Blog ini dibuat sebagai media informasi kedalam atau keluar guna mengembangkan MAPALA PASCA IAIN PONOROGO

RESPON MASYARAKAT TERHADAP PEMBUATAN JALUR PEMANJATAN SEBAGAI ACUAN PENGEMBANGAN WISATA ALAM TEBING SONG MEGO DESA KLEPU KECAMATAN DONOROJO KABUPATEN PACITAN

 

RESPON MASYARAKAT TERHADAP PEMBUATAN JALUR PEMANJATAN SEBAGAI ACUAN PENGEMBANGAN WISATA ALAM TEBING SONG MEGO DESA KLEPU KECAMATAN DONOROJO KABUPATEN PACITAN

Dita Ayu Febrianingtias, UKM MAPALA PASCA IAIN Ponorogo

Dinta Dina Akbari. UKM MAPALA PASCA IAIN Ponorogo

dhitafebri929@gmail.com

dante98dinta@gmail.com

Abstrak

        Pembuatan jalur pemanjatan sudah tidak asing lagi bagi para penggemar olahraga, dimana pembuatan jalur merupakan usaha pertama kali untuk membuat akses atau jalur sebagai media dalam olah raga panjat tebing. Pembuatan jalur ini dilakukan di tebing alam seperti di tebing Song Mego Pacitan, pembuatan jalur ini tidak semata-mata hanya untuk memfasilitasi para atlet panjat tebing melainkan sebagai upaya untuk mengembangkan potensi wisata yang ada di kabupaten Pacitan dalam bidang olahraga Panjat tebing. Sebelum melakukan upaya pengembangan diperlukan analisis pendukung, analisis tersebut berupa respon masyarakat terkait agenda pembuatan jalur. Analisis respon masyarakat ini digunakan untuk menentukan seberapa tinggi daya tarik masyarakat sekitar. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data berupa observasi dan wawancara. Subjek yang kami gunakan dalam wawancara adalah masyarakat setempat dan para tokoh, sedangkan observasi yang kami gunakan adalah Observasi partisipatif adalah metode di mana peneliti terlibat dalam kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian.Dan dari hasil yang kami peroleh respon masyarakat setempat tergolong positif dan memiliki daya tarik yang tinggi dibidang pemanjatan.

 PENDAHULUAN

            Sebagai negara berkembang Indonesia memiliki potensi sumber daya alam yang tinggi berupa potensi potensi alam, flora, fauna, panorama alam dan didukung dengan keberagaman ras dan suku bangsa yang memiliki daya tarik untuk dikunjungi oleh wisatawan manca negara atau domestik[1]. Indonesia juga kaya akan wisata budayanya yang terbukti dengan begitu banyaknya peninggalan-peninggalan sejarah

serta keanekaragaman seni dan adat budaya masyarakat lokal yang menarik wisatawan lokal maupun wisatawan mancanegara, sehingga dengan banyaknya potensi yang dimiliki menjadikan Indonesia sebagai salah satu daerah tujuan wisata.

Potensi sumber daya alam di Indonesia mampu menyumbang pendapatan negara dengan memanfaatkan keindahan dan fungsi  alam sebagai obyek pariwisata daerah. Pengelolaan sumber daya alam sebagai tempat wisata dapat mensejrahterakan masyarakat sebagai sumber pendapatan masyarakat daerah dan mampu meningkatkan perekonomian bangsa serta terdapat manfaat lain seperti menghapus kemiskinan dan mengatasi pengangguran. Hal tersebut sesuai dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009  tentang Kepariwisataan (UU Kepariwisataan) menjadi landasan hukum atas kebebasan melakukan perjalanan dan memanfaatkan waktu luang dalam wujud berwisata yang merupakan bagian dari hak asasi manusia.[2]  

            Indonesia memiliki banyak daerah yang memiliki potensi wisata alam yang tinggi salah satunya kabupaten Pacitan yang terletak di Jawa timur. Potensi pariwisata di Kabupaten Pacitan meliputi wisata pantai, wisata goa, wisata budaya/religius, wisata rekreasi dan wisata industri. Pacitan biasa masyarakat luar kenal dengan kota 1001 goa, namun dibalik itu Pacitan menyimpan banyak potensi wisata lain yakni Tebing Alam. Melimpahnya tebing alam di kabupaten Pacitan menjadikannya salah satu daerah yang akan dijadikan lokasi pemancangan program 1.000 jalur pemanjatan. Sebuah agenda yang digagas oleh Pengurus Besar (PB) Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI), untuk memajukan kemampuan para atlet panjat tebing Indonesia. Lembah Kera dipilih untuk merealisasikan agenda besar FPTI pada tahun 2012.

Meskipun demikian masih banyak tebing alam yang masih belum terjamah oleh orang luar yakni tebing Song Mego yang berada di dusun Gondang Legi, Desa Klepu, Kecamatan Donorojo, Pacitan. Selain menyuguhkan keindahan alam dari sang pencipta, Song Mego yang biasa masyarakat setempat sebut memiliki peluang tinggi dalam pembuatan jalur pemanjatan sebagai lokasi wisata dan media pengembangan bakat minat para Atlet Panjat tebing.

Dalam usaha pengembangan objek wisata, peninjauan dari respon masyarakat sangat penting dilakukan sebagai analisis pertamakali mengenai daya tarik masyarakat setempat. Karna rangsangan dan respon sangat menentukan perspektif positif dan juga perspektif negatif. Contoh perspektif positif  ketika kita tersenyum kepada orang lain dan direspon menggunakan senyuman juga.

Pemilihan lokasi ini berdasarkan kelayakan batuan, potensi wisata meliputi keindahan alam dan letak strategis tebing Song Mego, selain itu tujuan dari pembuatan jalur pemanjatan di Tebing Song Mego untuk mengupayakan dan mengembangkan potensi wisata tebing alam di lokasi yang minim obyek wisata. Pemikiran inilah yang melandasi penyusunan artikel dan sebagai produk nyata dalam upaya pengembangan potensi wisata alam. 

METODE

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2023 di Tebing Song Mego, Dusun Gondang Legi, Desa Klepu, Kecamatan Donorojo, Pacitan. Metode penelitian yang digunakan penelitian deskriptif kualitatif.Teknik pengumpulan data melalui Wawancara dan Observasi. Wawancara dan observasi dilakukan untuk mengetahui respon dan antusiasme masyarakat terhadap pembuatan jalur pemanjatan sebagai obyek wisata. Metode penelitian deskriptif kualitatif berkaitan dengan pengumpulan data untuk memberikan gambaran atau penegasan suatu konsep atau gejala, juga menjawab pertanyaan-pertanyaan sehubungan dengan suatu objek penelitian. Pelaksanaan metode deskriptif kualitatif tidak hanya terbatas pada pengumpulan, penggambaran, dan penyusunan data tetapi juga meliputi analisis dan interpretasi data.

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

a.        Kajian Teori

1.        Konsep Respon Masyarakat

Secara sederhana respon seperti yang terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah suatu tanggapan, reaksi, dan jawaban. Sedangkan konsep lain lebih dekat dengan ilmu Psikologi, mengatakan bahwa respon adalah suatu tingkah laku atau sikap, baik sebelum pemahaman yang rinci, penilaian, pengaruh, penolakan, suka atau tidak maupun pemanfaatan pada suatu fenomena. Jadi berbicara mengenai respon dari perspektif psikologi berarti berbicara tentang persepsi, sikap dan partisipasi.

Respons juga diartikan sebagai reaksi, tanggapan, dan jawaban[3]. Respons akan timbul setelah seseorang atau sekelompok orang terlebih dahulu merasakan kehadiran suatu objek dan kemudian menginterpretasikan objek yang dirasakan itu. Subjek dari respons biasa diambil dari masyarakat. Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling “bergaul”, atau dengan istilah ilmiah “saling berinteraksi”. Satu kesatuan manusia dapat mempunyai prasarana melalui apa warga-warganya dapat saling berinteraksi. Kesatuan manusia itu menjadi suatu masyarakat karena ada ikatan yaitu pola tingkah laku yang khas mengenai semua factor kehidupannya dalam batas kesatuan itu bersifat menetap dan kontinyu.

Respons yang diberikan masyarakat dapat berupa respons positif dan respons negatif. Respons positif muncul bila masyarakat mempunyai tanggapan atau reaksi positif terhadap suatu program/kegiatan, yaitu dengan antusias ikut berpartisipasi menjalankan program/kegiatan itu. Sebaliknya, respons negatif muncul bila masyarakat mempunyai tanggapan atau reaksi negatif terhadap suatu program/kegiatan, yaitu kurang atau tidak ikut berpartisipasi dalam suatu program/kegiatan atau bahkan menolaknya.

Respons masyarakat lokal terhadap pembangunan pariwisata dan kegiatan pariwisata akan mengikuti empat tahapan, yaitu euphoria, apathy, annoyance, dan antagonism[4]. Arah tahapan tersebut adalah dari menerima dengan senang menuju penentangan.

2.        Konsep pengembangan wisata

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pengembangan didefinisikan sebagai suatu proses atau cara menjadikan suatu menjadi maju, baik, sempurna dan berguna [5]Pada prinsipnya pengembangan pariwisata diawali dengan melakukan inventarisasi sumber khasanah wisata mengidentifikasi untuk melakukan evaluasi secara realistik terhadap potensi yang ada atau memiliki, hak tersebut merupakan bagian integral dari tahap penndahuluan dan perencanaan. Pengembangan yaitu memajukan dan memperbaiki atau meningkatkan yang telah ada.

Pariwisata (tourism) sering diasosiasikan sebagai rangkaian perjalanan seseorang atau kelompok orang (wisatawan, turis) ke suatu tempat untuk berlibur, menikmati keindahan alam dan budaya (sightseeing), bisnis, mengunjungi kerabat dan tujuan lainnya[6] Wisata merupakan bentuk pemanfaatan sumberdaya alam yang mengandalkan jasa alam untuk kepuasan manusia. Kegiatan pariwisata terdiri dari tiga unsur utama. Tiga unsur tersebut diantaranya:

1)        Manusia (man) yang merupakan orang yang melakukan perjalanandengan maksud menikmati keindahan dari suatu tempat (alam);

2)        Ruang (space) yang merupakan daerah atau ruang lingkup tempat melakukan perjalanan;

3)        Waktu (time) yang merupakan waktu yang digunakan selama dalam perjalanan dan tinggal di daerah tujuan wisata.

Pengembangan kawasan wisata merupakan alternatif yang diharapkan mampu mendorong baik potensi ekonomi maupun upaya pelestarian. Pengembangan kawasan wisata dilakukan dengan menata kembali berbagai potensi dan kekayaan alam dan hayati secara terpadu. Pada  tahap berikutnya dikembangkan model pengelolaan kawasan wisata yang berorientasi pelestarian lingkungan.

            Pengembangan pariwisata sebagai suatu industri secara ideal harus berlandaskan pada empat prinsip dasar,  yaitu:

1)        Kelangsungan ekologi, yaitu bahwa pengembangan pariwisata harus menjamin terciptanya pemeliharaan dan proteksi terhadap sumberdaya alam yang menjadi daya tarik wisata, sepertilingkungan laut, hutan, pantai, danau, dan sungai.

2)        Kelangsungan kehidupan sosial dan budaya, yaitu bahwa pengembangan pariwisata harus mampu meningkatkan peran masyarakat dalam pengawasan tata kehidupan melalui sistem nilai yang dianut masyarakat setempat sebagai identitas masyarakat tersebut.

3)        Kelangsungan ekonomi, yaitu bahwa pengembangan pariwisata harus dapat menciptakan kesempatan kerja bagi semua pihak untuk terlibat dalam aktivitas ekonomi melalui suatu sistem ekonomi yang sehat dan kompetitif.

4)        Memperbaiki dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat setempat melalui pemberian kesempatan kepada mereka untuk terlibat dalam pengembangan pariwisata.

3.        Pembuatan Jalur Pemanjatan

            Panjat Tebing atau biasa dikenal dikalangan atlet olahraga dengan sebutan Rock Climbing merupakan salah satu jenis olahraga alam bebas dan masih termasuk dalam bagian pendakian gugung yang tidak bisa digunakan dengan cara jalan kaki melainkan menggunakan sejumlah alat khusus dan teknik-teknik. Pada dasarnya olahraga panjat tebing adalah suatu olahraga yang mengutamakan kelenturan, kekuatan/daya tahan tubuh, kecerdikan, kerjasama tim serta ketrampilan dan pengalaman setiap individu. Panjat tebing sebenarnya suatu kegiatan yang memanfaatkan cacat tebing untuk menambah ketinggian dan membutuhkan perlengkapan sebagai pengaman.

            Dalam olahraga panjat tebing tidak asing dengan istilah pembuatan jalur Pembuatan jalur merupakan usaha untuk membuat jalur pertama kali dimana tebing belum memiliki pengaman apapun. Pembuatan jalur ini biasanya digunakan sebagai ekspor tebing yang dapat digunakan untuk aktivitas penggemar olahraga outdoor. Sebuah tebing tanpa adanya hanger/pengaman akan membahayakan keselamatan pemanjat sehingga diperlukan adanya pengaman atau hanger buatan yang digunakan untuk menambah ketinggian dan pengaman.

            Adapun dalam pembuatan jalur terdapat dua cara yakni cara tradisional dan cara moderen:

1.        Teknik Tradisional : teknik jenis berprinsip bahwa membuat jalur dilakukan sambil memanjat dan biasanya menggunakan alat artificial. Teknik ini juga cenderung bernilai petualangan dan eksplor karena lintasan yang digunakan masih baru dan tidak memiliki pengaman apapun bahkan tanpa dicoba terlebih dahulu. Pembuat jalur akan melakukannya dari bawah sampai puncak.

2.        Teknik Modern : dalam teknik modern dibagi lagi menjadi dua jenis teknik yaitu dengan teknik tali tetap (Fixe Rope Technic) dan top rope.

a.         Fixe Rope Techic atau biasa disebut dengan teknik tali tetap. Pada teknik ini pembuatan jalur dapat dilakukan dengan cara rappeling bolting atau ascending bolting. Pada teknik ini tali telah terpasang dahulu menjadi lintasan. Untuk penggunaan teknik ini membutuhkan perencanaan arah jalur dan pemasangan pengaman tetap.

b.         Top rope, teknik ini hampir sama dengan teknik tali tetap (Fixe Rope Technic) bedanya dalam teknik ini tidak menggunakan tali tetap melainkan menggunakan top rope. Kelebihan cara ini pembuat jalur dapat membuat perencanaan arah jalur dan penempatan pengaman lebih presisi karena gerakan pemanjatan dapat diketahui terlebih dahulu.

Pembuatan jalur tidak memiliki ukuran jarak yang pasti antar hanger satu dan hanger selanjutnya. Tapi di Indonesia biasanya menggunakan ukuran 1,5 M jaraknya sedangkan di luar negeri menggunakan jarak sekitar 2 M. jadi untuk tinggi jalur disesuaikan dengan medan tebing dan disesuaikan dengan jangkauan si pembuat jalur. Hal yang penting untuk diperhatikan dalam penggunaan teknik tali tetap dan top rope, pembuat harus memperhatikan dan mencapai titik akhir sebagai tempat penambatan tali tetap atau top rope. Titik akhir bisa dicapai dengan banyak cara diantaranya dengan melewati jalan setapak, dan jalan lain yang telah ada untuk bisa mencapainya dan jika titik akhir mustahil dijangkau dengan jalan kaki bisa menggunakan pemanjatan artificial. 

b.        Hasil Penelitian

Kabupaten Pacitan terletak di ujung barat daya Provinsi Jawa Timur. Sebagian besar wilayahnya berupa pegunungan kapur, yakni bagian dari rangkaian Pegunungan Kidul. Tanah tersebut kurang cocok untuk pertanian.Secara astronomis, Kabupaten Pacitan berada pada 110º 55' – 111º 25' Bujur timur dan 7º 55' – 8º 17' Lintang Selatan. Luas wilayah Pacitan adalah 1.389,87 km 2 , yang terbagi menjadi 12 kecamatan. Pusat pemerintahannya ada di Kecamatan Pacitan.

Kabupaten pacitan berbatasan dengan Kabupaten Ponorogo disebelah utara, Kabupaten Wonogiri sebelah barat, Samudra Hindia disebelah selatan dan Kabupaten Trenggalek di sebelah timur. Berdasarkan Kondisi geografis Pacitan yang sebagian besar berbukit tandus menyebabkan daerah ini kurang cocok untuk cocok ditanami padi sehingga ketela pohon atau singkong menjadi alternatif sejak dahulu kala. Hasil pertanian utama Pacitan adalah padi, singkong, cengkeh, kelapa dan kakao yang baru dibudidayakan beberapa tahun terakhir. Potensi bahan tambang juga cukup besar di kawasan Pacitan. Kerajinan batu akik yang berakhir di kawasan Donorojo, sedikit telah memahami nilai penting bagi Pacitan.[7]

            Kondisi geografis kabupaten Pacitan juga termasuk kawasan karst pegunungan selatan. Kart merupakan suatu bentang alam yang khas dari muka bumi maupun bawah permukaan, yang terutama dibentuk oleh pelarutan dan pengendapan batuan karbonat oleh aliran air tanah[8]. Adanya kawasan karst biasa ditandai dengan banyaknya persebaran goa disuatu daerah dan di Pacitan terkenal dengan kota 1001 gua dimana persebaran gua didaerah pacitan sangat tinggi. Meskipun persebaran tebing tidak sebanyak persebaran Gua, namun batuan tebing yang ada di Pacitan cukup mudah dijumpai meskipun relatif tidak terlalu tinggi.

            Berdasarkan observasi yang tim kami lakukan, batuan tebing banyak dijumpai di sepanjang jalan kecamatan Poenoeng dan Donorogo. Sedangkan di pacitan kota tidak banyak menjumpai batuan tebing disepanjang jalan namun terdapat satu lokasi tebing yang cukup terkenal dengan jalur pemanjatanya yakni Lembah Kera tepatnya berada di Dusun Jarum, Desa Sukoharjo, Kecamatan Pacitan.[9] Informasi yang saya terima jalur pemanjatan di Kabupaten Pacitan masih tergolong minim, sehingga tidak bisa mengcover atlet panjat tebing di Pacitan sehingga tim kami mengadakan agenda pembuatan jalur pemanjatan di Tebing Song Mego, dusun Gondang Legi, Desa Klepu, Kecamatan Donorojo Pacitan sebagai sarana para atlet dan juga upaya dalam pengembangan potensi tebing yang ada di Pacitan.

            Dengan potensi tersebut, perlu adanya respon dari masyarakat terkait agenda yang telah dibuat. Respon dan informasi yang kami peroleh dari hasil wawancara kepada masyarakat setempat dan beberapa tokoh. Serta observasi yang dilakukan dengan melakukan Observasi partisipatif adalah metode di mana peneliti terlibat dalam kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian.Berdasarkan observasi yang kami lakukan masyarakat dusun dihari pertama sudah memiliki antusiasme tinggi setelah mendengar agenda yang kami suguhkan kepada mereka terbukti dengan banyaknya masyarakat dusun yang melakukan “sambang” atau silaturahmi kepada kami.

            Sedangkan hasil wawancara yang kami peroleh dari kepala dusun (KASUN), masyarakat sangat menerima dan juga senang dengan adanya kegiatan pembuatan jalur karna kegiatan tersebut hanya pernah terjadi satu kali didaerah mereka. Selain itu karna mereka baru mengetahui olahraga panjat tebing dan bagaimana sistematika pembuatan jalur sekali masyarakat dusun merasa sangat bersemangat dan juga penasaran, imbuh suami bu KASUN. Dari hasil tersebut kami berspekulasi bahwa masyarakat dusun memiliki ketertarikan tersendiri dalam kegiatan pembuatan dilihat dari mimik dan interaksi yang mereka lakukan, hal tersebut bisa terbaca karna mimik dan interaksi merupakan sebuah simbol yang memiliki arti penting dan simbol tersebut bukan hanya mimik serta interaksi tapi juga meliputi Kata-kata dan suara-lainnya, gerakan-gerakan fisik, bahasa tubuh (body langguage), baju, status, kesemuanya merupakan simbol[10].

            Jadwal kegiatan pembuatan jalur yang kami lakukan selama empat hari mulai dari pagi hingga sore. Setiap hari selain melakukan pembuatan jalur kami melakukan observasi sosial terhadap masyarakat yang dengan sengaja ingin menonton pembuatan jalur. Di hari pertama masyarakat tidak terlalu banyak hanya beberapa petani yang memiliki kebun disekitar tebing serta siswa SD. Para siswa dan siswi SD tersebut memang diarahkan oleh guru mereka untuk menyaksikan pemanjatan tebing dengan tujuan pengenalan sebuah bidang olahraga yang jarang ditemui didaerah tersebut. Dari interaksi dan juga perilaku siswa-siswi terlihat jelas bagaimana antusiasme mereka serta rasa penasaran dengan beberapa peralatan panjat kami. Beberapa siswa juga menyatakan bahwa senang bisa melihat pemanjatan dan ingin mencobanya. Anak usia dini memang dikenal dengan manusia paling jujur[11], Namun seiring perkembangan sosial anak dalam berinteraksi dengan orang lain dan mengenal lingkungannya sangat berpengaruh terhadap kejujuran anak. Hal tersebut karena anak berkembang dan berubah sesuai dengan kematangan dan pengalaman yang didapatnya.[12]

            Dihari kedua dan ketiga masyarakat yang berdatangan semakin bertambah mulai dari anak-anak orang dewasa bahkan orang tua berniat menyaksikan pembuatan jalur. Bahkan beberapa dari mereka dengan sengaja membawa beberapa makanan baik buat mereka atau sekedar berbagi kepada kami. Dari observasi kami ketika salah satu tim melakukan pemanjatan sorak-sorai dari mereka terdengar jelas celetukan dari orang-orang dewasa yang mengingatkan untuk berhati-hati serta binar dari anak-anak menambah semangat bagi tim kami untuk menyelesaikan pembuatan jalur. Jika ditinjau dari segi Perspektif perilaku bahwa untuk dapat lebih memahami perilaku seseorang, seyogianya kita mengabaikan informasi tentang apa yang dipikirkan oleh seseorang. Lebih baik kita memfokuskan pada perilaku seseorang yang dapat diuji oleh pengamatan kita sendiri.[13]

            Selama tiga hari respon masyarakat memperlihatkan segi positif , mulai bagaimana jalinan kominikasi yang dilakukan antara kami serta interaksi tingkah laku selama kegiatan berlangsung. Tidak sedikit masyarakat menganggap bahwa kegiatan yang kami adakan merupakan sebuah pertunjukan yang jarang mereka jumpai menurut keterangan salah satu pengunjung yang datang ketika kegiatan. Hal tersebut semakin menekankan bahwa respon masyarakat dalam menyikapi kegiatan pembuatan jalur pemanjatan ini dirasa sangat antusias. Dan tim kami menganalisis pengaruh respon para masyarakat berdasarkan beberapa pemicu;

1) Kurangnya kebutuhan tontonan masyarakat mengenai olahraga panjat tebing.

2) Tidak mengenalnya olahraga panjat tebing.

3) Sibuknya kegiatan masyarakat yang mayoritas sebagai petani.

4) Lokasi cukup jauh dengan kawasan yang memiliki fasilitas panjat tebing sehingga masyarakat kurang melek terhadap pemanjatan.

               Berdasarkan seluruh hasil yang kami kumpulkan mengenai respon masyarakat setempat tergolong positif dilihat dari perilaku, komunikasi dan juga ekspresi serta beberapa data hasil wawancara. Penelitian ini menghasilkan data bahwa daya tarik masyarakat khususnya sekitar tebing Song Mego sangat tinggi dalam bidang olahraga panjat tebing. Mengenai hal tersebut peluang dalam pengembangan wisata pemanjatan di tebing Song Mego juga selaras dengan respon masyarakat. Harapannya  dikemudian hari dilakukanya pengembangan ulang sehingga upaya pengembangan wisata pemanjatan ini mencapai tujuan untuk mensejrahterakan masyarakat setempat.           

KESIMPULAN

            Kabupaten Pacitan selain memiliki 1001 gua juga memiliki potensi dalam bidang pemanjatan karna terdapat beberapa tebing yang bisa dibuat jalur pemanjatan salah satunya di Tebing Song Mego, dusun Gondang Legi, Desa Klepu, Kecamatan Donorojo, Kabupaten Pacitan. Potensi tersebut diupayakan bisa berkembang menjadi objek wisata untuk mensejrahterakan masyarakat setempat baik ditinjau dari segi ekonomi atau moriil. Berdasarkan hasil penelitian, tim kami menyimpulkan bahwa respon masyarakat tergolong sangat tinggi ditinjau dari hasil wawancara dan observasi. Sedangkan untuk lokasi pembuatan jalur juga masih sangat memadai apabila dilakukan pembuatan jalur kembali.



[1]Safri,Muhammad. 2020. “Pendekatan Wisata Alam Dengan Pendekatan Biaya Perjalanan”. Purwokerto Selatan : Pena Persada.

[2]UU NO. 10, LN 2009/NO. 11 , TLN. NO. 4966, LL SETNEG : 59 HLM

[3]Poerwadarminta, W.J.S. 1999. Kamus Bahasa Indonesia. Balai Pustaka; Jakarta

[4]Mowforth, Martin dan Ian Munt. 2016. Tourism and Sustainability: Development, Globalisation and New Tourism in the Third World. Fourth edition. London: Routledge.

[5]Poerwadarminta,W.J.S. 1993. Kamus Umum Bahasa Indonesia.

[6]Ramly, Nadjamuddin. 2007. Pariwisata Berwawasan Lingkungan. Jakarta: Grafindo

[7]BPK kabupaten Pacitan, 11 Oktober 2023, https://jatim.bpk.go.id/kabupaten-pacitan/

[8]Chemistra, paul dkk. 2018. “Identifikasi Litologi Lapisan Sedimen Pada Daerah Karst Pacitan Menggunakan metode Mikrotremor HVSR”. Jurnal Teknik; Institut Teknologi Surabaya

[9]Masuki,M. 2011. Pacitan Masuk Program 1.000 Jalur pemanjatan. Antara jatim;  https://jatim.antaranews.com/berita/70494/pacitan-masuk-program-1000-jalur-pemanjatan

[10]Mustafa,Hasan. 2011. “ Perilaku Manusia Dalam Perspektif  Psikologis Sosial”. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Katolik Parahyangan

[11]Kesuma, Darma., dkk. (2011). Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di Sekolah. Bandung: Rosda Karya

[12]Mansur. (2007). Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

[13]Ibid;hal_145


DAFTAR PUSTAKA

BPK kabupaten Pacitan, 11 Oktober 2023, https://jatim.bpk.go.id/kabupaten-pacitan/

Chemistra, paul dkk. 2018. “Identifikasi Litologi Lapisan Sedimen Pada Daerah Karst Pacitan Menggunakan metode Mikrotremor HVSR”. Jurnal Teknik; Institut Teknologi Surabaya

 Kesuma, Darma., dkk. (2011). Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di Sekolah. Bandung: Rosda Karya

Mansur. (2007). Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Masuki,M. 2011. Pacitan Masuk Program 1.000 Jalur pemanjatan. Antara jatim;  https://jatim.antaranews.com/berita/70494/pacitan-masuk-program-1000-jalur-pemanjatan        

Mustafa,Hasan. 2011. “ Perilaku Manusia Dalam Perspektif  Psikologis Sosial”. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Katolik Parahyangan

Mowforth, Martin dan Ian Munt. 2016. Tourism and Sustainability: Development, Globalisation and New Tourism in the Third World. Fourth edition. London: Routledge.

Safri,Muhammad. 2020. “Pendekatan Wisata Alam Dengan Pendekatan Biaya Perjalanan”. Purwokerto Selatan : Pena Persada.

Poerwadarminta,W.J.S. 1993. Kamus Umum Bahasa Indonesia.

Poerwadarminta, W.J.S. 1999. Kamus Bahasa Indonesia. Balai Pustaka; Jakarta

Ramly, Nadjamuddin. 2007. Pariwisata Berwawasan Lingkungan. Jakarta: Grafindo

UU NO. 10, LN 2009/NO. 11 , TLN. NO. 4966, LL SETNEG : 59 HLM

No comments:

Post a Comment