JEJAK
TANGAN DI TEBING PEGAT BLITAR, MELUKIS CERITA DI DINDING ALAM
Feryza
Kumala Nurhidayanti1kumalasariratna29@gmail.com
UIN Kiai Ageng Muhammad Besari Ponorogo
ABSTRAK
Artikel ini membahas kegiatan pemanjatan tebing yang dilakukan oleh
MAPALA PASCA di Tebing Pegat, Blitar, Jawa Timur. Tujuan kegiatan ini meliputi
peningkatan pemahaman teknis panjat tebing, pelestarian nilai etika pecinta
alam, serta pemetaan dan dokumentasi jalur tebing. Penelitian dilakukan dengan
metode observasi langsung dan wawancara terhadap tim dan masyarakat sekitar.
Hasil menunjukkan bahwa pemanjatan di Tebing Pegat memerlukan kondisi fisik
yang prima, perencanaan yang matang, serta kesadaran tinggi terhadap aspek
keselamatan. Salah satu kontribusi utama kegiatan ini adalah pembuatan mapping tebing, yaitu pemetaan jalur panjat
secara sistematis dan akurat, termasuk pencatatan tinggi, jarak antar anchor, serta jenis batuan. Selain itu, tim juga mempraktikkan teknik vertical rescue
suspension, yaitu metode evakuasi korban
pada medan vertikal menggunakan sistem tali yang kompleks. Kegiatan ini tidak
hanya memperkuat kapasitas teknis anggota, tetapi juga memberikan dasar
pengembangan potensi Tebing Pegat sebagai kawasan olahraga alam yang
berkelanjutan dan aman.
Kata kunci: panjat tebing, mapping, rescue
suspension
ABSTRACT
This article discusses
a rock climbing activity conducted by MAPALA PASCA at Tebing Pegat, Blitar,
East Java. The objectives of the activity include enhancing technical climbing
knowledge, promoting environmental ethics among nature enthusiasts, and mapping
and documenting climbing routes. The research was carried out using direct
observation and interviews with the team and local residents. The results
indicate that climbing at Tebing Pegat requires excellent physical condition,
thorough planning, and a high level of safety awareness. One of the key
contributions of this activity is the creation of a rock face mapping, a
systematic and accurate documentation of climbing routes, including height
measurements, anchor distances, and rock type identification. In addition, the
team practiced the vertical rescue suspension technique—a method of evacuating
victims from vertical terrain using a complex rope system. This activity not
only strengthens the members' technical capacities but also lays the groundwork
for developing Tebing Pegat as a safe and sustainable natural sports
destination.
Keywords: rock
climbing, mapping, rescue suspension
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Panjat tebing adalah salah satu olahraga
ekstrim, karena panjat tebing merupakan olahraga yang melawan gravitasi,
membutuhkan keberanian, konsentrasi dan mentalitas yang tinggi serta tidak
takut ketinggian, juga membutuhkan kekuatan kaki, lengan dan gerakan sebagai
penopang, agar saat mendaki supaya menghindari tergelincir (Prihantoro, 2011).
Panjat Tebing mempunyai teknik dasar yang harus dikuasai yaitu teknik pegangan,
teknik pijakan dan teknik gerakan.[1]
Pemanjatan
tebing merupakan salah satu cabang olahraga alam bebas yang tidak hanya
menuntut kekuatan fisik dan keterampilan teknis, tetapi juga perencanaan yang
matang serta kesadaran terhadap aspek keselamatan dan kelestarian lingkungan.
Dalam konteks pengembangan olahraga dan pariwisata berbasis alam, pemanjatan
tebing memiliki potensi besar untuk menjadi daya tarik wisata alternatif,
khususnya di daerah yang memiliki karakteristik geologis yang mendukung. Salah
satu lokasi yang memiliki potensi tersebut adalah Tebing Pegat di Kabupaten
Blitar, Jawa Timur.
Tebing
Pegat memiliki keunikan tersendiri, baik dari segi bentuk tebing, batuan,
maupun nilai estetika pemandangan alam sekitarnya. Selain itu, lokasi ini
sangat strategis, sehingga memberikan pengalaman pemanjatan yang menyenangkan
dan nyaman. Dalam beberapa tahun terakhir, terdapat peningkatan aktivitas
pemanjatan yang dilakukan oleh komunitas pecinta alam, baik lokal maupun dari
luar daerah. Fenomena ini menunjukkan adanya antusiasme yang tinggi terhadap
potensi Tebing Pegat sebagai lokasi panjat tebing.
Namun
demikian, potensi besar tersebut belum sepenuhnya diimbangi oleh pengelolaan
yang terarah dan berbasis data. Minimnya dokumentasi ilmiah mengenai kondisi
tebing, klasifikasi jalur pemanjatan, tingkat kesulitan, dan aspek keselamatan
menjadi salah satu kendala dalam pengembangan Tebing Pegat sebagai kawasan
panjat tebing yang profesional dan berkelanjutan. Di samping itu, belum adanya
regulasi atau standar operasional prosedur (SOP) yang mengatur aktivitas panjat
tebing di kawasan ini menimbulkan kekhawatiran terhadap risiko kecelakaan
maupun kerusakan lingkungan.
Penelitian
ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan olahraga
panjat tebing berbasis lokal, sekaligus mendorong integrasi antara olahraga,
pariwisata, dan pelestarian lingkungan secara berkelanjutan.
2. DASAR KEGIATAN
a. AD/ART MAPALA PASCA.
b. Peraturan Organisasi
MAPALA PASCA.
c. Program Kerja MAPALA
PASCA IAIN PONOROGO 2024/2025.
d. Hasil musyawarah MAPALA PASCA.
3. TUJUAN KEGIATAN
a. Memahami ilmu Khususnya Divisi
Rock Climbing dari ilmu dasar sampai target yang akan dicapai
b. Mengamalkan kode etik
pecinta alam Indonesia.
c. Menambah referensi
tanpa kegiatan yang dapat dimanfaatkan untuk generasi selanjutnya sebagai
pendidikan lanjutan atau pendidikan lainnya.
d. Memenuhi syarat untuk
kenaikan jenjang anggota Biasa (AB).
e. Sebagai pencetak kader MAPALA
PASCA yang yang berguna dan kompetitif terhadap organisasi.
4. TARGET SPESALISASI
a. Pemanjatan minimal 4 jalur,
sekurang-kurangnya bertotal 60 runner dengan system Himalayan.
b. Mapping jalur yang
dipanjat dan tebing.
c. Rescue tebing
Suspension.
d. Tempat spesialisasi
belum pernah dijadikan tempat spesialisasi oleh team MAPALA PASCA.
B. METODE
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk menunjang kegiatan spesialisasi yang
berlokasi di Tebing Pegat, Langon, Kec. Ponggok, Kab. Blitar, Jawa Timur
2. Waktu dan Alat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Hari Kamis Minggu, Tanggal 29 Mei hingga 01
Juni 2025. Alat yang digunakan dalam penelitian yaitu Alat mapping (bolpoin,
pensil, kertas hvs, penghapus, roll meter, meteran tukang). dan alat pemanjatan
(harnest, runner, carabinner screw, carabinner snap, webbing, kuik
fix, sepatu, helm, sarung tangan) beserta alat
pendukung lainnya.
3. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam artikel ini yaitu dengan cara observasi dan wawancara. Penelitian dilakukan dengan cara mengamati langsung dalam kegiatan di lapangan. Data juga didapat berdasarkan wawancara kepada warga setempat serta tim.
C. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
1. Kajian Teori
a. Definisi panjat tebing
Panjat tebing adalah suatu olahraga yang lebih
menekankan kemampuan aspek-aspek dalam latihan yaitu fisik, teknik dan taktik.
Penampilan pada medan vertical sangat membutuhkan kondisi fisik prima yaitu
seperti kekuatan, powerdan daya tahan. Menurut Koneman (2001: 182) climbing is not only for putting ypur improved physical to the rest, but
also the time when you refine your movements and technique, essential for
making the most of youre fforts. Seorang pemanjat harus memiliki fisik yang prima
untuk menambah ketinggian, memiliki penguasaan teknik yang sempurna untuk dapat
memecahkan jalur pemanjatan, memiliki taktik yang cemerlang untuk dapat memcaba
jalur yang akan dipanjat[2]
Panjat tebing atau istilah asingnya dikenal dengan rock climbing merupakan
salah satu dari sekian banyak olah raga alam bebas dan merupakan salah satu
bagian dari mendaki gunung yang tidak bisa dilakukan dengan cara berjalan kaki
melainkan harus menggunakan peralatan dan teknik-teknik tertentu untuk bisa
melewatinya. Pada umumnya panjat tebing dilakukan pada daerah yang berkontur
batuan tebing dengan sudut kemiringan mencapai lebih dari 45" dan
mempunyai tingkat kesulitan tertentu.
Pada dasarnya olah raga panjat tebing adalah suatu olah raga yang
mengutamakan kelenturan, kekuatan/daya tahan tabuh, kecerdikan, kerja sama team
serta ketrampilan dan pengalaman setiap individu untuk menyiasati tebing itu
sendiri. Dalam menambah ketinggian dengan memanfaatkan cacat batuan maupun
rekahan celah yang terdapat ditebing tersebut serta pemanfaatan peralatan yang
efektif dan efisien untuk mencapai puncak pemanjatan. Pada awalnya panjat
tebing merupakan olah raga yang bersifat petualangan muni dan sedikit sekali
memiliki peraturan yang jelas, seiring dengan berkembangnya olah raga itu
sendiri dari waktu kewaktu telah ada bentuk dan standart baku dalam aktifitas
dalam panjat tebing yang diikuti oleh pegiat panjat tebing. Banyaknya tuntutan
tentang perkembangan olah raga ini memberi alternatif yang lain dari unsur
petualangan itu sendiri. Dengan lebih mengedepankan unsur olah raga murni (sport).
b. Etika Pemanjatan
1) Terhadap lingkungan
a) Dapatkan informasi terbaru
sebanyak mungkin mengenai tebing dan lokasi pemanjatan jauh-jauh hari sebelum
perjalanan dimulai. Jika ada penutupan akses ke tebing tersebut, jangan
dilanggar dan carilah tempat lain.
b) Sebaiknya menggunakan
jalan setapak yang sudah ada meskipun lebih jauh dan lebih lama untuk dicapai.
Jangan membuat jalan pintas baru yang hanya akan mengakibatkan timbulnya erosi
tanah.
c) Berkemahlah ditempat
yang telah disediakan atau yang biasa digunakan. Buang air di WC, minimal
setidaknya 10 meter dari sumber air/sungai. Jika tidak ada WC, gali lubang
untuk buang air besar.
d) Gunakan kapur magnesium
seperlunya.
2) Terhadap masyarakat
sekitar:
a) Jangan membuat kebisingan yang
mengganggu, turuti aturan, tradisi, etika dan norma yang berlaku pada kampung
sekitar.
b) Hormati kuncen / kepala desa,
serta sempatkanlah beramah tamah dengan
3) penduduk sekitar.
a) Terhadap sesama Climber:
b) Tetaplah berpenampilan
low profile, hormati dan hargailah sesama climber.
c) Climber yang akan
leading harus didahulukan dari Climber yang akan top roping.
d) jangan memonopoli rute.
Jika udah selesai melakukan pemanjatan, janganlah membiarkan tali tegantung
dirute tersebut, dan persilahkan Climber lain untuk menggunakan rute tersebut.
e) angan katakan pada
Climber lain bahwa tingkat kesulitan rute tertentu lebih mudah dari yang
sebenarnya (dikenal dengan istilah sandhag atau sandbagging) Pemberian
informaasi yang salah ini, baik disengaja ataupun tidak dapat beresiko
mengakibatkan kecelakaan terhadap climber lain karena keterbatasan kemampuan
memanjat mereka.
f) Jika climber lain dalam
keadaan berbahaya baik itu disadari atau tidak, segera bertindak dengan sopan
dan berikan peringatan, dan jika terjadi kecelakaan berikanlah pertolongan
sebisanya.
g) Hati-hati dengan
tawaran bellay atau peminjaman alat dari Climber yang baru dikenal. Bisa
mungkin terjadi tali yang digunakan sudah sangat tua, atau pemasangan anchor
yang salah dan menimbulkan bahaya.
c. Teknik Pemanjatan
1) Soloing yaitu pemanjatan tanpa
menggunakan pengaman hanya menggunakan sepatu, helm dan magnesium
2) Free climbing yaitu pemanjatan yang
mengunakan alat hanya untuk menahan jatuh saat berhenti menambah, bukan hanya
penambat tapi juga untuk mengamankan pemanjat.
3) Aid climbing yaitu pemanjatan
menggunakan peralatan selain untuk menahan jatuh, untuk menambah ketinggian,
sepenuhnya menggunakan alat atau disebut artificial
d. Sistem Pemanjatan
1) Alpine system
Yaitu system pemanjatan yang ditempuh dengan tujuan mencapai puncak
dengan membawa seluruh perlengkapan dan peralatan pemanjatan biasanya climber
bermalam diatas tebing, tanpa kembali lagi ke shelter induk.
Biasanya pada system ini seorang climber harus mempunyai
kemampuan khusus dalam penguasaanya teknik-teknik pemanjatan yang sangat
tinggi.
2) Himalaya System
Yaitu system pemanjatan yang dilakukan setahap demi setahap hingga
mencapai puncak tanpa membawa seluruh perlengkapannya dan pemanjatan kembali ke
shelter induk
e. Mapping
mapping adalah sketsa jalur yang berhasil dipanjat. Keakuratan
jarak dalam mapping tebing sangatlah penting agar informasi tentang
tebing yang terangkum benar-benar dapat dipercaya, untuk itu perlu adanya
sebuah perhitungan jarak, tinggi, medan, dan lain sebagainya. Dalam pembuatan mapping
tebing perlu adanya pembagian tugas personil dengan tugas masing- masing,
diantanya:
1) Leader adalah orang yang
melakukan pemanjat sekaligus sebagai meterer yakni melakukan pengukuran tinggi
tebing
2) Bellayer adalah orang yang
menggamankan leader saat melakukan pemanjatan.
3) Sketser adalah orang
yang menyeketsa tebing.
4) Notulen adalah orang yang
mencatat hasil dari mapping tebing ini.
Ada 2 metode dalam
melakukan pengukuran tebing, yakni:
1) Bottom to top yakni melakukan
pengukuran dari ground sampai top, jadi sambil memanjat mekakukan
pengkuran dari runner satu ke runner yang lain.
2) Top to bottom yakni melakukan
pengukuran dari top menuju ground, jadi pemanjat melakukan
pemanjatan terlebih dahulu lalu setelah sampai dipuncak, turun dengan melakukan
pengukuran.
Dalam melakukan mapping tebing ini juga
dibutuhkan beberapa sket yang dilengkapi dengan data sebagai berikut:
1) Nama jalur
2) Lokasi
3) Jenis batuan tebing
4) Tinggi tebing
5) Sistem pemanjatan
6) Teknik pemanjatan
7) Waktu pemanjatan
8) Tingkat kesulitan
(grade)
9) Data peralatan yang
digunakan
10) Daftar pemanjat
Setelah mendapatkan data akurasi tebing langkah
terakhir adalah menggambarkan tebing dalam sebuah kertas, gunakan skala yang
akurat sehingga ukuran tebing dapat terbaca dengan jelas.
f. Rescue Vertical
Rescue adalah teknik atau cara
yang digunakan untuk menolong seseorang yang berada dalam keadaan memerlukan
pertolongan. Rescue bisa dilakukan dengan oleh banyak orang (team)
atau sworang saja (man to man). Pada pembahasan ini akan dibahas adalah rescue
team atau vertical rescue,
Cara packing korban
di Stretcher:
1) Membuat chieshernes pada korban
dibagian dada korban, Fungsi chieshernes untuk menahan korban agar tidak
merosot ke bawah.
2) Membuat harnest pada
korban dibagian pinggang korban, Fungsinya chieshernes untuk menahan
korban agar tidak terpanting kanan ataupun ke kiri.
3) Menali kaki korban agar tidak
jatuh. Teknik dalam vertical rescue ada dua yaitu hauling, lowering,
dan suspension
g. Suspension
adalah teknik menolong korban dengan cara menyebrangkan korban baik ke
titik/tempat yang lebih tinggi, sejajar, maupun lebih rendah dari posisi korban
berada. Teknik ini merupakan alternatif terakhir mengingat penggunaan tekhnik
ini akan memakan waktu yang cukup lama dan peralatan yang digunakan juga
relatif lebih kompleks.
2. Hasil Penelitian
Hasil dari penelitian ini cukup menyenangkan dan menantang. berkegiatan di
alam bebas juga sangat beresiko perihal keselamatan. Sebagai seorang pemanjat
tebing harus selalu memperhatikan keselamatan dan selalu siap terhadap
resiko-resiko yang akan terjadi. Beberapa hal yang menjadi tantangan dalam
pemanjatan di Tebing Pegat yaitu tentang persiapan fisik seorang pemanjat,
kondisi cuaca, dan juga jalur yang cukup sulit.
a. Pemanjatan
Memanjat tebing merupakan kegiatan di alam bebas yang cukup menguras banyak
tenaga. Hal ini dikarenakan olahraga panjat tebing merupakan kegiatan yang
lebih fokusnya terhadap mengembankan kekuatan tangan kaki, keseimbangan dan
fleksibilitas tubuh. Kondisi fisik yang kuat, sehat dan terlatih sangat
diperlukan dalam kegiatan ini, maka diperlukan latihan fisik sebelum kegiatan
pendakian. Latihan fisik penting karena dapat meningkatkan kekuatan, ketahanan
dan kelincahan tubuh, sehingga tubuh siap untuk melakukan pemanjatan di medan
tebing yang beragam, selain itu latihan fisik juga membantu mengurangi risiko
cedera dan mempercepat pemulihan jika terjadi kelelahan atau cedera saat
pemanjatan.
b.
Mapping
Mapping tebing (pemetaan tebing)
adalah proses menggambarkan
dan mendeskripsikan secara sistematis kontur, fitur, dan jalur pemanjatan
pada sebuah tebing. Mapping ini sangat penting dalam kegiatan panjat tebing karena berkaitan dengan keselamatan, strategi pemanjatan,
dan dokumentasi jalur (route) yang digunakan oleh pemanjat. Dalam pembuatan mapping tebing perlu adanya
pembagian tugas personil dengan tugas masing-masing yaitu ada Leader tugas leader adalah melakukan
pemanjatan sekaligus sebagai pengukur ketinggian tebing, panjang jalur dan juga
jarak antara penambat satu dengan penambat yang lain, Bellayer orang yang mengamankan si leader atau pemanjat ketika pemanjatan berlangsung, sketser tugas sketser merupakan orang yang
melakukan penggambaran sketsa tebing, mencatat pijakan dan pegangan ketika
pemanjatan berlangsung dan yang terakhir ada notulen seseorang yang bertugas mencacat hasil dari pemetaan/mapping tebing. dalam pengukuran tebing juga ada 2 metode yang
bisa digunakan, yan pertama ada bottom to top yakni melakukan
pengukuran dari ground sampai top, jadi sambil memanjat melakukan pengukuran
dari runner satu ke runner yang lain. yang kedua ada top to bottom melakukan pengukuran dari top menuju ground, jadi
pemanjat melakukan pemanjatan terlebih dahulu lalu setelah sampai dipuncak
turun dengan melakukan pengukuran.
c. Rescue Suspension
Vertical Rescue Suspension adalah teknik
penyelamatan yang dilakukan pada medan vertikal (seperti tebing, gedung tinggi,
atau jurang) dengan menggunakan sistem tali dan alat pengaman untuk
mengevakuasi korban yang tidak mampu bergerak sendiri ke tempat yang aman. Suspension di sini mengacu pada penggantungan tubuh (korban atau rescuer) di udara menggunakan sistem tali (rope system), harness, dan alat bantu lainnya.
Teknik ini bisa dikatakan juga dengan menolong korban dengan cara
menyebrangkan korban baik ke titik/tempat yang lebih tinggi, sejajar, maupun
lebih rendah dari posisi korban berada. akan tetapi teknik ini merupakan
alternatif terakhir karena penggunaan tekhnik ini akan memakan waktu yang cukup
lama dan peralatan yang digunakan juga relatif lebih kompleks. untuk
mengamankan korban ada cara-cara yang harus dilakukan yaitu yang pertama adalah
membuat penambat di tempat atau media yang kuat contoh misal pohon, batu
tebing, maupun anchor buatan, setelah itu buat instalasi dari tali untuk
menggantung korban, perlu diperhatikan instalasi yang dibuat harus tali tegang
menggunakan A,Z,M System, gunakan sistem tali
katrol (pulley) dipasang untuk
menaikkan korban ke tali, setelah itu mempacking korban kedalam stretcher setelah itu korban diturunkan bersama dalam satu sistem
tali. Biasanya dipakai ketika korban tidak sadar dan harus dikendalikan penuh
oleh rescuer dengan cara membellay
dari sisi seberang.
D. KESIMPULAN
Panjat tebing atau istilah asingnya dikenal dengan
rock climbing merupakan salah satu dari sekian banyak olah raga alam bebas dan
merupakan salah satu bagian dari mendaki gunung yang tidak bisa dilakukan
dengan cara berjalan kaki melainkan harus menggunakan peralatan dan
teknik-teknik tertentu untuk bisa melewatinya. Pada umumnya panjat tebing
dilakukan pada daerah yang berkontur batuan tebing dengan sudut kemiringan
mencapai lebih dari 45" dan mempunyai tingkat kesulitan tertentu. Pada
dasarnya olah raga panjat tebing adalah suatu olah raga yang mengutamakan
kelenturan, kekuatan/daya tahan tabuh, kecerdikan, kerja sama team serta
ketrampilan dan pengalaman setiap individu untuk menyiasati tebing itu sendiri.
Dalam menambah ketinggian dengan memanfaatkan cacat batuan maupun rekahan celah
yang terdapat ditebing tersebut serta pemanfaatan peralatan yang efektif dan
efisien untuk mencapai puncak pemanjatan.
E. DOKUMENTASI
RESCUE SUSPENSION |
FOTO BERSAMA |
MAPPING + PEMANJATAN |
PACKING KORBAN |
F. PENGOLAHAN DATA
NO |
NAMA TEBING |
JENIS DATA |
KETERANGAN |
1. |
Tebing Pegat 1 |
Nama jalur |
Pegat 1 |
Lokasi |
Ds. Langon, Kec. Ponggok, Kab. Blitar |
||
Jenis batuan |
Batuan Andesit |
||
Tinggi tebing |
±25 M |
||
Sistem pemanjatan |
Himalayan
System |
||
Teknik pemanjatan |
Runner
to runner |
||
Waktu pemanjatan |
07.45 - 08.40 WIB |
||
Grade
|
5.9 |
||
Data peralatan |
Harnest, Helm, Carmantle, Figur
of eight, Sarung tangan, Chalkbag, Carabiner
snap, Runner, Prusik, ATK, Carabiner
screw, Meteran tukang, Roll meter, Webbing, Kuik
fix, Matras, Sepatu panjat |
||
Daftar pemanjat |
Leader : Feryza Bellayer
: Karennia Notulen : Sekar Sketser : Desi |
||
Bentuk tebing |
Blank |
||
Jenis pegangan |
Crimp, Pinch, Palm, Open, Side
pull |
||
Jenis pijakan |
Edging,
Smearing |
||
2. |
Tebing Pegat 1 |
Nama jalur |
Pegat 2 |
Lokasi |
Ds. Langon, Kec. Ponggok, Kab. Blitar |
||
Jenis batuan |
Batuan Andesit |
||
Tinggi tebing |
±22 M |
||
Sistem pemanjatan |
Himalayan
System |
||
Teknik pemanjatan |
Runner
to runner |
||
Waktu pemanjatan |
13.52 - 16.26 WIB |
||
Grade
|
5.10 |
||
Data peralatan |
Harnest, Helm, Carmantle, Figur
of eight, Sarung tangan, Chalkbag, Carabiner
snap, Runner, Prusik, ATK, Carabiner
screw, Meteran tukang, Roll meter, Webbing, Kuik
fix, Matras, Sepatu panjat |
||
Daftar pemanjat |
Leader : Feryza Bellayer
: Karennia Notulen : Sekar Sketser : Desi |
||
Bentuk tebing |
Overhank |
||
Jenis pegangan |
Crimp,
Open, Side pull, Pinch, Undercling |
||
Jenis pijakan |
Foot
jaming, Edging, Smearing |
||
3. |
Tebing Pegat 1 |
Nama jalur |
Pegat 3 |
Lokasi |
Ds. Langon, Kec. Ponggok, Kab. Blitar |
||
Jenis batuan |
Batuan Andesit |
||
Tinggi tebing |
±22M |
||
Sistem pemanjatan |
Himalayan
System |
||
Teknik pemanjatan |
Runner
to runner |
||
Waktu pemanjatan |
13.52 - 16.22 WIB |
||
Grade
|
5.10 |
||
Data peralatan |
Harnest, Helm, Carmantle, Figur
of eight, Sarung tangan, Chalkbag, Carabiner
snap, Runner, Prusik, ATK, Carabiner
screw, Meteran tukang, Roll meter, Webbing, Kuik
fix, Matras, Sepatu panjat |
||
Daftar pemanjat |
Leader : Feryza Bellayer
: Karennia Notulen : Sekar Sketser : Desi |
||
Bentuk tebing |
Blank |
||
Jenis pegangan |
Cling,
Crimp, Open |
||
Jenis pijakan |
Edging,
Smearing |
||
4. |
Tebing Pegat 2 |
Nama jalur |
Pegat 1 |
Lokasi |
Ds. Langon, Kec. Ponggok, Kab. Blitar |
||
Jenis batuan |
Batuan Andesit |
||
Tinggi tebing |
±30M |
||
Sistem pemanjatan |
Himalayan
System |
||
Teknik pemanjatan |
Runner
to runner |
||
Waktu pemanjatan |
08.21 - 10.00 WIB |
||
Grade
|
5.10 |
||
Data peralatan |
Harnest, Helm, Carmantle, Figur
of eight, Sarung tangan, Chalkbag, Carabiner
snap, Runner, Prusik, ATK, Carabiner
screw, Meteran tukang, Roll meter, Webbing, Kuik
fix, Matras, Sepatu panjat |
||
Daftar pemanjat |
Leader : Feryza Bellayer
: Karennia Notulen : Sekar Sketser : Desi |
||
Bentuk tebing |
Blank |
||
Jenis pegangan |
Crimp,
Open |
||
Jenis pijakan |
Smearing,
Edging |
||
5. |
Tebing Pegat 2 |
Nama jalur |
Pegat 2 |
Lokasi |
Ds. Langon, Kec. Ponggok, Kab. Blitar |
||
Jenis batuan |
Batuan Andesit |
||
Tinggi tebing |
±30M |
||
Sistem pemanjatan |
Himalayan
System |
||
Teknik pemanjatan |
Runner
to runner |
||
Waktu pemanjatan |
13.25 - 13.53 WIB |
||
Grade
|
5.10 |
||
Data peralatan |
Harnest, Helm, Carmantle, Figur
of eight, Sarung tangan, Chalkbag, Carabiner
snap, Runner, Prusik, ATK, Carabiner
screw, Meteran tukang, Roll meter, Webbing, Kuik
fix, Matras, Sepatu panjat |
||
Daftar pemanjat |
Leader : Feryza Bellayer
: Karennia Notulen : Sekar Sketser : Desi |
||
Bentuk tebing |
Blank |
||
Jenis pegangan |
Palm,
Crimp |
||
Jenis pijakan |
Smearing,
Edging |
||
6. |
Tebing Pegat 2 |
Nama jalur |
Pegat 3 |
Lokasi |
Ds. Langon, Kec. Ponggok, Kab. Blitar |
||
Jenis batuan |
Batuan Andesit |
||
Tinggi tebing |
±30M |
||
Sistem pemanjatan |
Himalayan
System |
||
Teknik pemanjatan |
Runner
to runner |
||
Waktu pemanjatan |
16.39 - 17.22 WIB |
||
Grade
|
5.10 |
||
Data peralatan |
Harnest, Helm, Carmantle, Figur
of eight, Sarung tangan, Chalkbag, Carabiner
snap, Runner, Prusik, ATK, Carabiner
screw, Meteran tukang, Roll meter, Webbing, Kuik
fix, Matras, Sepatu panjat |
||
Daftar pemanjat |
Leader : Dinta Bellayer
: Karennia Notulen : Sekar Sketser : Feryza |
||
Bentuk tebing |
Blank
|
||
Jenis pegangan |
Open,
Crimp |
||
Jenis pijakan |
Edging,
Smearing |
||
7. |
Tebing Pegat 3 |
Nama jalur |
Pegat 1 |
Lokasi |
Ds. Langon, Kec. Ponggok, Kab. Blitar |
||
Jenis batuan |
Batuan Andesit |
||
Tinggi tebing |
±20M |
||
Sistem pemanjatan |
Himalayan
System |
||
Teknik pemanjatan |
Runner
to runner |
||
Waktu pemanjatan |
07.45 - 09.36 WIB |
||
Grade
|
- |
||
Data peralatan |
Harnest, Helm, Carmantle, Figur
of eight, Sarung tangan, Chalkbag, Carabiner
snap, Runner, Prusik, ATK, Carabiner
screw, Meteran tukang, Roll meter, Webbing, Kuik
fix, Matras, Sepatu panjat |
||
Daftar pemanjat |
Leader : Feryza Bellayer
: Karennia Notulen : Sekar Sketser : Desi |
||
Bentuk tebing |
Blank |
||
Jenis pegangan |
Crimp,
Open |
||
Jenis pijakan |
Edging,
Smearing |
||
8. |
Tebing Pegat 3 |
Nama jalur |
Pegat 2 |
Lokasi |
Ds. Langon, Kec. Ponggok, Kab. Blitar |
||
Jenis batuan |
Batuan Andesit |
||
Tinggi tebing |
±20M |
||
Sistem pemanjatan |
Himalayan
System |
||
Teknik pemanjatan |
Runner
to runner |
||
Waktu pemanjatan |
10.25 - 11.46 WIB |
||
Grade
|
- |
||
Data peralatan |
Harnest, Helm, Carmantle, Figur
of eight, Sarung tangan, Chalkbag, Carabiner
snap, Runner, Prusik, ATK, Carabiner
screw, Meteran tukang, Roll meter, Webbing, Kuik
fix, Matras, Sepatu panjat |
||
Daftar pemanjat |
Leader : Feryza Bellayer
: Karennia Notulen : Sekar Sketser : Desi |
||
Bentuk tebing |
Blank |
||
Jenis pegangan |
Crimp,
Open, Pinch |
||
Jenis pijakan |
Edging,
Smearing |
||
9. |
Tebing Pegat 3 |
Nama jalur |
Pegat 3 |
Lokasi |
Ds. Langon, Kec. Ponggok, Kab. Blitar |
||
Jenis batuan |
Batuan Andesit |
||
Tinggi tebing |
±20M |
||
Sistem pemanjatan |
Himalayan
System |
||
Teknik pemanjatan |
Runner
to runner |
||
Waktu pemanjatan |
07.45 - -9.36 |
||
Grade
|
- |
||
Data peralatan |
Harnest, Helm, Carmantle, Figur
of eight, Sarung tangan, Chalkbag, Carabiner
snap, Runner, Prusik, ATK, Carabiner
screw, Meteran tukang, Roll meter, Webbing, Kuik
fix, Matras, Sepatu panjat |
||
Daftar pemanjat |
Leader : Dinta Bellayer
: Karennia Notulen : Sekar Sketser : Feryza |
||
Bentuk tebing |
Blank |
||
Jenis pegangan |
Crimp,
Open |
||
Jenis pijakan |
Edging
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
DAFTAR PUSTAKA
Hanum, S. Z., “Pengembangan Model Latihan Panjat Tebing Untuk Atlet Pemula” Motion: Jurnal Riset Physical Education 8, no. 1 (2017).
Saputro, W. F., dan Nurrachmad, L. “Analisis Pembinaan
Olahraga Panjat Tebing di Kabupaten Banjarnegara.” Dalam Innovative: Journal
Of Social Science Research 3, no. 4 (2023).
[1]
W. F. Saputro, &
Nurrachmad, L. (2023). Analisis Pembinaan Olahraga Panjat Tebing di Kabupaten
Banjarnegara. Innovative: Journal Of Social Science Research, 3(4),
1639-1651.
[2] S.
Z. Hanum. (2017). Pengembangan Model Latihan Panjat
Tebing Untuk Atlet Pemula. Motion: Jurnal Riset Physical
Education, 8(1), 100-110.