Blog ini dibuat sebagai media informasi kedalam atau keluar guna mengembangkan MAPALA PASCA IAIN PONOROGO

Spesialisasi Pelestarian Lingkungan dan Pengabdian Masyarakat

 

Potensi Penyerapan Karbon Di Wilayah Hutan Jati RPH Gunung Tukul Desa Suru, Kecamatan Sooko, Kabupaten Ponorogo.

Niken Putri Rahayu, Revica Nurmutiara Rengganis, Dita Ayu Febrianingtyas, Suprianto, Risyda Ufika Sari, Dinta Dina Akbari, Eva Azizatul Latifah, Alif Fatoni

mpapasca995@gmail.com, putrnpi2010@gmail.com, revicanurmutia@gmail.com, Sy0276953@gmail.com, risdaajae@mail.com, dante98dinta@gmail.com, ealathifah12@gmail.com, aliffatoni22@gmail.com,

UNIT KEGIATAN MAHASISWA

MAHASISWA PECINTA ALAM

PERSAUDARAAN MAHASISWA SOLIDARITAS PECINTA ALAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO

 

ABSTRAK

Perubahan iklim dan isu pemanasan global akhir-akhir ini disebabkan oleh ketidakseimbangan energi antara bumi dan atmosfer. Ketidakseimbangaan tersebut dipengaruhi oleh peningkatan gas asam arang yang membahayakan iklim bumi. Gas tersebut adalah karbon. Karbon merupakan siklus alami dari penyerapan karbon atmosfer yang akan dilepaskan kembali ke atmosfer. Data satu decade terakhir ini, zat karbon di atmosfer sangat meningkat. Hutan alami menjadi penyimpan karbon (C) tertinggi dari pada sistem penggunaan lahan. Hal ini, dikarenakan keragaman pohon di hutan yang tinggi. Karbon atau zat arang dengan unsur kimia berlambang C dan bernomor atom 6, merupakan  unsur non logam yang dimanfaatkan tumbuhan dalam proses fotosintesis. Ketika asam arang (CO2) diserap dari udara dalam proses fotosintesis di ubah menjadi karbohidrat, kemudian  disebarkan ke seluruh bagian tanaman dan akhirnya tertimbun. Proses penimbunan ini dinamakan sekuestrasi. Sehingga hasil mengukur jumlah C yang tersimpan pada tanaman hidup (Biomasa) akan menggambarkan banyaknya CO2 di atmosfet yang diserap oleh tanaman. Pohon jati yang menjadi pohon komuditas besar di pulau jawa dan mendominasi hamper seluruh hutan jawa mempunyai potensi besar yang ikut andil dalam penyerapan karbon di atmosfer. Dengan  karakteristik yang dimiliki, pohon jati juga bukan pohon tahunan. Dengan demikian, perannya dalam menyerap karbon cukup tinggi.

 

Kata Kunci: Karbon, Penyerapan Karbon, Penyimpanan Karbon, Pohon Jati

 

ABSTRAC

Climate change and the issue of global warming recently are caused by an energy imbalance between the earth and the atmosphere. This imbalance is affected by an increase in carbonic acid gas which endangers the earth's climate. The gas is carbon. Carbon is a natural cycle of absorption of atmospheric carbon which will be released back into the atmosphere. In the last decade, carbon in the atmosphere has greatly increased. Natural forest is the highest carbon store (C) of land use systems. This is due to the high diversity of trees in the forest. Carbon or carbon, with the chemical element symbol C and atomic number 6, is a non-metallic element used by plants in the process of photosynthesis. When carbonic acid (CO2) is absorbed from the air in the process of photosynthesis it is converted into carbohydrates, then distributed to all parts of the plant and finally buried. This hoarding process is called sequestration. So the results of measuring the amount of C stored in living plants (Biomass) will describe the amount of CO2 in the atmosphere absorbed by plants. The teak tree, which is a major commodity tree on the island of Java and dominates almost all of Java's forests, has great potential to contribute to absorbing carbon in the atmosphere. With its characteristics, the teak tree is also not an annual tree. Thus, its role in absorbing carbon is quite high.

 

Keyword: Carbon, Sequestration,Carbon Storage, Teak Trees

 

A.    PENDAHULUAN

Hutan sangatlah bermanfaat dalam kehidupan, dari segala potensi yang dimilikinya. Sumber daya alam yang dimiliki hutan menjadi penyeimbang terbesar dalam biosfer bumi. Disamping dari segala hal yang bisa dimanfaatkan makhluk hidup, hutan juga menjadi tempat yang meminimalisir adanya kerusakan alam akibat fenomena alam. Seperti banjir, longsor, erosi maupun abrasi. Dengan adanya hutan air hujan bisa diserap, dari pohonnya tanah bisa tertahan untuk tetap di tempatnya, dan pencemaran udara karena aktivitas makhluk lain pun diserapnya. Hal ini termasuk gas karbondioksida dan karbonmonoksida yang tersebar di atmosfer.

Ketika dalam suatu lahan tanamannya di tebang maka telah terjadi penguraian karbon yang tadinya tersimpan di dalam biomasa tanaman kemudian terurai ke udara. Sebagian besar unsur C yang terurai ke udara biasanya terikat dengan O2 dan menjadi CO2. Perubahan wujud karbon ini kemudian menjadi dasar untuk menghitung emisi. Begitu juga ketika satu lahan kosong ditanami tumbuhan, maka akan terjadi proses pengikatan unsur C dari udara kembali menjadi biomasa tanaman secara bertahap ketika tanaman tersebut tumbuh besar (sekuestrasi).

Karbon sendiri merupakan salah satu unsur kimia dengan lambang C. Selain itu, karbon juga menjadi unsur utama yang terkandung dalam senyawa organik. Hampir setengah dari suatu organisme adalah karbon, seperti halnya tumbuhan dan hewan. [1]Sehingga tidak dapat terpungkiri lagi bahwa karbon akan banyak terkandung dalam bumi. Hutan menjadi dataran bumi yang menjadi sumber tersimpannya karbon, karena makhluk hidup yang menempatinya. Seluruh benda yang ada di hutan pasti mengandung karbon, baik yang masih hidup maupun yang sudah mati.

Tanaman jati sendiri adalah tanaman yang dapat dibudidayakan. Jati sampai sekarang masih menjadi komoditas mewah yang banyak diminati masyarakat walaupun harga jualnya mahal. Pengkajian cadangan karbon hutan jati (tectona grandis) dinilai penting karena berdasarkan studi data PERHUTANI pohon jati mendominasi areal hutan di hampir seluruh Pulau Jawa.[2] Hutan tanaman jati merupakan hutan dengan jenis tanaman pokok Jati yang mempunyai umur masak tebang relatif panjang (long rotation).[3] Sehingga kemungkinan komponen karbon yang terserap dari atmosfer akan tersimpan cukup besar dalam jaringan tanaman, oleh karena itu hutan tanaman jati mempunyai potensi secara ekologis sebagai penyimpan cadangan karbon dalam waktu yang panjang. Hairiah dan Rahayu (2007), menyatakan hutan dengan tanaman berumur panjang merupakan tempat penimbunan atau penyimpanan karbon yang jauh lebih besar dibandingkan tanaman semusim.[4]

Cadangan karbon adalah kandungan karbon yang tersimpan, baik diatas permukaan tanah (above ground carbon) seperti biomasa tanaman ataupun didalam tanah (below ground carbon) seperti bahan organik tanah. Oleh karena itu, ukuran volume tanaman penyusun lahan tersebut dapat menjadi ukuran jumlah karbon yang tersimpan sebagai biomasa (cadangan karbon) (Donato et al., 2011). Pengukuran cadangan karbon perlu dilakukan agar didapatkan data cadangan karbon yang tersimpan dalam suatu lahan sehingga dapat di hitung emisi yang di lepaskan ke atmosfer ketika terjadi perbahan pada tutupan lahan tersebut. [5]

B.    METODE PENELITIAN

1.     Tempat Lokasi Penelitian

Penelitian yang dilakukan untuk menunjang spesialisasi ini bertempat di hutan jati RPH Gunung Tukul, desa. Suru, kec. Sooko, kab. Ponorogo, prov. Jawa Timur.

2.     Waktu dan Alat Penelitian

Penelitian dilakukan pada 3-5 Februari  2023. Bahan yang digunakan adalah tegakan hutan tanaman jati (Tectona Grandis). Sedangkan alat yang digunakan antara lain : alat pembuatan plot (tali kenur, tali rafia, bambu sesek, roll meter, parang); alat pengukuran (timbangan, meteran pita), kompas, dan saringan stenlist.

3.     Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data

Pada penelitian ini perhitungan cadangan karbon dihitung dengan metode estimasi menggunakan persamaan statifikasi yang terbagi dalam pot dan sub plot yang telah dibuat pada penelitian-penelitian sebelumnya dan dikhususkan pada bagian tegakan jati, seresah dan tanah.

C.    ANALISIS DAN PEMBAHASAN

1.     Kajian teori

Terlebih dahulu yang dilakukan membuat plot (20m×100m), kemudian didalamnya ada sub plot (5m×40m). Di dalam masing-masing plot dibuat sub plot (5m×40m). dan dalam sub Plot masih ada sub-sub plot (0,5m×0,5m). Setiap plot disesuaikan dengan kriteria yang telah ditentukan.

a.   Simpanan karbon di atas permukaan tanah (above ground)

Untuk mengetahui simpanan karbon di atas permukaan tanah terlabih dahulu dilakukan pengukuran biomasa di atas tanah meliputi pengukuran biomasa pohon, tumbuhan bawah, serersah dan nekromassa. Setelah diketahui besarnya nilai biomasa maka nilai simpanan karbon merupakan 0,47 dari nilai biomasa.[6]

Cara mengukur karbon yang tersimpan

1)  Mengukur biomasa tumbuhan atas

Mengukur C yang tersimpan di lahan hutan dapat dilakukan dengan tanpa melibatkan perusakan, tetapi bisa juga dilakukan dengan melibatkan perusakan seperti, menebang pohon. Sebelum melakukan menentukan dahulu jenis lahan apakah lahan hutan alami, agroforesti, atau lahan pertanian semusim. Pada dasarnya pengukuran lahan melibatkan 3 tahap kegiatan:

a)   Membuat plot untuk pengukuran karbon tersimpan

Buatlah plot contoh pengukuran pada setiap hektar sistem penggunaan lahan yang dipilih dengan langkah sebagai berikut:

(1).   Untuk lahan hutan: buatlah plot berukuran 5mx 40m=200 m2 (disebut SUB PLOT). Pilihlah SUB PLOT pada lokasi yang kondisi vegetasinya seragam. Hindari tempat-tempat yang terlalu rapat atau terlalu jarang vegetasinya.

(2).   Buatlah SUB PLOT lebih dari satu bila kondisi lahan tidak seragam (misalnya kondisi vegetasi dan tanahnya beragam). satu SUB PLOT mewakili satu kondisi.

(3).   Buatlah SUB PLOT lebih dari satu bila kondisi tanahnya berlereng, buatlah satu SUB PLOT di setiap bagian lereng (atas,tengah dan lereng bawah).

(4).   Beri tanda pada setiap sudut SUB PLOT.

(5).   Perbesar ukuran SUB PLOT bila dalam lahan yang diamati terdapat pohon besar (diameter batang>30 cm) menjadi 20 m x 100m=2000m2 (disebut PLOT BESAR).

(6).   Untuk sistem agroforestri atau perkebunan yang memiliki jarak tanam antar pohon cukup lebar, buatlah SUB PLOT BESAR ukuran 20 mx100m=2000m2

(7).   Tentukan minimal 6 titik contoh pada setiap sub plot untuk pengambilan contoh tumbuhan bawah, seresah, dan akar halus, setiap titik berukuran 0.5m x 0,5m = 0,25m2[7]

b)  Mengukur biomasa pohon

Pengukuran biomasa pohon dilakukan dengan cara ‘non destructif’(tidak merusak bagian tanaman). Cara pengambilan data:

(1).   Catat nama setiap pohon, dan ukurlah diameter batang setinggi diameter dada (diameter at breast height = 1.3 m dari permukaan tanah) semua pohon yang dalam sub-sub plot. Lakukan pengukuran dbh hanya pada pohon berdiameter 5 cm hingga 30 cm. Pohon dengan d <5cm diklasifikasikan sebagai tumbuhan bawah.

(2).   Lilitkan pita pengukur pada batang pohon, dengan posisi pita harus sejajar untuk semua arah.

(3).   Catatlah hasil lilitan batang atau diameter batang dari setiap pohon yang diaman pada blanko pengamatan yang telah disiapkan.

(4).   Tetapkan berat jenis (BJ) kayu dari masing-masing jenis pohon dengan jalan memotong kayu dari salah satu cabang, lalu ukur panjang, diameter, dan timbang berat basahnya. Masukkan dalam oven, pada suhu 100selama 48 jam dan timbang berat keringnya. Hitung volume dan BJ kayu dengan rumus sebagai berikut:[8]

volume (cm3)=πR2T

 

dimana:

R= jari-jari= 1/2xdiameter (cm)

T= panjang  kayu (cm); π= 3,14 atau


c)   Mengumpulkan dan mengolah data

Untuk pengolahan data dilakukan dengan lagkah-langkah berikut:

(1).   Tulis semua data yang diperoleh dari pengukuran dbh (pohon hidup) dalam "blanko pengamatan biomasa" Pisahkan penghitungan biomasa pohon besar dan biomasa pohon untuk memudahkan perhitungan ke luasan pengukuran.

(2).   Hitunglah biomasa pohon menggunakan persamaan alometrik yang telah dikembangkan oleh peneliti-peneliti sebelumnya

(3).   Jumlahkan biomasa semua pohon yang ada pada suatu lahan, baik yang ukuran besar maupun yang kecil, sehingga diperoleh total biomasa pohon per lahan (kg/luasan lahan). Estimasi biomasa pohon menggunakan persamaan alometrik

Rumus BK persamaan allometrik

Jenis pohon

Estimasi Biomasa pohon, kg/pohon

Sumber

Pohon bercabang

BK=0.11×p×D2,62

Kefterings,2001

Pohon tidak bercabang

BK=π×p×H×D2/40

Hairiah et al, 1999

Kopi dipangkas

BK=0.281×D2,06

Arifin,2001

Pisang

BK=0.030×D2,28

Arifin,2001

Bambu

BK=0.131×D2,13

Priyadarsini,2000

Sengon

BK=0.0272×D2,831

Sugiharto,2002

Pinus

BK=0.0417×D2,6576

Waterloo,1995

Keterangan:

BK :Berat Kering (kilogram),

D : Diameter pohon,(centimeter);

H :tinggi pohon, (centimeter),

Ρ : BJ kayu, (gram/centimeter)

2)  Biomassa tumbuhan bawah

Pengambilan contoh biomasa tumbuhan bawah harus dilakukan dengan metode 'destructive' (merusak bagian tanaman). Tumbuhan bawah yang diambil sebagai contoh adalah semua tumbuhan hidup berupa pohon yang berdiameter < 5 cm,herba dan rumput-rumputan.

Cara pengambilan contoh tumbuhan bawah (understorey)

a)     Tempatkan kuadran bambu, kayu atau aluminium di dalam sub plot (5m x 40m) secara acak.[9]

b)     Potong semua tumbuhan bawah (pohon berdiameter <5 cm. herba rumput-rumputan) yang terdapat di dalam kuadran.

c)     Masukkan ke dalam kantong kertas atau plastik beri label sesuai kode titik contoh.

d)     Masukkan dalam karung besar untuk mempermudah pengangkutan laboratorium

e)     Timbang berat basah daun atau batang, catat beratnya dalam blangko

f)      Ambil sub-contoh tanaman dari masing-masing biomasa daun dan batang sekitar 100-300g. Bila biomasa contoh yang didapatkan hanya sedikit (<10), maka timbang semuanya dan jadikan sebagai sub-contoh.

g)     Hitung total berat kering tumbuhan bawah per kuadran dengan rumus sebagai berikut:[10]

=  X

Keterangan:

BK           : Berat Kering (gr)

BB           : Berat Basah (gr)

BK sub contoh    : Besaran angka berat kering (antara 100-300 gr)

BB sub contoh    : Besaran angka berat kering (antara 100-300 gr)

3)  Nekromasa

Lakukan pengambilan contoh 'nekromasa' (bagian tanaman mati permukaan tanah yang masuk dalam SUB PLOT (5mx40m) dan/atau PLOT BESAR (20 m x 100 m). Pengambilan contoh nekromasa) yang berdiameter antara 5 cm hingga 30 cm dilakukan pada SUB PLOT, sedangkan batang berdiameter >30 cm dilakukan pada PLOT BESAR.

 

Nekromasa dibedakan menjadi 2 kelompok:

a)     Nekromasa berkayu, pohon mati yang masih berdiri maupun yang tumbang, tunggul-tunggul tanaman, cabang dan ranting yang masih utuh yang berdiameter 5 cm dan panjang 0.5 m.[11]

Cara Pengukuran Nekromasa Berkayu:

(1).  Ukur diameter (lingkar batang) dan panjang (tinggi) semua pohon mati yang berdiri maupun yang tumbang, tunggul tanaman, cabang dan ranting.

(2).  Catat dalam blangko hasil pengukuran.

Pengolahan data nekromasa berkayu dengan hitung berat nekromasa berkayu dengan menggunakan rumus allometrik seperti pohon hidup sebagai berikut:

BK(kg/nekromasa)=π×p×H×D2/40

Keterangan:

BK       : Berat Kering (kilogram)   

D        : Diameter (centimeteer)

BJ (ρ)    : Berat Jenis kayu (0,7 centimeter3)   

H        : Panjang Nekromasa berkayu (centimeter)

π       : 3,14 atau 

Lakukanlah pengolahan data nekromasa berkayu sama caranya dengan pengolahan biomasa pohon, yaitu bedakan antara jenis nekromasa besar (berdiameter >30 cm) dan nekromasa sedang (berdiameter antara 5-30 cm), karena luas plot pengumpulan datanya berbeda.

b)     Nekromasa tidak berkayu adalah seresah daun yang masih utuh (seresah kasar) dan bahan organik lainnya yang telah terdekomposisi sebagian dan berukuran >2 mm (seresah halus).

Cara Pengambilan Contoh Seresah Kasar:

(1).   Gunakan kuadran kayu/bambu/aluminium kumpulkan seresah setelah pengambilan contoh biomasa tumbuhan bawah lakukan pada titik contoh dan luas kuadran yang sama dengan yang dipakai untuk pengambilan contoh biomasa tumbuhan bawah.

(2).   Ambil semua sampel yang terdapat dalam tiap-tiap kuadran, masukkan ke dalam kantong kertas atau plastik dan beri label sesuai dengan kode titik.[12]

(3).   Timbang beratnya dan catat dalam blangko yang telah disediakan Estimasi BK seresah kasar per kuadran melalui perhitungan sebagai berikut:

=  X

Keterangan:

BK : Berat Kering (gram)

BB : Berat Basah (gram)

BK sub contoh : Berat kering sub contoh

(antara 100-300 gram)

BB sub contoh : Berat basah sub contoh

(antara 100-300 gram)

Cara Pengambilan Contoh Seresah Halus dan Akar Halus

(a).    Ambil semua seresah halus yang terletak dipermukaan tanah terdapat dalam kuadran, biasanya setebal 5 cm tetapi ketebalan ini bervariasi tergantung pada pengelolaan lahannya. Bila pengambilan seresah halus telah menyentuh tanah mineral, biasanya berwama lebih terang dari pada lapisan seresah, maka hentikan pengambilannya.

(b).   Masukkan semua seresah halus yang terdapat pada kuadran kedalam ayakan dengan lubang pori ±2 mm, kemudian ayaklah.

(c).    Ambil seresah halus dan akar yang tertinggal di atas ayakan. Tempatkan pada satu kantong dengan seresah kasar. Timbang berat basahnya (BB perkuadran).[13]

(d).   Catat hasil dalam blangko yang disediakan. Estimasi BK seresah halus perkuadran melalui perhitung sebagai berikut:

=  X

Keterangan:

BK : Berat Kering (gram)

BB : Berat Basah (gram)

BK sub contoh : Berat kering sub contoh

BB sub contoh : Berat basah sub contoh

Alat dan Bahan yang digunakan dalam pembuatan plot sebagai berikut:

a.      Tali kenur dan tali raffia

Digunakan untuk membuat plot, sub plot, dan sub-sub plot

 

  Dan

 

 


 

b.     Meteran pita baju

Untuk mengukur keliling pohon

 

 

 

 

c.      Rool meter

Untuk mengukur panjang dan lebar plot agar tepat sesuai dengan ukuran

 

 

 

 

d.     Meteran tukang

Untuk mengukur panjang dan lebar sub-sub plot

 

 

 

 

e.      ATK

Untuk mencatat hasil-hasil yang didapatkan ketika aplikasi lapangan

 

 

 

 

f.       Kompas bidik

Untuk bidik azimuth back azimuth, agar kepastian akurasi kelurusan bentuk plot terpenuhi.

 

 

 


 

g.     Saringan stenlish

Untuk mengayak tanah dan menyisakan akar-akar halus

 

 

 

 

 

h.     Kantong plastik

Sebagai tempat menyimpan biomasa bawah, seresah dan akar halus.

 

 

 

 

 

i.       Timbangan

Untuk mengetahui berat basah dari sample yang diambil

 

 

 

 

 

 

j.       Kalkulator Ilmiah

Untuk menghitung data

 

 

 

 

 

 


 

k.     Table data

Untuk tempat mencatat data yang diperoleh

Table Biomasa Pohon dan Nekromasa Berkayu

No

Nama Sampel

Keliling

Diameter

Berat Kering (kg/ha)

BK (kg/ha)x0,47

Hasil BK (mg/ha)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Table  Biomasa Tumbuhan Bawah dan Nekromasa Tidak Berkayu

No.

Nama Plot

Berat Basah

Sub Contoh BB

Sub Contoh BK

Berat Kering (kg/ha)

BK (kg/ha)x0,47

Hasil BK (mg/ha)

1.      

 

 

 

 

 

 

 

2.      

 

 

 

 

 

 

 

3.      

 

 

 

 

 

 

 

4.      

 

 

 

 

 

 

 

5.      

 

 

 

 

 

 

 

 

Untuk Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan ketika plot sudah terbentuk keselurahan, kemudian mengambil sampel di setiap plot sesuai kriteria yang sudah ditentukan. Sampel yang diambil antara lain:

a.    Dalam plot besar dan sub plot, sampel yang diambil adalah biomasa pohon atas dan nekromasa berkayu. Data yang diperlukan dalam plot ini adalah keliling dari biomasa pohon dan nekromasa berkayu yang terdapat pada seluruh plot. Untuk nekromasa berkayu juga diukur panjangnya. Untuk biomassa pohon sendiri keliling di ukur setinggi 1,3 m atau setinggi dada (dbh). Cara pengambilan data keliling:

Keterangan :

1)   Pohon yang berada di lahan berlereng, di ukur dari baagian lereng yang atas.

2)   Ketika ditemukan pohon yang memiliki cabang di ketinggian sebelum 1,3m, maka ukur semua dbh cabang.

3)   Saat ada pohon yang memiliki benjolan di tinggi 1,3m, maka tambah 0,5m untuk menghitung keliling pohon.

4)   Apabila di ketinggian 1,3m terdapat banir (batas akar bahan), maka tambah 0,5m diatas banir baru ambil keliling pohon.

5)   Ketika pohon memiliki akar tunjang mencapai ketinggian 1,3m, maka lakukan pengukuran 0,5m setelah perakaran.[14]

b.   Untuk di sub-sub plot kita memotong semua biomassa tanaman bawah yang ada seperti rerumputan, ilalang, maupun tanaman yang menjalar, ketika semua sudah terpotong, kumpulkan, dan masukkan dalam kantong plastik. Kemudian kita mengumpulkan daun yang sudah berguguran (seresah.) dan setelahnya gali tanah hingga tinggi ±5cm, kemudian kumpulkan akar-akar halus yang ada. Begitu juga seterusnya di setiap sub-sub plot. Ketika sudah terkumpul dan dimasukkan dalam kantong plastik secara tersendiri tiap sampel pada 1 sub-sub plot. Kemudian di timbang berat basah dari setiap kantong plastik tersebut.

c.    Pengolahan data

Dari setiap data yang sudah diperoleh dan telah tercatat di worksheet, kemudian olah data dengan rumus-rumus yang di telah dipelajari dalam materi perhitungan karbon ini.

1)   Pertama dengan mencari diameter dari keliling yang sudah diukur sebelumnya. Kemudian mencari BK sampai terubah ke satuan ton/ha.

2)   Untuk biomasa tumbuhan bawah dan nekromasa tidak berkayu, setelah ditimbang berat basahnya kemudian diolah dengan membagi antara sub contoh berat kering dan sub contoh berat basah baru kali dengan berat basah yang diperoleh. Setelah ketemu angka dari pengolahan tersebut lanjut diolah sampai data berubah satuan ke ton/ha.

Suatu kawasan tidak memiliki ketentuan secara pasti mengenai besar simpanan karbon. Simpanan karbon sangat dipengaruhi oleh biomasa, karena itu apapun penyebab meningkat ataupun berkurangnya potensi biomasa akan berpengaruh pula terhadap serapan karbon. Faktor yang menyebabkan peningkatan potensi karbon adalah penjarangan penanaman. Karena hal tersebut persaingan antar pohon akan berkurang sehingga memperbesar kualitas pertumbuhan pohon dan dimensi tegakan, umur pohon akan meningkatkan jumlah serapan karbon. [15]

2.     Hasil Penelitian Lapangan

Setiap PERHUTANI memiliki Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH) yang merupakan induk rencana pengelolaan hutan yang kurang lebih 10 tahun sekali akan dilakukan perubahan. Jati adalah pohon yang minimal tebang ketika sudah berumur 60 tahun. Namun aka nada pada suatu waktu akan ditebang sebelum usia tersebut. Hal ini bias sikarenakan pengalihan fungsi lahan, kebencanaan, atau emang keterpaksaan. Hal ini akan dikategorikan pada tebangan a, b, c, d1, dan d2 sesuai situasi yang ada. Tidak terkeciali dengan hutan jati gunung tukul desa. Suru kec. Sooko kab. Ponorogo yang memiliki luas ±707,5ha. Pohon-pohon jati yang ada di wilayah ini ada yang sudah melebihi usia 60 yahun. Pohon tersebut di tanam pada tahun 1951 dan masih dipertahankan hingga saat ini.

Dari narasumbernya bapak engkus sekaligus asper yang bertanggungjawab di wilayah tersebut menjelaskan bahwa dipertahankannya pohon tersebut karena pertumbuhan yang masih bagus. Sehinnga, walaupun usianya sudah lebih dari 60 tahun tidak ditebang. Jika ada yang kjurang dari umur 60 namun pertumbuhannya kurang bagus, maka akan didahulukan pohon yang demikian.[16]

Melihat potensi yang ada di wilayah ini, maka penelitian ini pun kami lakukan untuk menjadi referensi kedepannya, terutama yang berkaitan dengan simpanan karbon di tegakan jati. Hasil dari penelitian ini, diperoleh besaran kandungan karbon di lahan hutan jati gunung tukul desa. Suru kec. Sooko kab. Ponorogo yang memiliki luas ±707,5ha, sebesar 41,78859 mg/ha. Besaran ini diperoleh dari pengambilan sampel yang diperoleh dilapangan. Berikut data hasil pengolahan data sampel:

HASIL PENGOLAHAN PERHITUNGAN KARBON

BIOMASSA POHON BESAR (plot 100×20m)

No

Nama Pohon

Keliling Pohon

Diameter (D=k/)

BK= 2/40

BK kg/m2 (bk/2000m2)

1.   

Jati 1

193

61,464

207,591

0,103

2.   

Jati 2

147

46,815

120,430

0,060

3.   

Jati 3

163

51,910

148,070

0,074

4.   

Jati 4

120

38,216

80,252

0,040

5.   

Jati 5

163

51,910

148,070

0,074

6.   

Jati 6

162

51,592

146,262

0,073

7.   

Jati 7

146

46,496

118,795

0,059

8.   

Jati 8

182

57,961

184,603

0,093

9.   

Jati 9

134

42,625

99,838

0,049

10.               

Jati 10

203

64,649

229,663

0,114

11.               

Jati 11

185

58,917

190,743

0,095

12.               

Jati 12

150

47,770

125,394

0,062

13.               

Jati 13

170

54,140

161,066

0,080

14.               

Jati 14

160

50,955

142,672

0,071

15.               

Jati 15

113

35,987

71,163

0,035

16.               

Jati 16

200

63,694

222,928

0,111

17.               

Jati 17

184

58,598

188,683

0,094

18.               

Jati 18

160

50,955

142,672

0,071

19.               

Jati 19

148

47,133

122,072

0,061

20.               

Jati 20

178

56,687

176,577

0,088

21.               

Jati 21

210

66,878

245,773

0,122

22.               

Jati 22

240

76,433

321,018

0,160

23.               

Jati 23

138

43,949

106,136

0,053

24.               

Jati 24

206

65,605

236,505

0,118

25.               

Jati 25

185

58,917

190,743

0,095

26.               

Jati 26

182

57,961

184,602

0,092

27.               

Jati 27

150

47,776

125,425

0,062

28.               

Jati 28

180

57,324

180,567

0,090

29.               

Jati 29

197

62,738

216,286

0,108

30.               

TOTAL

 

2,407

 

HASIL PENGOLAHAN PPERHITUNGAN KARBON

BIOMASSA TUMBUHAN BAWAH

(Ukuran Plot 0,5mx0,5m)

No

Nama Plot

Berat Basah (gr)

Sub Contoh Berat Basah (gr)

Sub Contoh Berat Kering (gr)

Berat Kering

Berat kering g/0,25m2

1

1a

545

150 gr

100 gr

363,333

1453,333

2

1b

145

150 gr

100 gr

96,666

386,664

3

2a

230

150 gr

100 gr

153,333

613,332

4

2b

220

150 gr

100 gr

146,666

586,664

5

3a

440

150 gr

100 gr

293,333

1173,332

6

3b

185

150 gr

100 gr

123,333

493,332

 

TOTAL

 

4.706,657

 

HASIL PENGOLAHAN PPERHITUNGAN KARBON

NEKROMASA TIDAK BERKAYU seresah dan akar

(Ukuran Plot 0,5mx0,5m)

No

Nama Plot

Berat Basah (gr)

Sub Contoh Berat Basah (gr)

Sub Contoh Berat Kering (gr)

Berat Kering

Berat kering g/0,25m2

1

1a

365

150 gr

100 gr

243,333

973,332

2

1b

240

150 gr

100 gr

160

640

3

2a

235

150 gr

100 gr

165,666

662,664

4

2b

280

150 gr

100 gr

186,666

746,662

5

3a

270

150 gr

100 gr

180

720

6

3b

340

150 gr

100 gr

226,666

906,664

 

TOTAL

 

3.2290,682

 

HASIL AKHIR PENGOLAHAN PPERHITUNGAN KARBON

DALAM KAWASAN HUTAN JATI SURU

No

Hasil Perhitungan Sampel

Berat Kering (kg/m2)

Berat Kering (kg/ha)

BK (kg/ha)x0,47

Hasil BK (mg/ha)

Jati 1

0,103

1030

484,1

0,4841

 

Jati 2

0,060

600

282

0,282

 

Jati 3

0,074

740

347,8

0,3478

 

Jati 4

0,040

400

188

0,188

 

Jati 5

0,074

0,74

347,8

0,3478

 

Jati 6

0,073

0,73

343,1

0, 3431

 

Jati 7

0,059

0,59

277,3

0,2773

 

Jati 8

0,093

0,95

437,1

0, 4371

 

Jati 9

0,049

0,49

230,3

0, 2303

 

Jati 10

0,114

1,14

535,8

0, 3538

 

Jati 11

0,095

0,95

446,5

0, 4465

 

Jati 12

0,062

0,62

291,4

0, 2914

 

Jati 13

0,080

0,80

376

0, 376

 

Jati 14

0,071

0,71

333,7

0, 3337

 

Jati 15

0,035

0,35

164,5

0, 1645

 

Jati 16

0,111

1,11

521,7

0, 5217

 

Jati 17

0,094

0,94

441,8

0, 4418

 

Jati 18

0,071

0,71

333,7

0, 333

 

Jati 19

0,061

0,61

286,7

0, 2867

 

Jati 20

0,088

0,88

413,6

0, 4136

 

Jati 21

0,122

1,22

573,4

0, 5734

 

Jati 22

0,160

1,60

752

0, 752

 

Jati 23

0,053

0,53

249,1

0, 2491

 

Jati 24

0,118

1,18

554,6

0, 5546

 

Jati 25

0,095

0,95

446,5

0, 4465

 

Jati 26

0,092

0,92

432,4

0, 4324

 

Jati 27

0,062

0,62

291,4

0, 2914

 

Jati 28

0,090

0,90

432

0, 432

 

Jati 29

0,108

1,08

507,6

0, 5076

 

 

JUMLAH TOTAL

11,2511

 

NO.

Hasil Perhitungan Sampel

Berat Kering (g/m2)

Berat Kering (kg/m2)

Berat kering (kg/ha)

BK (kg/ha)×0,47

Hasil BK mg/ha

Tumbuhan Bawah 1a

1453,333

1,453333

14533,33

6830,665

6,830665

Tumbuhan Bawah 1b

386,664

0,386664

3866,64

1817,320

1,817320

Tumbuhan Bawah 2a

613,332

0,613332

6133,32

2882,660

2,882660

4.     

Tumbuhan Bawah 2b

586,664

0,586664

5866,64

2757,320

2,757320

5.     

Tumbuhan Bawah 3a

1173,332

1,173332

11733,32

5514,660

0,5514320

6.     

Tumbuhan Bawah 3b

493,332

0,493332

4933,32

2318,660

0,2318660

7.     

Nekromasa tdk berkayu 1a

973,332

0,973332

9733,32

4574,660

4,574660

8.     

Nekromasa tdk berkayu 1b

640

0,640

6400

3,008

0,003008

9.     

Nekromasa tdk berkayu 2a

662,664

0,662666

6626,66

3114,520

3,114520

10.  

Nekromasa tdk berkayu 2b

746,664

0,746666

7466,66

3509,320

3,509320

11.  

Nekromasa tdk berkayu 3a

720

0,720

7200

3,384

0,003384

12.  

Nekromasa tdk berkayu 3b

906,664

0,906666

9066,66

4261,330

4,261330

TOTAL

 

 

30,53749

 

Biomasa pohon besar

11,2511 ton/ha

Biomasa tumbuhan bawah dan seresah

30,53749 ton/ha

Jumlah total

41,78859 ton/ha

 

4.     SIMPULAN

Hasil dari penelitian ini, diperoleh kesimpulan bahwa di lahan hutan jati gunung tukul desa. Suru kec. Sooko kab. Ponorogo yang memiliki luas ±707,5 ha, memiliki potensi besar dalam penyerapan karbon. Hal ini terbukti dari hasil perhitungan kandungan karbon yang memiliki nilai besar.

Namun tidak terpungkiri masih ada kekurangan dalam penilitian ini, karena dalam penelitian ini, hanya sample-sample yang masuk dalam plot kami yang terhitung. Kelemahan lainya adalah keakuratan sampel biomasa bawah yang terambil dan terhitung. Namun dari hasil penelititan ini cukup menunjukkan betapa berpotensinya hutan Jati sebagai penyeimbang atmosfer bumi. Dari hasil penelitian ini juga, menjadi bukti bahwa pohon Jati banyak menyerap karbon yang pada akhirnya tersimpan didalamnya. Dengan demikian perlu dilakukan penelitian dengan tingkat ketelitian yang lebih tinggi untuk mendapatkan nilai simpanan karbon yang lebih teliti dan sesuai dengan kondisi yang ada pada hutan jati.


DAFTAR PUSTAKA

Azizah, Nur Jamilatul. 2019. Laporan pertangungjawaban spesialisasi PLPM, Ponorogo: IAIN Ponorogo

Chanan, Mochammad. 2012.Pendugaan Cadangan Karbon (C) Tersimpan Di Atas Permukaan Tanah Pada Vegetasi 61 Hutan Tanaman Jati (Tectona grandis Linn.f ) (Di RPH Sengguruh BKPH Sengguruh KPH Malang Perum Perhutani II Jawa Timur) JURNAL GAMMA, ISSN: 2086-3071 Volume 7, Nomor 2.

Ginting, Tommy Triady, Cahyo Prayogo. 2018. PENDUGAAN CADANGAN KARBON HUTAN JATI (Tectona grandis Linn. F) DENGAN BERBAGAI PERSAMAAN ALOMETRIK PADA BERBAGAI KELAS UMUR JATI Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 5 No 2 : 1019-1026, Malang :Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya.

Hairiah, K. and Rahayu, S. 2007. Petunjuk Praktis Pengukuran Karbon Tersimpan di Berbagai Macam Penggunaan Lahan. Bogor: World Agroforestry Centre - ICRAF Southeast Asia Regional Office, University of Brawijaya, Unibraw.

Hairiah, K. and Rahayu, S. 2007. Pengukuran karbon tersimpan di berbagai macam pengggunaan lahan. Bogor: World Agroforestry Centre - ICRAF Southeast Asia Regional Office, University of Brawijaya, Unibraw.

Sari, Ika Lasmita, Churuna Sobhcha Syadha, Dewi Zulaikah. 2022. Pelestarian Lingkungan dan Pengabdian Masyarakat (PLPM), Ponorogo: CV. Nata Karya

Wibowo, Budiman Jati, Sigit Heru Murti. Tt.Estimasi Kandungan Karbon Tegakkan Jati (Tectona Grandis) Melalui Anallisis Data Digital Citra Alos Avnir-2di Kph Telawa.

Yuniati, Dhany, dan Hery, Kurniawan. 2011.  POTENSI SIMPANAN KARBON HUTAN TANAMAN JATI (Tectona grandis) STUDI KASUS DI KABUPATEN KUPANG DAN BELU PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR (Carbon Sink Potency of Tectona grandis Plantation, a Case Study at Belu & Kupang Regency, East Nusa Tenggara Province), Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 8 No. 2, Kupang: Balai Penelitian Kehutanan Kupang.

 



[1] Ika Lasmita Sari, Churuna Sobhcha Syadha, Dewi Zulaikah. 2022. Pelestarian Lingkungan dan Pengabdian Masyarakat (PLPM), Ponorogo: CV. Nata Karya. Hal 34

[2] Budiman Jati Wibowo, Sigit Heru Murti. Tt. Estimasi Kandungan Karbon Tegakkan Jati (Tectona Grandis) Melalui Anallisis Data Digital Citra Alos Avnir-2di Kph Telawa.

[3] Tommy Triady Ginting, Cahyo Prayogo. 2018. PENDUGAAN CADANGAN KARBON HUTAN JATI (Tectona grandis Linn. F) DENGAN BERBAGAI PERSAMAAN ALOMETRIK PADA BERBAGAI KELAS UMUR JATI Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 5 No 2 : 1019-1026, Malang :Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya. Hal 2

[4] ibid

[5] ibid

[6] Nur Jamilatul Azizah. 2019. Laporan pertangungjawaban spesialisasi PLPM, Ponorogo: IAIN Ponorogo

[7] Ika Lasmita Sari, Churuna Sobhcha Syadha, Dewi Zulaikah. (PLPM), Ponorogo: CV. Nata Karya. Hal 37

[8] Ibid, hal 38

[9] Ibid, hal 39

[10] Ibid, hal 40

[11] ibid

[12] Ibid, hal 41

[13] Ibid, hal 42

[14] Hairiah, K. and Rahayu, S. 2007. Pengukuran karbon tersimpan di berbagai macam pengggunaan lahan. Bogor: World Agroforestry Centre - ICRAF Southeast Asia Regional Office, University of Brawijaya, Unibraw.

[15] Mochammad Chanan. Pendugaan Cadangan Karbon (C) Tersimpan Di Atas Permukaan Tanah Pada Vegetasi 61 Hutan Tanaman Jati (Tectona grandis Linn. f )(Di RPH Sengguruh BKPH Sengguruh KPH Malang Perum Perhutani II Jawa Timur) JURNAL GAMMA, ISSN: 2086-3071 Volume 7, Nomor 2, Maret 2012 : hal 71

[16] Hasil wawancara dengan para pengelola yang bertangungjawab di lapangan wilayah RPH gunung tukul

No comments:

Post a Comment