Wednesday, October 30, 2024

TANTANGAN DI BALIK PEMBUKAAN JALUR PENDAKIAN GUNUNG NGLIMAN VIA TRENGGALEK

 

TANTANGAN DI BALIK PEMBUKAAN JALUR PENDAKIAN

GUNUNG NGLIMAN VIA TRENGGALEK

Anifatul Maghfiroh1, Siti Sundari2

Institut Agama Islam Negeri Ponorogo

1 anifatulmaghfiroh03@gmail.com, 2 sitisundari33990@gmail.com

 

ABSTRAK

            Pendakian gunung merupakan kegiatan rekreasi atau olahraga yang melibatkan perjalanan menuju sebuah gunung. Pendakian gunung merupakan kegiatan yang dapat memperluas pengetahuan tentang alam, navigasi, teknik bertahan hidup di alam, serta melatih mental. Perjalanan menuju sebuah puncak gunung tentu dengan melalui jalur pendakian. Nyatanya jalur pendakian adalah kawasan hutan. Maka keadaan kawasan rimbun dan jarang juga dikunjungi oleh manusia, sehingga pembukaan jalur diperlukan. Suatu pembukaan jalur dalam pendakian sendiri bertujuan untuk memudahkan perjalanan menuju puncak gunung.  Seperti halnya kegiatan Spesialisasi Gunung Hutan (GH) ini yang melakukan pembukaan jalur di wilayah Pegunungan Wilis dari Trenggalek menuju puncak tertinggi yaitu Puncak Ngliman. Pegunungan Wilis adalah pegunungan yang berada di Jawa Timur dengan memiliki banyak puncak indah. Keindahan dan keunikan pegunungan ini menjadi motivasi bagi tim spesialisasi untuk melakukan perjalanan pendaikan selama beberapa hari. Pendakian sekaligus pembukaan jalur pendakian merupakan suatu hal yang menantang fisik, bahkan mental. Perjalanan jauh yang harus ditempuh dengan menghadapi segala tantangan yang ada demi tercapainya tujuan. Artikel ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan cara observasi dan wawancara langsung mengenai hal-hal yang menjadi tantangan dalam pembukaan jalur. Beberapa tantangan tersebut yaitu seperti perbedaan peta dan medan, kondisi fisik dan mental, kondisi cuaca, jalur yang berat, dan binatang hutan.

Kata Kunci: Gunung Hutan, Tantangan, Pendakian, Pembukaan Jalur, Wilis

 

ABSTRACT

Mountain climbing is a recreational or sporting activity that involves traveling to a mountain. Mountain climbing is an activity that can expand knowledge about nature, navigation, survival techniques in nature, as well as mental training. The journey to the top of a mountain is of course via a climbing route. In fact, the climbing route is a forest area. So the area is lush and rarely visited by humans, so opening a route is necessary. An opening of the route in the climb itself aims to facilitate the journey to the top of the mountain. Just like the Forest Mountain Specialization (GH) activity which opened a route in the Wilis Mountains area from Trenggalek to the highest peak, namely Ngliman Peak. The Wilis Mountains are mountains in East Java with many beautiful peaks. The beauty and uniqueness of these mountains became a motivation for the specialist team to undertake a climbing trip for several days. Climbing and opening climbing routes is something that is physically and even mentally challenging. A long journey that must be taken by facing all the challenges that exist in order to achieve the goal. This article is research carried out by means of direct observation and interviews regarding things that are challenges in opening routes. Some of these challenges include differences in maps and terrain, physical and mental conditions, weather conditions, difficult paths, and forest animals.

Keywords: Forest Mountain, Challenge, Climbing, Path Opening, Wilis

 

1.        PENDAHULUAN

Pendakian gunung merupakan suatu perjalanan yang melewati medan pegunungan yang tujuannya untuk rekreasi, ekspedisi, dan eksplorasi menuju puncak-puncak yang tinggi dan relatif sulit.[1] Kegiatan ini menjadi olahraga favorit bagi pecinta alam yang suka berpetualang di alam bebas. Pendakian gunung merupakan kegiatan yang memiliki banyak manfaat, diantaranya memperluas pengetahuan tentang alam, navigasi, teknik bertahan hidup di alam, serta melatih mental. Kegiatan ini juga dapat menumbuhkan rasa cinta terhadap alam sebab keindahannya.

Indonesia merupakan tanah air yang sangat kaya akan keindahan alamnya. Indonesia memiliki banyak gunung berapi. Banyaknya gunung berapi dikarenakan letak Indonesia berada di atas tiga lempeng tektonik aktif, yaitu Eurasia, Indo-Australia, dan Pasifik. Adanya zona subduksi aktif yang berada di beberapa wilayah juga menjadi alasan banyaknya gunung berapi di Indonesia.[2] Di antara banyaknya pegunungan di Indonesia, salah satu pegunungan yang indah yaitu Pegunungan Wilis.

Pegunungan Wilis merupakan salah satu gugusan gunung berapi (non-aktif) di Jawa Timur. Pegunungan Wilis ini termasuk dalam beberapa wilayah, diantaranya Kabupaten Kediri, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Madiun, Kabupaten Ponorogo, dan Kabupaten Trenggalek.[3]  Pegunungan ini memiliki keindahan puncak yang sangat menawan di antara pegunungan lainnya. Pegunungan Wilis ini memiliki keunikan yakni memiliki banyak puncak yang menjulang tinggi. Di antara banyaknya puncak di Pegunungan Wilis, puncak tertingginya yaitu Puncak Gunung Ngliman dengan ketinggian 2.563 MDPL. Jalur pendakian Gunung Ngliman terbilang cukup menguras banyak tenaga sebab selain jalurnya yang cukup jauh, medannya juga cukup ekstrim dan curam. Terdapat beberapa jalur pendakian Gunung Ngliman yang sudah ada, yaitu jalur Pudak Wetan (Ponorogo), jalur Kare (Madiun), jalur Mojo (Kediri), jalur Candi Penampihan (Tulungagung), jalur Bajulan atau Roro Kuning (Nganjuk), jalur Bareng (Nganjuk).[4] Jalur pendakian Gunung Wilis ini terbilang sudah banyak, namun pendaki yang mengunjungi masih jarang hingga beberapa jalur sebagian tertutup rimbunnya tumbuhan.

Kegiatan pendakian gunung yaitu pada dasarnya perjalanan yang bertujuan untuk mencapai sebuah puncak gunung. Perjalanan menuju sebuah puncak gunung tentu dengan melalui jalur pendakian yang menunjukkan arah menuju puncaknya. Jalur pendakian adalah jalan yang dilalui ketika perjalanan sebuah kegiatan pendakian untuk menuju puncak gunung. Adanya jalur pendakian gunung yaitu dengan pembukaan jalur. Pembukaan jalur pendakian gunung adalah membuka jalan dengan tujuan dapat dilewati pendaki di suatu kawasan gunung untuk menuju lokasi tujuan atau puncak gunung. Pembukaan jalur merupakan suatu hal yang perlu persiapan dengan baik, seperti pengetahuan mengenai navigasi darat, persiapan peralatan serta perlengkapan yang digunakan, bahkan persiapan fisik dan mental.

Pegunungan Wilis merupakan salah satu pegunungan yang terletak di Jawa Timur yang keindahannya sudah tidak diragukan lagi. Banyaknya puncak yang indah, tidak jarang medannya naik turun cukup curam. Pegunungan ini terbilang masih jarang pendaki yang mengunjungi. Keunikan serta keindahan pegunungan ini menjadi motivasi peneliti untuk melakukan pembukaan jalur pendakian gunung menuju puncak tertinggi di Pegunungan Wilis yang bernama Puncak Ngliman atau disebut juga Puncak Trogati. Pembukaan jalur pendakian gunung ini merupakan sebagai penunjang pendidikan bagi peneliti yang disebut Spesialisasi Divisi Gunung Hutan (GH) yang dimana di bawah naungan organisasi MAPALA PASCA IAIN Ponorogo. Pembukaan jalur dengan berbekal pengetahuan, keterampilan dan segala kebutuhan yang diperlukan. Kegiatan yang berkaitan dengan alam tidak terlepas dari beberapa hal yang menjadi tantangan yangmana harus dihadapi.

2.        METODE

1.         Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk menunjang kegiatan spesialisasi yang berlokasi di Pegunungan Wilis dengan melalui beberapa lokasi, yaitu:

a)    Simbarwangi, Desa Botoputih, Kecamatan Bendungan, Kabupaten Trenggalek.

b)   Gunung Ngliman, Desa Banaran, Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo.

c)    Dusun Pandansari, Desa Pudak Wetan, Kecamatan Pudak, Kabupaten Ponorogo.

2.         Waktu dan Alat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 6 Februari 2024 hingga 11 Februari 2024. Alat yang digunakan dalam penelitian yaitu peta topografi, alat tulis (bolpoin, pensil, buku tulis, penggaris, penghapus), kompas, busur derajat atau rummer protactor, dan alat pendukung lainnya.

3.         Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam artikel ini yaitu dengan cara observasi dan wawancara. Penelitian dilakukan dengan cara mengamati langsung dalam kegiatan di lapangan. Data juga didapat berdasarkan wawancara kepada warga setempat serta tim.

3.        ANALISIS DAN PEMBAHASAN

a)        Kajian Teori

a)        Mountaineering

Mountaineering adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan gunung, sedangkan mountaineer adalah orang yang berkegiatan di gunung.[5] Beberapa alasan orang melakukan kegiatan di gunung yaitu seperti memperluas pengetahuan, berpetualang, olahraga, rekreasi, mata pencaharian, adat istiadat, dan kepercayaan. Kegiatan pendakian gunung merupakan kegiatan yang dilakukan di alam bebas sehingga memerlukan persiapan yang maksimal. Persiapan-persiapan yang harus diperhatikan ketika akan melakukan kegiatan pendakian gunung yaitu mental, pengetahuan dan keterampilan, kondisi kesehatan fisik, kebutuhan peralatan maupun konsumsi selama pendakian, dan etika. Setiap kegiatan pendakian gunung juga harus memperhatikan beberapa hal, diantaranya:

1)   Jumlah anggota minimal 3 orang dalam setiap pendakian.

2)   Membawa konsumsi, pakaian, peralatan, maupun perlengkapan secukupnya.

3)   Jangan mendaki di luar kemampuan diri maupun tim.

4)   Menjaga tim tetap bersama selama pendakian.

5)   Meninggalkan daftar ROP (Rencana Operasional Perjalanan) dan daftar barang bawaan kepada suatu organisasi, pos perizinan pendakian, keluarga dan sebagainya.

6)   Mencari informasi terkait lokasi yang akan digunakan kegiatan.

7)   Berperilaku bijak sebagai pecinta alam yang menjaga kelestarian alam.

Berdasarkan kegiatan dan jenis medan, jenis pendakian terbagi menjadi beberapa yaitu hiking/hill walking, scrambling, dan climbing.[6] Hiking/hill walking merupakan perjalanan mendaki bukit-bukit yang relatif landai. Scrambling merupakan pendakian yang dilakukan pada medan yang tidak terlalu terjal, namun tangan digunakan untuk keseimbangan. Sedangkan climbing dalam jenis pendakian merupakan pendakian yang membutuhkan teknik pemanjatan dan penguasaan peralatan teknis. Jenis pendakian climbing terdiri dari rock climbing yang dilakukan pemanjatan tebing batu cukup terjal dan snow ice climbing yaitu pendakian dilakukan pada permukaannya tertutup salju dan es yang memerlukan peralatan khusus. Pendakian terdapat dua jenis sistem, yaitu himalayan system dan alpine system. Himalayan system adalah sistem pendakian yang perjalanannya panjang dan membutuhkan waktu yang lama berminggu-minggu. Pendakian ini dikatakan berhasil meskipun hanya satu anggota yang berhasil mencapai puncak. Sistem ini dilakukan secara bertahap hingga mencapai puncak tanpa membawa seluruh perlengkapan. Sedangkan sistem pendakian Alpine system adalah sistem pendakian yang dilakukan secara bersama-sama hingga mencapai puncak, dengan membawa seluruh perlengkapan dan peralatan atau flying camp.

b)        Manajemen ekspedisi

Manajemen adalah merencanakan, mengatur, dan mempersiapkan suatu kegiatan agar berjalan dengan baik.[7] Sedangkan ekspedisi adalah suatu kegiatan yang bersifat ilmiah maupun sekedar berpetualang untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang dilakukan secara terkoordinir mulai dari pra kegiatan, kegiatan, dan pasca kegiatan. Tiga fase dalam ekspedisi:

1)   Pra kegiatan

Pra kegiatan merupakan persiapan, perencanaan sebelum kegiatan berlangsung. Dalam pra kegiatan ini terdapat beberapa hal yang harus dilakukan diantaranya:

a)    Mengumpulkan informasi dari aktivitas yang akan dilakukan, seperti menentukan tujuan kegiatan, jenis medan, lokasi kegiatan, lamanya waktu perjalanan, akses menuju lokasi, serta data tentang daerah tersebut

b)   Mempersiapkan diri sendiri dan tim, seperti latihan fisik, menentukan dan mengumpulkan logistik.

c)    Membuat jadwal kegiatan mulai dari perencanaan, persiapan, hingga akhir perjalanan.

d)   Membuat ROP (Rencana Operasional Perjalanan), meliputi penentuan titik start, camp, dan titik finish.

2)   Kegiatan

a)    Melaksanakan kegiatan sesuai dengan perencanaan.

b)   Koordinasi dengan sesama tim.

c)    Menjaga kekompakkan tim.

d)   Perhitungkan secara matang segala resiko yang akan terjadi.

e)    Koordinasi dengan instansi.

f)    Catat setiap tahap ekspedisi yang dijalankan secara detail.

3)   Pasca kegiatan

1)   Evaluasi kegiatan dan penyusunan kegiatan dari awal sampai akhir.

2)   Perjelas semua kendala selama kegiatan berlangsung.

3)   Presentasikan.

4)   Perjelas laporan keuangan.

5)   Laporkan kegiatan kepada instansi terkait untuk kemudahan kegiatan selanjutnya.

6)   Memeriksa dan merawat seluruh peralatan yang telah digunakan.

c)        Navigasi Darat (NAVDAR)

Navigasi darat adalah teknik menentukan posisi dan arah dalam suatu perjalanan baik di peta maupun pada medan yang sesungguhnya.[8] Peralatan NAVDAR yaitu peta topografi, alat tulis (bolpoin, pensil, buku tulis, penggaris, penghapus), kompas, busur derajat atau rummer protactor, curvimeter, altimeter, pedometer. Peta topografi adalah gambaran permukaan bumi pada suatu bidang datar dengan skala tertentu melalui suatu sistem proyeksi yang terdapat garis kontur atau garis ketinggian.

Hal terpenting dalam bernavigasi adalah kemampuan untuk menginterpretasikan peta, yangmana kemampuan membaca peta dan membayangkan keadaan medan yang sebenarnya. Bagian-bagian dari peta yaitu judul peta, nomor peta, tahun peta, skala peta, arah peta.  Peta topografi menggambarkan titik ketinggian medan dengan garis kontur. Garis kontur adalah garis khayal yang berkelok-kelok tidak beraturan dan tertutup, menghubungkan beberapa titik yang mempunyai ketinggian sama dari permukaan air laut. Pada medan sebenamya, permukaan bumi merupakan suatu bidang yang tidak rata. Hal ini disebabkan karena ada gunung, lembah, jurang, sungai, laut, tebing dan lain-lain. Ciri-ciri dari garis kontur, yaitu:

1)   Tidak pernah terputus selalu tertutup

2)   Tidak pernah bercabang

3)   Tidak pernah berpotongan, kecuali bila menggambarkan lereng terjal yang vertikal atau menonjol (over hang).

4)   Garis kontur dengan ketinggian yang lebih rendah selalu mengelilingi garis kontur dengan ketinggian yang lebih tinggi, kecuali pada kawah atau danau.

5)   Perbedaan ketinggian antara dua garis kontur adalah sama walaupun kerapatan  kedua garis kontur itu berubah-ubah.

6)   Daerah datar mempunyai garis kontur jarang-jarang, sedangkan daerah terjal curam mempunyai garis kontur yang berdekatan.

7)   Punggungan gunung atau bukit terlihat di peta sebagai rangkaian kontur berbentuk huruf “U” yang ujungnya melengkung menjauhi puncak.

8)   Lembah terlihat di peta sebagai rangkaian kontur berbentuk huruf  “V” yang ujungnya tajam dan menjorok mendekat ke arah puncak.

9)   Angka (harga kontur atau kontur tebal) yang tentera pada garis kontur selalu mengarah ke daerah yang lebih tinggi.

Garis ketinggian yang menyatakan setengah ketinggian dari dua garis kontur yang berurutan, digambarkan dengan garis putus-putus,

10)    Peta keluaran Bakosurtanal (150.000) membuat garis kontur tebal untuk kelipatan 250 m atau selang 10 garis kantar (250, 500, 750, 1000, 1250 meter, dst).

11)    Peta keluaran AMS (150.000) membuat garis kontur tebal untuk kelipatan 100 meter atau selang 4 garis kontur (100, 200, 300, 400, 500 meter dst)

12)    Interval kontur adalah perbedaan tinggi antara dua garis kontur yang berurutan. Mencari interval kontur adalah satu per dua ribu dikali skala peta yang dinyatakan dalam meter.

13)    Koordinat Peta

Koordinat adalah kedudukan suatu titik (lokasi/posisi) pada peta. Koordinat ditentukan dengan menggunakan sistem sumbu XY, yaitu garis-garis yang saling berpotongan tegak lurus. Sistem koordinat yang resmi dipakai pada peta ada 2 yaitu koordinat geografis dan koordinat grid. Koordinat geografis (geographical coordinate) adalah sumbu yang digunakan adalah garis bujur (bujur timur dan bujur barat) yang tegak lurus terhadap khatulistiwa, dan garis lintang (lintang utara dan lintang selatan) yang sejajar dengan khatulistiwa. Koordinat geografis dinyatakan dalam satuan derajat (˚), menit (‘), dan detik (“).

b)        Hasil Penelitian

Kegiatan yang dilakukan di alam bebas itu menyenangkan  sekaligus menantang. Kegiatan di alam juga dapat sangat berbahaya. Segala bentuk kegiatan di alam bebas harus memperhatikan keselamatan. Sebagai penjelajah atau pendaki gunung harus bersiap dalam menghadapi tantangan yang ada. Sebagaimana hal tersebut, pada kegiatan spesialisasi mengenai pembukaan jalur pendakian Gunung Ngliman via Trenggalek, juga tidak terlepas dari tantangan-tantangan yang harus dihadapi. Beberapa hal yang menjadi tantangan dalam pembukaan jalur pendakian ini yaitu perbedaan antara peta dan medan, kesehatan fisik dan mental, kondisi cuaca, jalur yang berat, dan binatang hutan.

a.    Perbedaan antara peta dan medan

Persiapan sebelum kegiatan pembukaan jalur pendakian yaitu dengan membuat plotting atau rencana jalur pada peta. Plotting jalur ini bertujuan untuk menggambarkan jalur yang akan dilewati hingga mencapai lokasi yang dituju. Sebelum melakukan plotting jalur yaitu dengan mencari peta yang sesuai dengan lokasi yang akan digunakan. Cara untuk mendapatkan peta tersebut dapat dilakukan dengan cara mencari sesuai lokasi di internet. Terdapat beberapa peta topografi yang resmi, salah satunya  yaitu peta RBI. Pencetakan peta dapat juga disesuaikan besar skalanya. Pada penelitian ini menggunakan peta RBI yang besar skalanya 1:25.000, yang berarti 1 cm pada peta merupakan 250 meter pada medan yang sebenarnya.

Cara membuat plotting jalur pada peta harus memahami serta teliti dalam membaca peta. Hal itu sangat penting karena dalam peta menampilkan kondisi medan tampak atas yang digambarkan dengan garis-garis kontur. Plotting jalur harus memperhatikan keselamatan navigator yang akan melewati. Sebagaimana hal tersebut, peneliti dalam membuat plotting jalur dengan memperhatikan pemilihan medan yang aman dilalui bagi seluruh tim. 

Pembukaan jalur dilakukan dengan mengikuti sesuai plotting yang dibuat. Perjalanan dari titik start Trenggalek masih sesuai dengan plotting peta. Akan tetapi, pada tengah perjalanan beberapa kontur pada peta topografi  kurang sesuai dengan medan yang sebenarnya. Hal ini kemungkinan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya karena bencana alam seperti tanah longsor, gempa bumi, dan lain-lain.  Peta yang digunakan peneliti merupakan peta yang pembuatannya pada tahun 2001, sehingga belum terbarui. Kurang sesuainya peta yang digunakan ialah karena terkadang pada medan berbeda dengan kontur peta, misalnya di peta terlihat konturnya tidak terlalu rapat atau landai namun pada kenyataannya medannya cukup curam.  Tentunya ini menjadi sebuah tantangan yang tidak mudah, akan tetapi  sebisa mungkin dihadapi. Tim spesialisasi merubah plotting menuju arah jalur yang lebih aman dilewati dan mempunyai risiko yang minim.

Gambar 1 Pembukaan jalur

b.    Kondisi fisik dan mental

Pendakian gunung merupakan kegiatan di alam bebas yang cukup menguras banyak tenaga. Hal ini dikarenakan kegiatan yang dilakukan yaitu perjalanan dengan jarak cukup jauh dan membutuhkan waktu yang lama. Suatu hal yang tidak jarang lagi di dunia pendakian, yaitu jalur berat dengan medan yang curam dan menanjak. Hal tersebut merupakan tantangan bagi pendaki ketika perjalanan. Kondisi fisik yang sehat dan kuat diperlukan untuk menempuh perjalanan yang jauh. Maka diperlukan latihan fisik sebelum kegiatan pendakian. Latihan fisik penting karena meningkatkan kekuatan, ketahanan, dan kelincahan tubuh, sehingga mempersiapkan tubuh untuk menanggung beban berat, melewati medan yang sulit, dan menghadapi kondisi cuaca yang ekstrim selama pendakian. Selain itu, latihan fisik juga membantu mengurangi risiko cedera dan mempercepat pemulihan jika terjadi kelelahan atau cedera saat pendakian.

Perjalanan yang jauh dalam pendakian gunung dapat menyebabkan kelelahan fisik yang signifikan karena berbagai faktor seperti medan yang sulit, cuaca ekstrem, dan kebutuhan untuk membawa beban yang berat. Kelelahan fisik ini kemudian dapat berdampak negatif pada kesehatan mental bagi pendaki. Ketika tubuh merasa lelah, pikiran cenderung menjadi negatif dan suasana hati menjadi terganggu. Hal ini dapat membuat pendaki merasa putus asa, meragukan kemampuannya, dan merasa tidak mampu melanjutkan perjalanan. Selain itu, kelelahan yang ekstrim juga dapat menyebabkan penurunan konsentrasi dan fokus, yang dapat membahayakan keselamatan pendaki. Perasaan kelelahan yang berkepanjangan juga dapat mengakibatkan depresi, kecemasan, atau bahkan memicu keputusan untuk menyerah dan menghentikan pendakian. Pendakian sekaligus pembukaan jalur ini sangat menguras tenaga dan cukup membuat mental tim terkadang down yang menjadikan putus asa.

Sebelum hari dimulainya pendakian, tim spesialisasi mendapatkan informasi yang cukup mencengangkan berasal dari pihak Perhutani Trenggalek dan juga warga setempat Desa Botoputih yangmana merupakan desa lokasi titik start pendakian kegiatan ini. Tim mendapatkan informasi bahwa dahulunya pernah terdapat pendaki yang berniat membuka jalur Gunung Wilis melalui trenggalek, akan tetapi tidak berhasil. Lokasi titik start yang bernama Simbarwangi konon katanya merupakan tempat bekas bangunan Belanda, namun sekarang sudah tidak terlihat sisa bangunan tersebut. Simbarwangi dahulunya merupakan tempat bumi perkemahan yang sering digunakan kegiatan berkemah. Berdasarkan informasi dari warga setempat, dulu di tempat tersebut banyak yang mengalami kesurupan. Warga sekitar kepercayaannya masih kental akan hal mistis tersebut. Sebagai pendatang yang berkegiatan di sana, tim tetap mempercayai  dan menghargai kepercayaan tersebut. Bagaimanapun dan dimanapun berada, haruslah senantiasa menjaga sikap dan memohon perlindungan kepada Tuhan YME.

 Beberapa hal tersebut menjadi tantangan bagi tim, namun motivasi dari seluruh tim yang menjadi penyemangat sehingga terselesainya target kegiatan. Kesehatan fisik dan mental sangat penting diperhatikan bagi para pendaki ketika hendak melakukan pendakian terutama pembukaan jalur pendakian. Penting bagi pendaki untuk mengenali tanda-tanda kelelahan dan stres mental, serta memiliki strategi untuk mengatasi hal tersebut, seperti beristirahat yang cukup, mengonsumsi makanan yang bergizi. Selain itu, dukungan sosial atau semangat dari rekan pendaki juga dapat membantu mengatasi tantangan mental yang kerap muncul selama pendakian.

c.    Kondisi cuaca

Kegiatan pendakian dan pembukaan jalur yang dilakukan oleh tim spesialisasi yaitu pada awal bulan Februari yangmana sudah memasuki musim penghujan. Curah hujan pada masa tersebut tidak begitu lebat. Persiapan peralatan dan perlengkapan untuk menghadapi musim penghujan sudah dipertimbangkan jauh hari sebelum pemberangkatan. Tim spesialisasi juga sudah mendapatkan perizinan kegiatan dari beberapa pihak. Berdasarkan persiapan serta pertimbangan, sehingga tim memutuskan untuk berangkat pada tanggal yang telah disepakati.

Kondisi cuaca tidak mudah untuk diprediksi. Beberapa hari selama perjalanan di hutan, seringkali hujan turun. Hujan yang turun tidak menentu antara pagi, siang, sore, bahkan malam hari. Bagaimanapun tim spesialisasi harus menghadapi tantangan tersebut, dengan segala peralatan yang dibawa. Tim menggunakan jas hujan untuk melindungi tubuh dari basah, serta peta yang dilindungi dengan plastik. Hujan menjadikan tanah basah, sehingga beberapa kali tim terpeleset jatuh karena licinnya tanah. Selama menempuh perjalanan, sangat diperlukan kehati-hatian.

Seringnya hujan turun ketika kegiatan ini merupakan sebuah tantangan yang harus siap dihadapi sewaktu-waktu bagi tim. Tim harus menghadapi beberapa kali pakaian maupun peralatan yang basah karena hujan. Sebab pembukaan jalur yangmana melewati jalur yang cukup rimbun akan tumbuhan menyebabkan beberapa jas hujannya tim menjadi robek, sehingga kurang maksimal dalam melindungi tubuh dari hujan. Peta juga menjadi sedikit basah dan robek, namun masih dapat digunakan. Kondisi cuaca hujan secara tidak langsung juga mengakibatkan kemoloran jadwal.

d.   Jalur yang berat

Salah satu tantangan bagi pendaki adalah jalur yang berat. Kondisi medan tidak selalu mudah dan landai. Seringkali jalur pendakian merupakan jalur yang curam dan sangat menanjak. Seperti halnya dengan pendakian pada spesialisasi ini, yangmana sekaligus pembukaan jalur. Pegunungan Wilis memiliki banyak puncak gunung, sehingga tidak mengherankan jika jalurnya sangat curam dan menanjak. Beberapa jalur terdapat medan yang landai, akan tetapi jalur yang ekstrim lebih mendominasi. Seringkali perjalanan melalui jalur yang cukup kecil, dengan kondisi medan kanan dan kiri merupakan jurang. Perjalanan melalui jalur tersebut sangat diperlukan kehati-hatian dan kefokusan. Kondisi medan yang cukup terjal dan licin sebab hujan, beberapa kali menyebabkan tim terpeleset jatuh.

Jalur yang dilalui dengan kondisi rimbunnya tumbuhan juga menjadi rintangan dalam kegiatan pembukaan jalur pendakian ini.Langkah demi langkah melewati rimbunnya tumbuhan demi membuka jalur dengan bantuan alat sabit. Beberapa dari tim mengalami luka-luka ringan sebab terkena goresan-goresan tumbuhan maupun duri. Jalur yang berat membuat mudah terkurasnya tenaga dari tim. Tim seringkali berhenti di tengah perjalanan untuk beristirahat. Kesehatan itu sangatlah penting, sehingga tidak memaksakan kemampuan tim ketika sudah sangat lelah maka beristirahat meskipun mengorbankan kemoloran waktu.

e.    Binatang hutan

Tidak asing lagi di alam bebas memang merupakan tempat tinggal banyak binatang. Ketika berkegiatan di hutan, penjelajah atau pendaki harus berwaspada dalam menghadapi binatang hutan yang dapat datang sewaktu-waktu. Binatang yang hidup di hutan terdapat binatang yang tidak mengganggu, namun terdapat juga binatang buas yang dapat berbahaya. Sebagai pendaki sangat diperlukan untuk memiliki pengetahuan terkait hal-hal tersebut beserta cara menghadapi binatang di hutan.

Kegiatan spesialisasi ini terdapat penemuan binatang yang cukup berbahaya, yaitu ular. Ular ini ditemukan ketika perjalanan pembukaan jalur. Tim menghadapi semacam hal tersebut dengan berusaha tenang dan tetap melanjutkan perjalanan tanpa mengganggunya. Binatang lain yang cukup membuat tim terganggu yaitu pacet. Pacet ini sering muncul di hutan, terutama ketika kondisi daerah yang lembab. Pacet suka menempel pada kulit tubuh dan menyerap darah. Binatang tersebut sulit dilepaskan dari kulit, namun ketika sudah kenyang pacet akan melepaskan diri dari kulit tubuh. Hal-hal tersebut juga menjadi tantangan bagi tim dalam melakukan perjalanan kegiatan.

4.        KESIMPULAN

Pendakian gunung merupakan suatu perjalanan yang melewati medan pegunungan yang tujuannya untuk rekreasi, ekspedisi, dan eksplorasi menuju puncak-puncak yang tinggi dan relatif sulit. Pendakian gunung merupakan kegiatan yang memiliki banyak manfaat, diantaranya memperluas pengetahuan tentang alam, navigasi, teknik bertahan hidup di alam, serta melatih mental. Pembukaan jalur pendakian gunung adalah membuka jalan dengan tujuan dapat dilewati pendaki di suatu kawasan gunung untuk menuju lokasi tujuan atau puncak gunung. Pembukaan jalur merupakan suatu hal yang perlu persiapan dengan baik, seperti pengetahuan mengenai navigasi darat, persiapan peralatan serta perlengkapan yang digunakan. Demikian juga pada pembukaan jalur di Pegunungan Wilis yang titik start-nya dari Trenggalek. Pegunungan Wilis itu keindahannya sudah tidak diragukan, namun di balik itu terdapat usaha keras dalam mencapainya. Perjalanan harus ditempuh dengan menghadapi segala tantangan yang ada hingga sampai pada tujuan. Tantangan yang harus dihadapi dalam pendakian terutama pembukaan jalur yaitu perbedaan peta dan medan, kondisi fisik dan mental, kondisi cuaca, jalur yang berat, dan binatang hutan.

 

DAFTAR PUSTAKA

Agustin. Hendri (2023). Panduan Teknis Pendakian Gunung. Outdoor Publisher.

Fakhruddin, Mimar. (2021, September 15). 9 Fakta Gunung Wilis: Gunung di Jawa Timur dengan Banyak Puncak. IDN TIMES. Diakses melalui (https://www.idntimes.com) pada tanggal 16 Mei 2024.

Fidia Asmara, Fatria. (2021). Gunung Hutan. Ponorogo: CV. Nata Karya.

Hermawan, Riyan. 2015. Pendidikan Karakter Melalui Pendakian Gunung pada Mahasiswa Pencinta Alam Sunan Kalijaga (MAPALASKA). (Skripsi, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Sunan Kalijaga: Yogyakarta).

Mariono, dan Suryawan, Made Gde. (2020). Materi Dasar Pendidikan dan Pelatihan Mahasiswa Pecinta Alam. Jombang: Kun Fayakun.

Mulia Putri, Vanya Karunia. (2022, Agustus 7). Mengapa Indonesia Mempunyai Banyak Gunung Berapi?. KOMPAS.COM. Diakses pada tanggal 14 Mei 2024 melalui (https://www.kompas.com/skola/read/2022/08/07/100000969/mengapa-indonesia-mempunyai-banyak-gunung-berapi-).

Roisatin, Fatma. (2022, Juli 28). 5 Jalur Pendakian Gunung Wilis Menantang untuk Pendaki Pemula. IDN TIMES. Diakses pada tanggal 16 Maret 2024 melalui https://www.idntimes.com/travel/destination/amp/fatma-roisatin/jalur-pendakian-gunung-wilis).

Saeful Bahri, Idik. (2023). Materi Dasar Pencinta Alam, Pendaki Gunung, dan Penempuh Rimba. Bahasa Rakyat.


[1] Riyan Hermawan, Skripsi: Pendidikan Karakter Melalui Pendakian Gunung pada Mahasiswa Pencinta Alam Sunan Kalijaga (MAPALASKA), (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2015), hal. 2.

[2] Vanya Karunia Mulia Putri, Mengapa Indonesia Mempunyai Banyak Gunung Berapi?, diakses dari (https://www.kompas.com/skola/read/2022/08/07/100000969/mengapa-indonesia-mempunyai-banyak-gunung-berapi-) pada tanggal 14 Mei 2024.

[3] Mimar Fakhruddin, 9 Fakta Gunung Wilis: Gunung di Jawa Timur dengan Banyak Puncak, Diakses melalui (https://www.idntimes.com) pada tanggal 16 Mei 2024.

[4] Fatma Roisatin, 5 Jalur Pendakian Gunung Wilis Menantang untuk Pendaki Pemula, Diakses melalui (https://www.idntimes.com/travel/destination/amp/fatma-roisatin/jalur-pendakian-gunung-wilis) pada tanggal 16 Maret 2024.

[5] Fatria Fidia Asmara,  Gunung Hutan. (Ponorogo: CV. Nata Karya, 2021), hal. 2.

[6] Mariono dan Made Gde Suryawan, Materi Dasar Pendidikan dan Pelatihan Mahasiswa Pecinta Alam, (Jombang: Kun Fayakun, 2020), hal. 25.

[7] Hendri Agustin, Panduan Teknis Pendakian Gunung, (Outdoor Publisher, 2023), hal. 13.

[8] Idik Saeful Bahri, Materi Dasar Pencinta Alam, Pendaki Gunung, dan Penempuh Rimba, (Bahasa Rakyat, 2023), hal 95.

No comments:

Post a Comment