antara anggota. Dengan memahami berbagai aspek ini, diharapkan spesialisasi ini
dapat memberikan wawasan yang lebih mendalam mengenai nilai pendidikan dan
pengembangan diri yang terkandung dalam kegiatan rock climbing di MAPALA.
D.
Pertanyaan
Spesialisasi
Spesialisasi
ini akan berfokus pada beberapa pertanyaan utama terkait kegiatan rock climbing di Mahasiswa Pecinta Alam
(MAPALA).
1.
Bagaimana
kegiatan rock climbing mempengaruhi
pengembangan keterampilan fisik dan mental anggota?
2.
Apa saja dampak
kegiatan ini terhadap pembentukan rasa percaya diri dan ketahanan diri di
kalangan anggota MAPALA?
3.
Bagaimana rock climbing berkontribusi pada
kemampuan kerja sama dan komunikasi antar anggota selama kegiatan berlangsung?
4.
Sejauh mana
pemahaman anggota tentang keselamatan dan teknik yang benar dalam rock climbing meningkat setelah
mengikuti kegiatan ini?
Melalui
pertanyaan-pertanyaan ini, diharapkan spesialisasi dapat memberikan gambaran
yang komprehensif tentang nilai pendidikan dan pengembangan karakter yang
dihasilkan dari kegiatan rock climbing
dalam organisasi MAPALA.
METODE
Penelitian
ini menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan strategi studi kasus.
Dengan demikian, penelitian ini memungkinkan peneliti untuk menggali secara
mendalam makna dan pengalaman subjek penelitian dalam konteks yang spesifik.
Partisipan dan lokasi penelitian dipilih secara purposive dengan bantuan informan
kunci. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam, observasi langsung, dan
analisis dokumen untuk memperoleh pemahaman yang komprehensif. Penggunaan metode studi kasus kualitatif
dalam penelitian ini sangat tepat untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian
yang kompleks dan spesifik terkait dengan judul yang diajukan. Dengan menggali
secara mendalam pengalaman para rock climber di tebing Trenggalek, penelitian
ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang berharga dalam memahami
hubungan antara olahraga, pembelajaran, dan konteks lokal.
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Dulunya
dianggap sebagai hobi yang tidak konvensional dan berbahaya, panjat tebing kini
semakin menjadi tren. Semakin banyak penelitian yang dilakukan
mengenai manfaat olahraga ini. Tuntutan fisik dan mentalnya yang unik telah
lama membangkitkan minat di sebagian besar masyarakat; dengan popularitasnya
yang meningkat akhir-akhir ini, para peneliti tertarik untuk menguraikan betapa
bermanfaatnya olahraga ini. Rock climbing merupakan salah satu bagian dari
kegiatan Mountaineering yang paling penting, yang sangat memerlukan keahlian
mendaki dan memanjat tebing batu yang terjal, kemampuan dalam menganalisa yang
tinggi, mental baja, serta ketahanan fisik yang besar. Secara etimologis Rock
Climbing terdiri dari dua kata yaitu Rock dan climbing. Rock berarti batuan dan
Climbing berarti pemanjatan. Jadi Rock climbing yaitu teknik memanjat tebing
batu dengan memanfaatkan cacat batuan, baik tonjolan maupun rekahan yang
mempunyai kemiringan tebing lebih dari 70°
Etika
dalam Pemanjatan Pada dasarnya Pemanjat Tebing dimanapun itu paling alergi
dengan peraturan-peraturan yang resmi. Inilah uniknya dari olahraga yang satu
ini, olahraga ini tidak membutuhkan aturan tertulis dibandingkan dengan
olahraga yang lain. Namun pada perkembangannya ketika panjat dinding mulai
berkembang menyamai olahraga panjat tebing alam sehingga diperlukan aturan yang
tertulis. Untuk itu di bentuk aturan tersebut dibuat dan disesuaikan dengan
kondisinya. Maka diciptakan kata Kode Etik yang merupakan adaptasi dari kata
peraturan. Secara umum etika pemanjatan sama dengan etika-etika dalam
penjelajahan alam lain seperti, Dilarang mengambil sesuatu kecuali gambar,
Dilarang meninggalkan sesuatu kecuali jejak, Dilarang membunuh sesuatu kecuali
waktu. Secara khusus ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam etika
panjat tebing adalah sebagai berikut, Menghormati adat istiadat dan kebiasaan
masyarakat setempat, Menjaga kelestarian alam, Merintis jalur baru, Memanjat
jalur bernama, Pemberian nama jalur, Memberi keamanan bagi pemanjat lain
Teknik
dasar pemanjatan Prinsip dasar memanjat adalah memiliki keseimbangan dan 4
titik kontak yang dominan digunakan dalam bergerak yaitu dua tangan dan dua
kaki. Hal ini memungkinkan tubuh kita dalam posisi yang seimbang ketika
bergerak. Teknik pemanjatan yang pertama yaitu Free Climbing, upaya melakukan
gerakan memanjat hanya menggunakan tangan, kaki dan bagian tubuh lainnya
memanfaatkan cacat batuan untuk dijadikan pegangan atau pijakan. Pengaman berfungsi
hanya ketika pemanjat jatuh atau berhenti menambat. Yang kedua Free Soloing,
climber menghadapi segala resiko seorang diri yang dalam pergerakannya tidak
memerlukan bantuan peralatan pengaman. Untuk melakukan pemanjatan ini climber
harus mengetahui segala bentuk rintanganatau bentuk pergerakan yang akan
dilakukanpada rute yang akan dilalui. Yang ketiga Aid Climbing, populer di
Indonesia dengan istilah Artificial Climbing, kebalikan dari free climbing
dimana pemanjat memanfaatkan pengaman yang dipasang sebagai alat bantu menambah
ketinggian.
Ada
beberapa alat yang digunakan untuk pemanjatan seperti Karmentle, Harness,
Carabiner oval screw, Figur of eight, Helm, Sarung tangan, Sepatu panjat, Chalk
bag, Runner, Prusik, Matras. Alat-alat sebagai pengaman yang penting untuk
menjaga keselamatan pemanjat untuk
mendapatkan prestasi yang tinggi, seseorang perlu dilatih kemampuan fisik dan
psikisnya. Kemampuan fisik yang dimaksud di sini adalah komponen komponen fisik
yang dapat mendukung prestasi atlet. Kondisi fisik atlet memegang peranan yang
sangat penting dalam program latihannya. Program latihan kondisi fisik harus
lah direncanakan secara baik dan sistematis dan ditujukan untuk meningkatkan
kesegaran jasmani dan kemampuan fungsional dari sistem tubuh sehingga dengan
demikian memungkinkan atlet untuk mencapai prestasi yang lebih baik.
Banyak
keindahan dalam berkegiatan Panjat Tebing (Rock Climbing), seperti keindahan
alam, kelenturan, postur tubuh dan masih banyak lagi. Penuh kesenangan dan
kadang membuat frustrasi. Sebagaimana kegiatan outdoor lainnya, panjat tebing
juga dapat menimbulkan berdampak negatif terhadap kelestarian lingkungan hidup,
tetapi tidak terlalu siginifikan. Ada juga penambahan fasilitas wisata alam
seperti penginapan atau sarana menjadi suatu daya tarik yang bagus bagi para
pemanjat. Dalam perkembangannya, panjat tebing kini dijadikan sebagai event
tahunan seperti pengibaran bendera dalam rangka memperingati hari kemerdekaan
Indonesia dan juga ajang perlombaan internasioal.
1.
Pengaruh Rock
Climbing pada Pengembangan Keterampilan Fisik dan Mental Anggota
Rock
climbing atau panjat tebing secara signifikan meningkatkan keterampilan fisik
dan mental para anggotanya. Dari sisi fisik, kegiatan ini mengembangkan
kekuatan otot tubuh bagian atas, inti, serta kaki. Selain itu, rock climbing
meningkatkan fleksibilitas, keseimbangan, dan ketahanan kardiovaskular. Anggota
harus mampu mengoordinasikan gerakan tubuh dengan baik untuk menjaga stabilitas
di medan yang sulit.
Secara
mental, rock climbing mengasah konsentrasi, pemecahan masalah, dan manajemen
stres. Setiap rute panjat mengharuskan pendaki untuk berpikir kritis, memilih
pijakan yang tepat, dan mengatur ritme pernapasan agar tidak cepat lelah.
Menghadapi tantangan di tebing juga melatih keberanian dan kemampuan untuk
mengatasi rasa takut akan ketinggian atau jatuh.
2.
Dampak Rock
Climbing terhadap Pembentukan Rasa Percaya Diri dan Ketahanan Diri di Kalangan
Anggota MAPALA
Kegiatan
rock climbing memiliki dampak yang signifikan terhadap pembentukan rasa percaya
diri dan ketahanan diri anggota MAPALA (Mahasiswa Pecinta Alam). Dalam panjat
tebing, pencapaian setiap rute yang sulit memberikan perasaan pencapaian dan
keberhasilan, yang secara langsung meningkatkan kepercayaan diri. Kesuksesan
ini mendorong anggota untuk terus mencoba tantangan baru dan keluar dari zona
nyaman mereka.
Selain
itu, rock climbing melatih ketahanan
mental karena anggota MAPALA harus terus beradaptasi dan mengatasi tantangan
fisik yang berat serta kondisi alam yang tak terduga. Menghadapi kesulitan saat
panjat, seperti menemukan pijakan yang aman, atau mengelola rasa lelah,
membangun kemampuan untuk menghadapi tekanan dan ketidakpastian dengan lebih
tenang dan fokus.
3.
Kontribusi Rock Climbing pada Kemampuan Kerja Sama
dan Komunikasi Antar Anggota
Rock
climbing bukan hanya soal keterampilan individu, tetapi juga melibatkan kerja
sama tim yang kuat, terutama dalam jenis panjat seperti trad climbing dan lead
climbing, di mana pendaki bergantung pada belayer (orang yang menjaga tali
pengaman). Kepercayaan dan komunikasi yang baik antara pendaki dan belayer
sangat penting untuk menjaga keselamatan selama kegiatan berlangsung.
Kegiatan
ini mendorong anggota untuk saling mendukung, berkomunikasi dengan jelas
tentang strategi, memberi instruksi atau peringatan, serta berbagi pengalaman
tentang rute yang dihadapi. Kerja sama yang efektif selama panjat tebing
menciptakan sinergi dan mempererat ikatan antara anggota, sekaligus
mengembangkan keterampilan komunikasi yang lebih baik.
4.
Peningkatan
Pemahaman tentang Keselamatan dan Teknik yang Benar dalam Rock Climbing
Setelah
mengikuti kegiatan rock climbing, pemahaman anggota tentang keselamatan dan
teknik pendakian yang benar biasanya meningkat secara signifikan. Melalui
pelatihan intensif dan pengalaman di lapangan, anggota belajar mengenai
penggunaan peralatan seperti harness, tali, dan carabiner, serta cara
memastikan mereka terpasang dengan benar.
Selain
itu, mereka juga belajar tentang teknik-teknik dasar seperti anchor building,
belaying, serta manajemen risiko dalam menghadapi medan yang sulit. Kesadaran
akan pentingnya keselamatan semakin meningkat karena setiap anggota tahu bahwa
kesalahan kecil bisa berakibat fatal. Pemahaman ini akan memperkuat disiplin
dalam mengikuti prosedur keselamatan, baik saat pendakian individu maupun dalam
tim.
KESIMPULAN
Rock
climbing, yang dulunya
dianggap sebagai hobi berbahaya, kini semakin populer dan diakui sebagai
olahraga yang bermanfaat. Aktivitas ini tidak hanya meningkatkan keterampilan
fisik, seperti kekuatan, fleksibilitas, dan ketahanan kardiovaskular, tetapi
juga mengasah kemampuan mental, termasuk konsentrasi dan manajemen stres.
Selain itu, kegiatan ini membangun rasa percaya diri dan ketahanan mental,
terutama di kalangan anggota MAPALA, dengan menghadapi tantangan yang sulit.
Kerja sama dan komunikasi antar anggota juga sangat penting, terutama dalam
memastikan keselamatan selama pendakian. Melalui pelatihan dan pengalaman,
anggota menjadi lebih memahami teknik yang benar dan pentingnya keselamatan dalam
rock climbing. Dengan demikian, rock climbing tidak hanya memperkaya pengalaman
individu, tetapi juga memperkuat hubungan sosial dan kesadaran akan lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Ixdiana, Tedi.
(2014). Sekolah Pan jat Tebing Merah Putih Indonesian. Bandung: Expedition.
Harsuki. 2003.
Pembinaan Peningkatan Kondisi Fisik. Jakarta: KONI Jakarta.
https://cerdasku.academia.edu/AhmadDhurulIzaA?swp=tc-au-37014710.
David Huddart, Tim
Stott-Outdoor Recreation_ Environmental Impacts and Management-Springer
International Publishing_Palgrave Macmillan (2019).
Dewi Zulaikah, Rock Climbing, CV: Nata Karya, IAIN
Ponorogo: 2021
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/12773/memahami-metode-penelitian-kualitatif
No comments:
Post a Comment