TANTANGAN
DI BALIK PEMBUKAAN JALUR PENDAKIAN
GUNUNG
NGLIMAN VIA TRENGGALEK
Anifatul
Maghfiroh1, Siti Sundari2
Institut
Agama Islam Negeri Ponorogo
1 anifatulmaghfiroh03@gmail.com, 2 sitisundari33990@gmail.com
ABSTRAK
Pendakian gunung merupakan kegiatan rekreasi atau olahraga yang melibatkan
perjalanan menuju sebuah gunung. Pendakian gunung merupakan kegiatan yang dapat memperluas pengetahuan tentang alam, navigasi, teknik
bertahan hidup di alam, serta melatih mental. Perjalanan menuju sebuah puncak
gunung tentu dengan melalui jalur pendakian. Nyatanya jalur pendakian adalah
kawasan hutan. Maka keadaan kawasan rimbun dan jarang juga dikunjungi oleh
manusia, sehingga pembukaan jalur diperlukan. Suatu pembukaan jalur dalam pendakian sendiri bertujuan untuk
memudahkan perjalanan menuju puncak gunung. Seperti halnya kegiatan Spesialisasi Gunung
Hutan (GH) ini yang melakukan pembukaan jalur di wilayah Pegunungan Wilis dari
Trenggalek menuju puncak tertinggi yaitu Puncak Ngliman. Pegunungan Wilis
adalah pegunungan yang berada di Jawa Timur dengan memiliki banyak puncak
indah. Keindahan dan keunikan pegunungan ini menjadi motivasi bagi tim
spesialisasi untuk melakukan perjalanan pendaikan selama beberapa hari.
Pendakian sekaligus pembukaan jalur pendakian merupakan suatu hal yang
menantang fisik, bahkan mental. Perjalanan jauh yang harus ditempuh dengan
menghadapi segala tantangan yang ada demi tercapainya tujuan. Artikel ini merupakan
penelitian yang dilakukan dengan cara observasi dan wawancara langsung mengenai
hal-hal yang menjadi tantangan dalam pembukaan jalur. Beberapa tantangan
tersebut yaitu seperti perbedaan peta dan medan, kondisi fisik dan mental,
kondisi cuaca, jalur yang berat, dan binatang hutan.
Kata Kunci: Gunung
Hutan, Tantangan, Pendakian, Pembukaan Jalur, Wilis
ABSTRACT
Mountain
climbing is a recreational or sporting activity that involves traveling to a
mountain. Mountain climbing is an activity that can expand knowledge about
nature, navigation, survival techniques in nature, as well as mental training.
The journey to the top of a mountain is of course via a climbing route. In
fact, the climbing route is a forest area. So the area is lush and rarely
visited by humans, so opening a route is necessary. An opening of the route in
the climb itself aims to facilitate the journey to the top of the mountain.
Just like the Forest Mountain Specialization (GH) activity which opened a route
in the Wilis Mountains area from Trenggalek to the highest peak, namely Ngliman
Peak. The Wilis Mountains are mountains in East Java with many beautiful peaks.
The beauty and uniqueness of these mountains became a motivation for the
specialist team to undertake a climbing trip for several days. Climbing and opening
climbing routes is something that is physically and even mentally challenging.
A long journey that must be taken by facing all the challenges that exist in
order to achieve the goal. This article is research carried out by means of
direct observation and interviews regarding things that are challenges in
opening routes. Some of these challenges include differences in maps and
terrain, physical and mental conditions, weather conditions, difficult paths,
and forest animals.
Keywords: Forest Mountain, Challenge, Climbing, Path Opening, Wilis
1.
PENDAHULUAN
Pendakian
gunung merupakan suatu perjalanan yang melewati medan pegunungan yang tujuannya
untuk rekreasi, ekspedisi, dan eksplorasi menuju puncak-puncak yang tinggi dan
relatif sulit.[1]
Kegiatan ini menjadi olahraga favorit bagi pecinta alam yang suka berpetualang
di alam bebas. Pendakian gunung merupakan kegiatan yang memiliki banyak
manfaat, diantaranya memperluas pengetahuan tentang alam, navigasi, teknik
bertahan hidup di alam, serta melatih mental. Kegiatan ini juga dapat
menumbuhkan rasa cinta terhadap alam sebab keindahannya.
Indonesia
merupakan tanah air yang sangat kaya akan keindahan alamnya. Indonesia memiliki
banyak gunung berapi. Banyaknya gunung berapi dikarenakan letak Indonesia
berada di atas tiga lempeng tektonik aktif, yaitu Eurasia, Indo-Australia, dan
Pasifik. Adanya zona subduksi aktif yang berada di beberapa wilayah juga
menjadi alasan banyaknya gunung berapi di Indonesia.[2] Di
antara banyaknya pegunungan di Indonesia, salah satu pegunungan yang indah
yaitu Pegunungan Wilis.
Pegunungan
Wilis merupakan salah satu gugusan gunung berapi (non-aktif) di Jawa Timur.
Pegunungan Wilis ini termasuk dalam beberapa wilayah, diantaranya Kabupaten
Kediri, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Madiun, Kabupaten
Ponorogo, dan Kabupaten Trenggalek.[3] Pegunungan ini memiliki keindahan puncak yang
sangat menawan di antara pegunungan lainnya. Pegunungan Wilis ini memiliki
keunikan yakni memiliki banyak puncak yang menjulang tinggi. Di antara banyaknya
puncak di Pegunungan Wilis, puncak tertingginya yaitu Puncak Gunung Ngliman
dengan ketinggian 2.563 MDPL. Jalur pendakian Gunung Ngliman terbilang cukup
menguras banyak tenaga sebab selain jalurnya yang cukup jauh, medannya juga
cukup ekstrim dan curam. Terdapat beberapa jalur pendakian Gunung Ngliman yang
sudah ada, yaitu jalur Pudak Wetan (Ponorogo), jalur Kare (Madiun), jalur Mojo
(Kediri), jalur Candi Penampihan (Tulungagung), jalur Bajulan atau Roro Kuning
(Nganjuk), jalur Bareng (Nganjuk).[4] Jalur
pendakian Gunung Wilis ini terbilang sudah banyak, namun pendaki yang
mengunjungi masih jarang hingga beberapa jalur sebagian tertutup rimbunnya tumbuhan.
Kegiatan
pendakian gunung yaitu pada dasarnya perjalanan yang bertujuan untuk mencapai
sebuah puncak gunung. Perjalanan menuju sebuah puncak gunung tentu dengan
melalui jalur pendakian yang menunjukkan arah menuju puncaknya. Jalur pendakian
adalah jalan yang dilalui ketika perjalanan sebuah kegiatan pendakian untuk
menuju puncak gunung. Adanya jalur pendakian gunung yaitu dengan pembukaan
jalur. Pembukaan jalur pendakian gunung adalah membuka jalan dengan tujuan
dapat dilewati pendaki di suatu kawasan gunung untuk menuju lokasi tujuan atau
puncak gunung. Pembukaan jalur merupakan suatu hal yang perlu persiapan dengan
baik, seperti pengetahuan mengenai navigasi darat,
persiapan peralatan serta perlengkapan yang digunakan,
bahkan persiapan fisik dan mental.
Pegunungan
Wilis merupakan
salah satu pegunungan yang terletak di Jawa Timur yang keindahannya sudah tidak
diragukan lagi. Banyaknya puncak yang indah, tidak jarang medannya naik turun cukup
curam. Pegunungan ini terbilang masih jarang pendaki yang mengunjungi. Keunikan
serta keindahan pegunungan ini menjadi motivasi peneliti untuk melakukan
pembukaan jalur pendakian gunung menuju puncak tertinggi di Pegunungan Wilis
yang bernama Puncak Ngliman atau disebut juga Puncak Trogati. Pembukaan jalur
pendakian gunung ini merupakan sebagai penunjang pendidikan bagi peneliti yang
disebut Spesialisasi Divisi Gunung Hutan (GH) yang dimana di bawah naungan
organisasi MAPALA PASCA IAIN Ponorogo. Pembukaan jalur dengan berbekal
pengetahuan, keterampilan dan segala kebutuhan yang diperlukan. Kegiatan yang
berkaitan dengan alam tidak terlepas dari beberapa hal yang menjadi tantangan
yangmana harus dihadapi.
2.
METODE
1.
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk menunjang kegiatan
spesialisasi yang berlokasi di Pegunungan Wilis dengan melalui beberapa lokasi,
yaitu:
a)
Simbarwangi, Desa Botoputih, Kecamatan Bendungan, Kabupaten
Trenggalek.
b)
Gunung Ngliman, Desa Banaran, Kecamatan Pulung, Kabupaten
Ponorogo.
c)
Dusun Pandansari, Desa Pudak Wetan, Kecamatan Pudak,
Kabupaten Ponorogo.
2.
Waktu dan Alat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 6 Februari 2024
hingga 11 Februari 2024. Alat yang digunakan dalam penelitian yaitu peta
topografi, alat tulis (bolpoin, pensil, buku tulis, penggaris, penghapus),
kompas, busur derajat atau rummer protactor,
dan alat pendukung lainnya.
3.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam artikel ini yaitu
dengan cara observasi dan
wawancara. Penelitian dilakukan dengan cara mengamati langsung dalam kegiatan
di lapangan. Data juga didapat berdasarkan
wawancara kepada warga setempat
serta tim.
3.
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
a)
Kajian Teori
a)
Mountaineering
Mountaineering adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan gunung,
sedangkan mountaineer adalah orang yang berkegiatan di gunung.[5] Beberapa
alasan orang melakukan kegiatan di gunung yaitu seperti memperluas pengetahuan,
berpetualang, olahraga, rekreasi, mata pencaharian, adat istiadat, dan
kepercayaan. Kegiatan pendakian gunung merupakan kegiatan yang dilakukan di
alam bebas sehingga memerlukan persiapan yang maksimal. Persiapan-persiapan
yang harus diperhatikan ketika akan melakukan kegiatan pendakian gunung yaitu
mental, pengetahuan dan keterampilan, kondisi kesehatan fisik, kebutuhan
peralatan maupun konsumsi selama pendakian, dan etika. Setiap kegiatan
pendakian gunung juga harus memperhatikan beberapa hal, diantaranya:
1)
Jumlah anggota minimal 3 orang dalam setiap pendakian.
2)
Membawa konsumsi, pakaian, peralatan, maupun perlengkapan
secukupnya.
3)
Jangan mendaki di luar kemampuan diri maupun tim.
4)
Menjaga tim tetap bersama selama pendakian.
5)
Meninggalkan daftar ROP (Rencana Operasional Perjalanan)
dan daftar barang bawaan kepada suatu organisasi, pos perizinan pendakian,
keluarga dan sebagainya.
6)
Mencari informasi terkait lokasi yang akan digunakan
kegiatan.
7)
Berperilaku bijak sebagai pecinta alam yang menjaga
kelestarian alam.
Berdasarkan
kegiatan dan jenis medan, jenis pendakian terbagi menjadi beberapa yaitu hiking/hill
walking, scrambling, dan climbing.[6]
Hiking/hill walking merupakan perjalanan mendaki bukit-bukit yang relatif
landai. Scrambling merupakan pendakian yang dilakukan pada medan yang
tidak terlalu terjal, namun tangan digunakan untuk keseimbangan. Sedangkan climbing
dalam jenis pendakian merupakan pendakian yang membutuhkan teknik pemanjatan
dan penguasaan peralatan teknis. Jenis pendakian climbing terdiri
dari rock climbing yang
dilakukan pemanjatan tebing batu cukup terjal dan snow ice climbing yaitu
pendakian dilakukan pada permukaannya tertutup salju dan es yang memerlukan
peralatan khusus. Pendakian terdapat dua jenis sistem, yaitu himalayan
system dan alpine system. Himalayan system adalah sistem pendakian
yang perjalanannya panjang dan membutuhkan waktu yang lama
berminggu-minggu. Pendakian ini dikatakan berhasil meskipun hanya satu anggota
yang berhasil mencapai puncak. Sistem ini dilakukan secara
bertahap hingga mencapai
puncak tanpa membawa seluruh perlengkapan. Sedangkan sistem pendakian
Alpine system adalah sistem pendakian yang dilakukan secara bersama-sama
hingga mencapai puncak, dengan membawa seluruh perlengkapan dan peralatan atau flying
camp.
b)
Manajemen ekspedisi
Manajemen
adalah merencanakan, mengatur, dan mempersiapkan suatu kegiatan agar berjalan
dengan baik.[7]
Sedangkan ekspedisi adalah suatu kegiatan yang bersifat
ilmiah maupun sekedar berpetualang untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang
dilakukan secara terkoordinir mulai dari pra kegiatan, kegiatan, dan pasca
kegiatan. Tiga fase dalam ekspedisi:
1) Pra kegiatan
Pra
kegiatan merupakan persiapan, perencanaan sebelum kegiatan berlangsung. Dalam
pra kegiatan ini terdapat beberapa hal yang harus dilakukan diantaranya:
a)
Mengumpulkan informasi dari aktivitas yang akan
dilakukan, seperti menentukan tujuan kegiatan, jenis medan, lokasi kegiatan,
lamanya waktu perjalanan, akses menuju lokasi, serta data tentang daerah
tersebut
b)
Mempersiapkan diri sendiri dan tim, seperti latihan
fisik, menentukan dan mengumpulkan logistik.
c)
Membuat jadwal kegiatan mulai dari perencanaan,
persiapan, hingga akhir perjalanan.
d)
Membuat ROP (Rencana Operasional Perjalanan), meliputi
penentuan titik start, camp, dan titik finish.
2)
Kegiatan
a)
Melaksanakan kegiatan sesuai dengan perencanaan.
b)
Koordinasi dengan sesama tim.
c)
Menjaga kekompakkan tim.
d)
Perhitungkan secara matang segala resiko yang akan
terjadi.
e)
Koordinasi dengan instansi.
f)
Catat setiap tahap ekspedisi yang dijalankan secara
detail.
3)
Pasca kegiatan
1)
Evaluasi kegiatan dan penyusunan kegiatan dari awal
sampai akhir.
2)
Perjelas semua kendala selama kegiatan berlangsung.
3)
Presentasikan.
4)
Perjelas laporan keuangan.
5)
Laporkan kegiatan kepada instansi terkait untuk kemudahan
kegiatan selanjutnya.
6)
Memeriksa dan merawat seluruh peralatan yang telah
digunakan.
c)
Navigasi Darat (NAVDAR)
Navigasi darat adalah teknik menentukan posisi dan arah
dalam suatu perjalanan baik di peta maupun pada medan yang sesungguhnya.[8]
Peralatan NAVDAR yaitu peta topografi, alat tulis
(bolpoin, pensil, buku tulis, penggaris, penghapus), kompas, busur derajat atau
rummer protactor, curvimeter, altimeter, pedometer. Peta topografi
adalah gambaran permukaan bumi pada suatu bidang datar dengan skala tertentu
melalui suatu sistem proyeksi yang terdapat garis kontur atau garis ketinggian.
Hal terpenting dalam bernavigasi adalah kemampuan untuk
menginterpretasikan peta, yangmana kemampuan membaca peta dan membayangkan keadaan medan
yang sebenarnya. Bagian-bagian dari peta yaitu judul peta, nomor peta, tahun peta, skala
peta, arah peta.
Peta topografi menggambarkan titik ketinggian medan dengan garis kontur.
Garis kontur adalah garis khayal
yang berkelok-kelok tidak beraturan dan tertutup, menghubungkan beberapa titik
yang mempunyai ketinggian sama dari permukaan air laut. Pada medan sebenamya,
permukaan bumi merupakan suatu bidang yang tidak rata. Hal ini disebabkan
karena ada gunung, lembah, jurang, sungai, laut, tebing dan lain-lain.
Ciri-ciri dari garis kontur, yaitu:
1)
Tidak pernah terputus selalu tertutup
2)
Tidak pernah bercabang
3)
Tidak pernah berpotongan, kecuali bila menggambarkan
lereng terjal yang vertikal atau menonjol (over hang).
4)
Garis kontur dengan ketinggian yang lebih rendah selalu
mengelilingi garis kontur dengan ketinggian yang lebih tinggi, kecuali pada
kawah atau danau.
5)
Perbedaan ketinggian antara dua garis kontur adalah sama walaupun kerapatan kedua garis kontur itu berubah-ubah.
6)
Daerah datar mempunyai garis kontur jarang-jarang,
sedangkan daerah terjal curam mempunyai garis kontur yang berdekatan.
7)
Punggungan gunung atau bukit terlihat di peta sebagai
rangkaian kontur berbentuk huruf “U” yang ujungnya melengkung menjauhi puncak.
8)
Lembah terlihat di peta sebagai rangkaian kontur
berbentuk huruf “V” yang ujungnya tajam
dan menjorok mendekat ke arah puncak.
9)
Angka (harga kontur atau kontur tebal) yang tentera pada
garis kontur selalu mengarah ke daerah yang lebih tinggi.
Garis ketinggian yang menyatakan setengah ketinggian dari
dua garis kontur yang berurutan, digambarkan dengan garis putus-putus,
10)
Peta keluaran Bakosurtanal (150.000) membuat garis kontur
tebal untuk kelipatan 250 m atau selang 10 garis kantar (250, 500, 750, 1000,
1250 meter, dst).
11)
Peta keluaran AMS (150.000) membuat garis kontur tebal
untuk kelipatan 100 meter atau selang 4 garis kontur (100, 200, 300,
400, 500 meter dst)
12)
Interval kontur adalah perbedaan tinggi antara dua garis
kontur yang berurutan. Mencari interval kontur adalah satu per dua ribu dikali skala
peta yang dinyatakan dalam meter.
13)
Koordinat Peta
Koordinat
adalah kedudukan suatu titik (lokasi/posisi) pada peta. Koordinat ditentukan
dengan menggunakan sistem sumbu XY, yaitu garis-garis yang saling berpotongan
tegak lurus. Sistem koordinat yang resmi dipakai pada peta ada 2 yaitu
koordinat geografis dan koordinat grid. Koordinat geografis (geographical
coordinate) adalah sumbu yang digunakan adalah garis bujur (bujur timur dan
bujur barat) yang tegak lurus terhadap khatulistiwa, dan garis lintang (lintang
utara dan lintang selatan) yang sejajar dengan khatulistiwa. Koordinat geografis
dinyatakan dalam satuan derajat (˚), menit (‘), dan detik (“).
b)
Hasil Penelitian
Kegiatan yang dilakukan
di alam bebas itu menyenangkan sekaligus menantang.
Kegiatan di alam juga dapat sangat berbahaya. Segala bentuk kegiatan di alam
bebas harus memperhatikan keselamatan. Sebagai penjelajah atau pendaki gunung
harus bersiap dalam menghadapi tantangan yang ada. Sebagaimana hal tersebut,
pada kegiatan spesialisasi mengenai pembukaan jalur
pendakian Gunung Ngliman via Trenggalek, juga tidak terlepas dari
tantangan-tantangan yang harus dihadapi. Beberapa hal yang menjadi tantangan
dalam pembukaan jalur pendakian ini yaitu perbedaan antara peta dan medan, kesehatan
fisik dan mental, kondisi cuaca, jalur yang berat, dan binatang hutan.
a.
Perbedaan
antara peta dan medan
Persiapan
sebelum kegiatan pembukaan jalur pendakian yaitu dengan membuat plotting
atau rencana jalur pada peta. Plotting jalur ini bertujuan untuk
menggambarkan jalur yang akan dilewati hingga mencapai lokasi yang dituju.
Sebelum melakukan plotting jalur yaitu dengan mencari peta yang sesuai
dengan lokasi yang akan digunakan. Cara untuk mendapatkan peta tersebut dapat
dilakukan dengan cara mencari sesuai lokasi di internet. Terdapat beberapa peta
topografi yang resmi, salah satunya
yaitu peta RBI. Pencetakan peta dapat juga disesuaikan besar skalanya.
Pada penelitian ini menggunakan peta RBI yang besar skalanya 1:25.000, yang
berarti 1 cm pada peta merupakan 250 meter pada medan yang sebenarnya.
Cara membuat plotting
jalur pada peta harus memahami serta teliti dalam membaca peta. Hal itu sangat
penting karena dalam peta menampilkan kondisi medan tampak atas yang
digambarkan dengan garis-garis kontur. Plotting jalur harus
memperhatikan keselamatan navigator yang akan melewati. Sebagaimana hal
tersebut, peneliti dalam membuat plotting jalur dengan memperhatikan pemilihan
medan yang aman dilalui bagi seluruh tim.
Pembukaan jalur dilakukan dengan mengikuti sesuai plotting yang dibuat. Perjalanan dari titik start Trenggalek masih sesuai dengan plotting peta. Akan tetapi, pada tengah perjalanan beberapa kontur pada peta topografi kurang sesuai dengan medan yang sebenarnya. Hal ini kemungkinan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya karena bencana alam seperti tanah longsor, gempa bumi, dan lain-lain. Peta yang digunakan peneliti merupakan peta yang pembuatannya pada tahun 2001, sehingga belum terbarui. Kurang sesuainya peta yang digunakan ialah karena terkadang pada medan berbeda dengan kontur peta, misalnya di peta terlihat konturnya tidak terlalu rapat atau landai namun pada kenyataannya medannya cukup curam. Tentunya ini menjadi sebuah tantangan yang tidak mudah, akan tetapi sebisa mungkin dihadapi. Tim spesialisasi merubah plotting menuju arah jalur yang lebih aman dilewati dan mempunyai risiko yang minim.
b.
Kondisi
fisik dan mental
Pendakian gunung
merupakan kegiatan di alam bebas yang cukup menguras banyak tenaga. Hal ini
dikarenakan kegiatan yang dilakukan yaitu perjalanan dengan jarak cukup jauh
dan membutuhkan waktu yang lama. Suatu hal yang tidak jarang lagi di dunia
pendakian, yaitu jalur berat dengan medan yang curam dan menanjak. Hal tersebut
merupakan tantangan bagi pendaki ketika perjalanan. Kondisi fisik yang sehat
dan kuat diperlukan untuk menempuh perjalanan yang jauh. Maka diperlukan
latihan fisik sebelum kegiatan pendakian. Latihan fisik penting karena
meningkatkan kekuatan, ketahanan, dan kelincahan tubuh, sehingga mempersiapkan
tubuh untuk menanggung beban berat, melewati medan yang sulit, dan menghadapi
kondisi cuaca yang ekstrim selama pendakian. Selain itu, latihan fisik juga
membantu mengurangi risiko cedera dan mempercepat pemulihan jika terjadi
kelelahan atau cedera saat pendakian.
Perjalanan yang jauh
dalam pendakian gunung dapat menyebabkan kelelahan fisik yang signifikan karena
berbagai faktor seperti medan yang sulit, cuaca ekstrem, dan kebutuhan untuk
membawa beban yang berat. Kelelahan fisik ini kemudian dapat berdampak negatif
pada kesehatan mental bagi pendaki. Ketika tubuh merasa lelah, pikiran
cenderung menjadi negatif dan suasana hati menjadi terganggu. Hal ini dapat
membuat pendaki merasa putus asa, meragukan kemampuannya, dan merasa tidak
mampu melanjutkan perjalanan. Selain itu, kelelahan yang ekstrim
juga dapat menyebabkan penurunan konsentrasi dan fokus, yang dapat membahayakan
keselamatan pendaki. Perasaan kelelahan yang berkepanjangan juga dapat
mengakibatkan depresi, kecemasan, atau bahkan memicu keputusan untuk menyerah
dan menghentikan pendakian. Pendakian sekaligus pembukaan jalur ini sangat
menguras tenaga dan cukup membuat mental tim terkadang down yang
menjadikan putus asa.
Sebelum hari
dimulainya pendakian, tim spesialisasi mendapatkan informasi yang cukup
mencengangkan berasal dari pihak Perhutani Trenggalek dan juga warga setempat
Desa Botoputih yangmana merupakan desa lokasi titik start pendakian
kegiatan ini. Tim mendapatkan informasi bahwa dahulunya pernah terdapat pendaki
yang berniat membuka jalur Gunung Wilis
melalui trenggalek, akan tetapi tidak berhasil. Lokasi titik start yang
bernama Simbarwangi konon katanya merupakan tempat bekas bangunan Belanda,
namun sekarang sudah tidak terlihat sisa bangunan tersebut. Simbarwangi
dahulunya merupakan tempat bumi perkemahan yang sering digunakan kegiatan
berkemah. Berdasarkan informasi dari warga setempat, dulu di tempat tersebut
banyak yang mengalami kesurupan. Warga sekitar kepercayaannya masih kental akan
hal mistis tersebut. Sebagai pendatang yang berkegiatan di sana, tim tetap
mempercayai dan menghargai kepercayaan
tersebut. Bagaimanapun dan dimanapun berada, haruslah senantiasa menjaga sikap
dan memohon perlindungan kepada Tuhan YME.
Beberapa hal tersebut menjadi tantangan bagi tim,
namun motivasi dari seluruh tim yang menjadi penyemangat sehingga terselesainya
target kegiatan.
Kesehatan fisik dan mental sangat penting diperhatikan bagi para pendaki ketika
hendak melakukan pendakian terutama pembukaan jalur pendakian. Penting bagi
pendaki untuk mengenali tanda-tanda kelelahan dan stres mental, serta memiliki
strategi untuk mengatasi hal tersebut, seperti beristirahat yang cukup,
mengonsumsi makanan yang bergizi. Selain itu, dukungan sosial atau semangat dari
rekan pendaki juga dapat membantu mengatasi tantangan mental yang kerap muncul
selama pendakian.
c.
Kondisi
cuaca
Kegiatan pendakian dan
pembukaan jalur yang dilakukan oleh tim spesialisasi yaitu pada
awal bulan Februari yangmana sudah memasuki musim penghujan. Curah hujan pada
masa tersebut tidak begitu lebat. Persiapan
peralatan dan perlengkapan untuk menghadapi musim penghujan sudah dipertimbangkan
jauh hari sebelum pemberangkatan. Tim spesialisasi juga sudah mendapatkan
perizinan kegiatan dari
beberapa pihak. Berdasarkan persiapan serta pertimbangan, sehingga tim
memutuskan untuk berangkat pada tanggal yang telah disepakati.
Kondisi cuaca tidak
mudah untuk diprediksi. Beberapa hari selama perjalanan di hutan, seringkali
hujan turun. Hujan yang turun tidak menentu antara
pagi, siang, sore, bahkan malam hari. Bagaimanapun tim spesialisasi harus
menghadapi tantangan tersebut, dengan segala peralatan
yang dibawa. Tim menggunakan jas hujan untuk melindungi tubuh dari basah, serta
peta yang dilindungi dengan plastik. Hujan menjadikan tanah basah, sehingga
beberapa kali tim terpeleset jatuh karena licinnya tanah.
Selama menempuh perjalanan, sangat diperlukan kehati-hatian.
Seringnya hujan turun
ketika kegiatan ini merupakan sebuah tantangan yang harus siap dihadapi sewaktu-waktu
bagi tim. Tim harus menghadapi beberapa kali pakaian maupun peralatan yang
basah karena hujan. Sebab pembukaan jalur yangmana melewati jalur yang cukup
rimbun akan tumbuhan menyebabkan beberapa jas hujannya tim menjadi robek,
sehingga kurang maksimal dalam melindungi tubuh dari hujan. Peta juga menjadi
sedikit basah dan robek, namun masih dapat digunakan. Kondisi cuaca hujan
secara tidak langsung juga mengakibatkan kemoloran jadwal.
d.
Jalur
yang berat
Salah satu tantangan
bagi pendaki adalah jalur yang berat. Kondisi medan tidak selalu mudah dan
landai. Seringkali jalur pendakian merupakan jalur yang curam dan sangat
menanjak. Seperti halnya dengan pendakian pada spesialisasi ini, yangmana
sekaligus pembukaan jalur. Pegunungan Wilis memiliki banyak puncak gunung,
sehingga tidak mengherankan jika jalurnya sangat curam dan
menanjak. Beberapa jalur terdapat medan yang landai, akan tetapi jalur yang
ekstrim lebih mendominasi. Seringkali perjalanan melalui jalur yang cukup
kecil, dengan kondisi medan kanan dan kiri merupakan jurang. Perjalanan melalui
jalur tersebut sangat diperlukan kehati-hatian dan kefokusan. Kondisi medan
yang cukup terjal dan licin sebab hujan, beberapa kali menyebabkan tim
terpeleset jatuh.
Jalur yang dilalui
dengan kondisi rimbunnya tumbuhan juga menjadi rintangan dalam kegiatan
pembukaan jalur pendakian ini.Langkah demi langkah melewati rimbunnya tumbuhan
demi membuka jalur dengan bantuan alat sabit. Beberapa dari tim mengalami
luka-luka ringan sebab terkena goresan-goresan tumbuhan maupun duri.
Jalur yang berat membuat mudah terkurasnya tenaga dari tim. Tim seringkali
berhenti di tengah perjalanan untuk beristirahat.
Kesehatan itu sangatlah penting, sehingga
tidak memaksakan kemampuan tim ketika sudah sangat lelah maka beristirahat
meskipun mengorbankan kemoloran waktu.
e.
Binatang
hutan
Tidak
asing lagi di alam bebas memang merupakan tempat tinggal banyak binatang.
Ketika berkegiatan di hutan, penjelajah atau pendaki harus berwaspada dalam
menghadapi binatang hutan yang dapat datang sewaktu-waktu. Binatang yang hidup
di hutan terdapat binatang yang tidak mengganggu, namun terdapat juga binatang
buas yang dapat berbahaya. Sebagai pendaki sangat diperlukan untuk memiliki
pengetahuan terkait hal-hal tersebut beserta cara menghadapi binatang di hutan.
Kegiatan
spesialisasi ini terdapat penemuan binatang yang cukup berbahaya, yaitu ular.
Ular ini ditemukan ketika perjalanan pembukaan jalur. Tim menghadapi semacam
hal tersebut dengan berusaha tenang dan tetap melanjutkan perjalanan tanpa
mengganggunya. Binatang lain yang cukup membuat tim terganggu yaitu pacet.
Pacet ini sering muncul di hutan, terutama ketika kondisi daerah yang
lembab. Pacet suka menempel pada kulit tubuh dan menyerap darah.
Binatang tersebut sulit dilepaskan dari kulit, namun ketika sudah kenyang pacet
akan melepaskan diri dari kulit tubuh. Hal-hal tersebut
juga menjadi tantangan bagi tim dalam melakukan
perjalanan kegiatan.
4.
KESIMPULAN
Pendakian gunung merupakan suatu perjalanan yang melewati
medan pegunungan yang tujuannya untuk rekreasi, ekspedisi, dan eksplorasi
menuju puncak-puncak yang tinggi dan relatif sulit. Pendakian gunung merupakan
kegiatan yang memiliki banyak manfaat, diantaranya memperluas pengetahuan
tentang alam, navigasi, teknik bertahan hidup di alam, serta melatih mental.
Pembukaan jalur pendakian gunung adalah membuka jalan
dengan tujuan dapat dilewati pendaki di suatu kawasan gunung untuk menuju
lokasi tujuan atau puncak gunung. Pembukaan jalur merupakan suatu hal yang
perlu persiapan dengan baik, seperti pengetahuan mengenai navigasi darat,
persiapan peralatan serta perlengkapan yang digunakan.
Demikian
juga pada pembukaan jalur di Pegunungan Wilis yang titik start-nya dari
Trenggalek. Pegunungan Wilis itu keindahannya sudah tidak diragukan, namun di
balik itu terdapat usaha keras dalam mencapainya. Perjalanan harus ditempuh
dengan menghadapi segala tantangan yang ada hingga sampai pada tujuan.
Tantangan yang harus dihadapi dalam pendakian terutama pembukaan jalur yaitu
perbedaan peta dan medan, kondisi fisik dan mental, kondisi cuaca, jalur yang
berat, dan binatang hutan.
DAFTAR
PUSTAKA
Agustin. Hendri
(2023). Panduan Teknis Pendakian Gunung. Outdoor Publisher.
Fakhruddin,
Mimar. (2021, September 15). 9 Fakta Gunung Wilis: Gunung di Jawa Timur
dengan Banyak Puncak. IDN TIMES. Diakses melalui (https://www.idntimes.com) pada tanggal 16
Mei 2024.
Fidia Asmara, Fatria. (2021). Gunung Hutan.
Ponorogo: CV. Nata Karya.
Hermawan,
Riyan. 2015. Pendidikan Karakter Melalui Pendakian Gunung pada Mahasiswa
Pencinta Alam Sunan Kalijaga (MAPALASKA). (Skripsi, Fakultas Dakwah dan
Komunikasi, UIN Sunan Kalijaga: Yogyakarta).
Mariono,
dan Suryawan, Made Gde. (2020). Materi Dasar Pendidikan dan Pelatihan
Mahasiswa Pecinta Alam. Jombang: Kun Fayakun.
Mulia Putri, Vanya
Karunia. (2022, Agustus 7). Mengapa Indonesia Mempunyai Banyak Gunung
Berapi?. KOMPAS.COM. Diakses pada tanggal 14 Mei 2024 melalui (https://www.kompas.com/skola/read/2022/08/07/100000969/mengapa-indonesia-mempunyai-banyak-gunung-berapi-).
Roisatin,
Fatma. (2022, Juli 28). 5 Jalur Pendakian Gunung Wilis Menantang untuk
Pendaki Pemula. IDN TIMES. Diakses pada tanggal 16 Maret 2024 melalui https://www.idntimes.com/travel/destination/amp/fatma-roisatin/jalur-pendakian-gunung-wilis).
[1] Riyan Hermawan, Skripsi: Pendidikan
Karakter Melalui Pendakian Gunung pada Mahasiswa Pencinta Alam Sunan Kalijaga
(MAPALASKA), (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2015), hal. 2.
[2] Vanya Karunia Mulia Putri, Mengapa
Indonesia Mempunyai Banyak Gunung Berapi?, diakses dari (https://www.kompas.com/skola/read/2022/08/07/100000969/mengapa-indonesia-mempunyai-banyak-gunung-berapi-) pada tanggal 14 Mei 2024.
[3] Mimar Fakhruddin, 9 Fakta
Gunung Wilis: Gunung di Jawa Timur dengan Banyak Puncak, Diakses melalui (https://www.idntimes.com) pada tanggal 16 Mei 2024.
[4] Fatma Roisatin, 5 Jalur
Pendakian Gunung Wilis Menantang untuk Pendaki Pemula, Diakses melalui (https://www.idntimes.com/travel/destination/amp/fatma-roisatin/jalur-pendakian-gunung-wilis) pada tanggal 16 Maret 2024.
[5] Fatria Fidia Asmara, Gunung Hutan. (Ponorogo: CV. Nata
Karya, 2021), hal. 2.
[6] Mariono dan Made Gde Suryawan, Materi
Dasar Pendidikan dan Pelatihan Mahasiswa Pecinta Alam, (Jombang: Kun
Fayakun, 2020), hal. 25.
[7] Hendri Agustin, Panduan
Teknis Pendakian Gunung, (Outdoor Publisher, 2023), hal. 13.
[8] Idik Saeful Bahri, Materi Dasar
Pencinta Alam, Pendaki Gunung, dan Penempuh Rimba, (Bahasa Rakyat, 2023), hal
95.
No comments:
Post a Comment